MEMPERINGATI hari jadi pemberkatan Gereja Katedral SP Maria Diangkat ke Surga ke-119, Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo memimpin perayaan Ekaristi pada Selasa, 21/4, sore.
Saat menyiapkan ibadah ini, muncul pertanyaan yang menggelitik di benak Kardinal Suharyo, yaitu, mengapa SP Maria Diangkat ke Surga yang dipilih sebagai pelindung gereja katedral ini? Meski memang tidak mengetahui jawabannya, Kardinal mengakui dirinya juga tidak mencari jawaban itu di dalam sejarah gereja katedral ini. “Karena saya ingin menafsirkannya, moga-moga tafsiran saya tidak salah. Kalaupun salah, saya yakin pasti maksudnya baik,” ujar Kardinal.
Gereja katedral dalam bahasa Latin disebut ecclesia mater, artinya gereja induk. Kardinal Suharyo menyebutkan ini artinya katedral adalah gereja yang menjadi arah pandang seluruh umat Katolik dan seluruh paroki dalam suatu keuskupan. Sementara itu, Bunda Maria Diangkat ke Surga, katanya lagi, adalah murid Yesus yang sempurna di dalam kasih dan kesucian.
“Menurut penafsiran saya, dengan memilih SP Maria Diangkat ke Surga sebagai pelindung Gereja Katedral Jakarta, ada pesan yang ingin disampaikan, yaitu bahwa arah pandang dan arah hidup setiap orang Katolik adalah kesempurnaan kasih dan kesempurnaan kesucian seperti, dan dengan meneladan, Bunda Maria,” ungkap Kardinal Suharyo dalam khotbah Misa yang disiarkan langsung di Youtube HIDUP TV ini. Pesan ini ditegaskan dalam ajaran resmi Gereja yang kemudian diuraikan lebih rinci oleh Paus Fransiskus dalam anjuran apostolik berjudul, Bersukacita dan Bergembiralah atau Gaudete et Exultate.
Misa syukur ini juga diselenggarakan untuk mengenang tokoh pergerakan perempuan di Indonesia, Raden Ajeng Kartini, yang diperingati setiap 21 April. Kardinal Suharyo menyebutkan, dalam bahasa iman Katolik, apa yang Kartini lakukan pada zamannya adalah bertumbuh dalam kesempurnaan kasih.
Hermina W.