HIDUPKATOLIK.com – Temu Karya Komisi Kateketik (Komkat) Regio Jawa 2020 bukanlah sekadar pertemuan rutinitas namun berusaha merumuskan sesuatu yang kontekstual.
“Tuhan tidak pernah sepakat kita sama. Perbedaan adalah keniscayaan”. Kalimat tersebut sontak membuat para peserta Temu Karya Komkat Regio Jawa 2020 berdiam sejenak. Dengan melontarkan kalimat tersebut, Ketua Umum Generasi Muda Konghucu Indonesia, Kristan mengingatkan, pluralisme sudah lekat dengan Indonesia. Dalam konteks ini, Gereja Katolik di Indonesia pun mengajarakan nilai-nilai ini kepada umat.
Berbicara atas nama umat Konghucu, Kristan menyampaikan, seorang rohaniwan yang sejati, harus dapat menerima dari pihak lain. Rohaniwan harus bisa memilah sudut padat yang keliru. Demikian disampaikan Kristan dalam kegiatan di
Pusat Pastoral (Puspas) Samadi, Klender, Jakarta Timur, 11-14/2/2020 itu.
Peneliti Senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ahmad Najib Burhani turut mengingatkan untuk waspada pada ajaran kebencian dari pihak-pihak tertentu, kepada golongan atau agama lain, dengan tujuan memecah belah bangsa. Ujaran kebencian, menurutnya banyak dihembuskan dan memenuhi sosial media. “Sesungguhnya, kecintaan pada bangsa adalah bagian perwujudan keimanan. Ini sebuah janji yang dilaksankan oleh setiap warga negara,” ungkapnya.
Katekese Pancasila
Pengamalan Pancasila juga menjadi perhatian dalam pertemuan ini. Dalam hal ini, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo menyampaikan “katekese Pancasila” yang selama ini terintegrasi dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Di hadapan perwakilan dari tujuh keuskupan Regio jawa, Kardinal Suharyo memaparkan, bagaimana KAJ mengamalkan Pancasila dalam Ardas yang sudah dilaksakan selama lima tahun terakhir. “Hal ini saya wujudkan karena kita sebagai umat Katolik, sebagai warga negara, sering kali lupa soal sejarah. Sekarang ini, seolah-olah, membahas mengenai Pancasila adalah alergi,” tegasnya.
Baginya, umat perlu merawat ingatan bersama
mengenai nilai-nilai kebangsaan. Contoh yang sudah Kardinal Suharyo lakukan adalah mulai
menyisipkan lagu kebangsaan, setiap kali memberikan kata sambutan. Ia menuturkan, ada
beberapa tahap berkatekse. Dengan melihat sebuah ideologi, katekis dapat mengembangkannya menjadi gagasan bahkan menjadi suatu gerakan.
Salah seorang peserta, katekis dari Paroki Aloysius Gonzaga, Keuskupan Surabaya, Yovita Citra Krismawati mengungkapkan, dalam pertemuan kali ini, ia menyadari, Gereja sudah mau mulai menghayati nilai kebangsaan. Harapannya, ini dapat menular ke saudara non Kritiani yang lain. “Kekayaan ini bisa kita ambil dan dibagikan. Tentu di Keuskupan Surabaya sendiri juga sekarang sedang menerapkan patoral yang
kembali ke lingkungan. Artinya, berusaha menjadi warga lingkungan, bukan hanya warga Gereja,” ujar Citra.
Berangkat dari pertemuan ini, Ketua Komkat Purwokerto Romo Sulpicius Parjono ingin merumuskan suatu gagasan. Di Keuskupan Purwokerto, tahun ini mulai mendalami sila pertama. Komisinya akan bekerjasama dengan
komisi-komisi lainnya untuk mewujudkannya nilai-nilai di dalamnya. “Sejauh yang disampaikan juga oleh Kardinal, saya terinspirasi bagaimana tahap berkatekse. Bagaimana diterjemahkan di setiap modul pendalaman iman, kemudian tindak lanjut
konkret,” jelasnya.
Sebagai tuan rumah, Ketua Komkat KAJ, Romo
Victorius Rudy Hartono mengungkapkan, pertemuan ini tidak hanya diskusi tetapi dalam kebersamaan merumuskan dalam bahasa kekinian.
Karina Chrisyantia
HIDUP NO.08 2020, 23 Februari 2020