web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Refleksi HUT Ke-71 Mgr. Mandagi: Bekerja untuk Rejeki yang Tidak Dapat Binasa

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM-HIDUP yang kekal itulah lahir dari Kebangkitan Kristus. Hidup itu tidak bersifat sementara, tetapi kekal. Itulah hidup yang dikuasai oleh kasih, bukan lagi dosa dan kematian.

Demikian pernyataan Uskup Amboina, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC dalam Misa syukur peringatan Hari Ulang tahunnya ke-71 di Kapela Keuskupan Amboina, Senin, 27/4.

Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC saat berkhotbah dalam Misa Syukur HUT ke-71/Dok. Keuskupan Amboina

Rejeki Hidup Kekal

Berangkat dari Injil Yoh. 6:22-29, Mgr. Mandagi memulai khotbahnya dengan sebuah pertanyaan: Pekerjaan apa yang dikehendaki Allah? Refleksi atas pertanyaan ini, mengantar Uskup kelahiran Kamangta, Minahasa, Sulawesi Utara, 27 April 1949 ini menitikberatkan khotbahnya pada makna bekerja. Ia merefleksikan, benar apa yang dikatakan Yesus, bekerjalah bukan untuk rejeki yang dapat binasa, tetapi bekerjalah untuk rejeki yang bertahan sampai hidup yang kekal.

“Inilah yang membuat saya bertahan dalam panggilan, bekerja, melayani, dan menggembalakan umat hingga hari ini. Dan bagi saya, rejeki yang tidak dapat binasa adalah Kristus sendiri. Hal ini sesuai dengan motto Episcopal saya, Nil Nisi Christum (Tidak ada apapun selain Kristus/Gal. 2:20),” ujar Uskup Mandagi.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sebagai wujud atas pekerjaan yang tidak dapat binasa ini, Mgr. Mandagi berani menjawab panggilan Tuhan. Semua ini dimulai dari penyerahan kedua orangtua kepada Kristus, selanjutnya, dalam iman yang teguh, panggilan itu bertumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah; terpilih sebagai pekerja di ladang Kristus. Di “lahan kerja” yang istimewa ini, Mgr. Mandagi menemukan rejeki hidup kekal.

Tiga Karakter

Di hadapan para imam dan diakon yang ikut mendoakan dalam Misa Syukur ini, Mgr. Mandagi mengungkapkan karakter-karakter yang melekat dalam dirinya sebagai pekerja di ladang Kristus. Ia memulai dengan cerita saat dipilih menjadi Uskup Amboina, 10 Juni 1994 lalu. Dalam bayangannya meski ini tugas yang berat, tetapi karena Kristus menghendaki, terjadilah demikian.

“Saya merasa saat itu, bukan karena wilayah pelayanan Amboina itu luas, tetapi ada banyak kekurangan dalam diri saya. Saya masih muda dan penuh emosi. Tetapi karena saya sadar, ini ladang Kristus,” ujarnya. Ia menambahkan, dirinya yakin, Amboina adalah ladang Kristus yang tidak dapat hancur, tempat yang subur bagi pertumbuhan iman.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus
Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC bertemu Paus Fransiskus/Dok. Keuskupan Amboina

Pengalaman yang sama terjadi saat Paus Fransiskus memintanya untuk menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke (KAM) sejak 7 Agustus 2019 lalu. Ketika ditanya waktu itu, dirinya berkata: siap menerima tugas ini demi umat KAM dan demi ketaatan kepada Vatikan dan Paus. “Lagi-lagi saya datang di sana dan bekerja untuk rejeki yang tidak dapat binasa,” jelasnya.

Dalam pekerjaan ini, Mgr. Mandagi menilai ada tiga karakter yang selalu dibangun sebaga bagian dari pekerja di ladang Kristus. Pertama, semangat disiplin hidup. Menurut keyakinan Mgr. Mandagi, hidup yang tidak teratur akan menghancurkan cita-cita mulia ini. Setiap orang yang merasa bagian sebagai umat Kristus, perlu hidup teratur.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

“Inilah kenapa saya berusaha hidup teratur baik dalam bekerja, membuat agenda, persiapan, dan sebagainya. Para imam juga diminta untuk bersih diri, kamar, dan lingkungan sekitarnya,” ungkapnya.

Kedua, selalu dan senantiasa untuk belajar. Belajar tidak pernah ada kata selesai. Belajar untuk mempertajam akal budi. Membaca apa saja untuk pekerjaan. Karena tidak belajar, kita tidak memiliki pengetahuan yang lebih untuk mengantar umat pada keselamatan.

Karakter ketiga adalah jaringan (networking). Mgr. Mandagi memiliki keyakinan yang mendalam bahwa setiap orang harus memiliki sahabat. Sehabat apapun seseorang, kalau tidak memiliki sahabat maka percuma.

“Saya suka berkawan, mempunyai sahabat. Bersahabat bukan untuk memanfaatkan mereka, mendapatkan keuntungan dari mereka. Tetapi menjadi teman seperjalanan untuk bersama-sama mencari rejeki yang tidak dapat binasa,” demikian Mgr. Mandagi.

Yusti H. Wuarmanuk

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles