HIDUPKATOLIK.COM Ia selalu hidup dalam ketakutan, bila Allah memalingkan diri daripadanya. Dari dirinya, terpancar kesucian hidup lewat penglihatan-penglihatannya.
HARI itu, harusnya menjadi hari bahagia bagi Antonio dan Columba Angelella Guadagnoli. Calon mempelai pria sudah menunggu di ruang tamu. Makanan sudah tersaji, tamu undangan sudah hadir. Imam yang akan memberkati pernikahan pun sudah memakai kasulanya. Sayang, beberapa menit sebelum Misa pemberkatan, Columba membatalkan pernikahan itu.
Peristiwa itu ada buntut dari kejadian yang dialami Columba beberapa hari sebelumnya. Saat itu, batinnya bergejolak. Ia dihantui ragam pertanyaan. Apakah ia bisa menjadi istri yang setia, setelah pernikahan itu? Atau apakah Antonio benar-benar suami yang baik untuknya? Sederet pertanyaan ini terus membayangi benak Columba. Ia bahkan mengunjungi sebuah gereja beberapa hari sebelumnya. Di hadapan Sakramen Mahakudus, ia berlutut dan berdoa. Dalam doa itu, ada suara memanggilnya, “Hanya ada satu pengantin surgawi, yaitu Kristus.”
Alhasil, Columba pun memilih mengikuti suara hatinya. Alih-alih maju ke altar untuk menjadi pendamping Antonio, ia memilih membatalkan pernikahan itu. Ia ingin hidup sebagai mempelai Krisus.
Tanah Suci
Sejak kecil, Columba sudah terbiasa dengan kesalehan hidup rohani. Ketika berusia tiga tahun, ia telah mempraktikkan kehidupan mati raga. Ia diam-diam menabur duri-duri bunga mawar di bantal tidurnya. Saat berusia 10 tahun, ia mengisi hidupnya dengan pantang dan puasa. Ia makan roti dan minum air sekali sehari. Ia terbiasa bepergian tanpa beralas kaki.
Corak hidup yang diikuti Columba ini terinspirasi St. Katarina dari Siena. Sejak berusia 12 tahun, ia tertarik dengan jalan mistik yang ditawarkan orang kudus dari Ordo Dominikan ini. Tentu, corak hidup ini melewati kesalehan hidup anak-anak seusianya. Tiga kali setiap malam, ia mencambuki dirinya hingga berdarah-darah. Ia menghabiskan banyak waktu untuk doa dan puasa. Ia menghadiri Misa dan menyambut komuni sesering mungkin. Cintanya kepada Kristus membuat gadis kelahiran Rieti, Italia, 2 Februari 1468, dipilih Tuhan mengalami anugerah ekstase dan peristiwa-peristiwa mistik.
Sejak pernikahannya yang gagal, Columba semakin menyadari panggilan hidupnya. Ia mengerjakan banyak pekerjaan rumah secara radikal. Pundaknya kerapkali berdarah-darah karena memikul sebuah salib dari kayu berat yang dibuat khusus untuk kehidupan rohaninya.
Columba hidup dalam suatu kekhawatiran: takut Kristus berpaling darinya. Ketakutan ini membuat ia siap melakukan apa saja yang ditugaskan kepadanya asalkan tidak memintanya untuk melanggar janji perawannya. Kesetiaannya dalam hal-hal kecil meluluhkan hati orang-orang terdekatnya, termasuk para Suster Dominikan di Rieti. Mereka mengajari Columba doa brevir dan praktik doa Dominikan lainnya.
Sejak pertemuannya dengan para Suster Dominikan, Columba makin mencintai devosi kepada Kanak-kanak Yesus. Ada satu kerinduan dalam setiap intensinya, yaitu mengadakan ziarah ke Tanah Suci Yerusalem. Tetapi rencana ini tak berhasil, nyatanya mahalnya ongkos menuju Yerusalem mengurungkan niatnya untuk menginjakkan kaki di tanah kelahiran Yesus itu. Kendati begitu, Columba melakukan peziarahan secara rohani ke Tanah Suci.
Mukjizat Terbesar
Rupanya penglihatan di Tanah Suci tak membuat hati wanita saleh ini puas. Ia meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan kepadanya kandang Natal di Betlehem. Pada hari berikutnya, permintaan ini dikabulkan. Kanak-kanak Yesus lengkap dengan gua Natal berada di sudut kamarnya. Bayi Yesus membuka tangannya, seakan minta dipeluk Columba. Sejak pertemuan rohani itu, ia tidak lagi membutuhkan patung-patung biasa untuk merenungkan misteri penjelmaan Tuhan.
Puncak peristiwa mistik itu terjadi saat usia Columba 20 tahun. Rupanya berita tentang kesucian ini sampai ke telinga seorang uskup dari Spanyol. Sang uskup pergi ke Roma untuk bertemu Columba. Uskup itu belum pernah bertemu gadis itu, tetapi dengan cepat mengenalinya karena ada bintang yang bersinar dari matanya. Sang uskup menasihati Columba dan memintanya agar terus mengasah hidup rohaninya.
Columba dengan cepat terkenal. Agar hidup rohaninya menemukan ladang subur, ia memutuskan masuk biara Dominikan. Ia memilih habit Ordo Dominikan karena kecintaan kepada St. Katarina dan St. Dominikus.
Di dalam biara ini, hidup rohaninya makin terasah, termasuk mukjizat membangkitkan seorang anak yang telah meninggal. Sontak saja entah siang atau malam, biara Dominikan di Rieti selalu ramai dikunjungi. Orang berbondong-bondong meminta doa dan menjamah jumbai jubah biaranya. Kata-kata Allah penuh kuasa diturunkan ke dalam mulutnya. Lewat sapaannya, banyak orang menemukan kedamaian.
Tahun 1488, rahmat Allah membawa Columba ke Perugia. Setelah dikenal banyak orang, ia merasa bahwa keramaian bukanlah dunianya. Untuk itu, di tempat kedua ini, ia ingin mencari keheningan. Komunitas ini dirawat dengan penuh kasih dengan memperhatikan kearifan habit ordo. Rakyat Perugia juga menerimanya dengan tangan terbuka, bahkan menganggapnya orang kudus.
Di Perugia, tangan Allah bekerja. Ketika wabah penyakit menghampiri kota itu, Columba lalu menyeruhkan dan meminta kepada warganya agar kota ini mendedikasikan hidupnya kepada St. Dominikus. Alhasil wabah itu mereda, dan warga kembali bersukacita.
Ketenaran dan kekudusan telah melekat pada diri Columba. Di balik ketenaran itu, rupanya Allah menangkan sesuatu yang “jahat” di hati Columba. Ia mencobai Columba dengan peristiwa yang menggemparkan rakyat Perugia. Tahun 1495, Paus Alexander VI meminta Columba agar diperiksa terkait rumor dan fitnah jahat yang beredar. Ia dikatakan sebagai penipu dan ahli sihir yang mengatasnamakan Allah.
Paus langsung datang dan ingin memeriksa hidup rohani Columba. Ketika sampai di biara Perugia, Columba menyentuh ujung jubah Paus, dan berikutnya Paus seakan mengalami ekstase. Dalam penglihatan itu, seakan Columba menceritakan semua dosa-dosa kemanusiaan Paus sendiri. Sejak itu, Paus mengeluarkan persetujuan resmi mengakui kehadiran biara barunya dan pribadi Columba.
Setelah persetujuan itu, Takhta Suci makin membutuhkan dirinya. Ia beberapakali diminta menafsirkan penglihatan dan stigmata yang dialami oleh beberapa orang kudus termasuk Beata Lucia dari Narnia. Ia menyatakan kebenaran yang sesungguhnya terjadi.
Paus Alexander benar-benar mengakui kehidupan rohani wanita desa ini. Hidup Columba bukanlah hidup yang berkilau. Ia adalah permata yang diasah dengan hidup rohani yang kuat. Kritik pedas, kecurigaan, kesakitan fisik, dan gangguan ragawi lainnya tak membatasi cintanya kepada Allah.
Kekudusan Columba terus bertahan hingga mau menjemputnya pada 20 Mei 1501. Kematiannya juga diawali dengan perjumpaannya dengan St. Dominikus. Columba telah mempersiapkan kematiannya dengan sangat baik. Ia meminta agar kematiannya ini menjadi silih bagi jiwa-jiwa yang terkungkung karena ilmu-ilmu sihir. Ia meninggal dalam sukacita para malaikat diiringi sangkakala. Setelah raganya bertemu Allah, ia menampakan diri beberapakali kepada saudari rohaninya Beata Osanna dari Mantua.
Columba dibeatifikasi pada 25 Februari 1625 oleh Paus Urbanus VIII. Beatifikasi ini dihadiri oleh para pengikutnya. Ia juga dikenang sebagai pelindung Kota Perugia.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP No.08, 23 Februari 2020