HIDUPKATOLIK.com – Sikap intoleransi dan radikalisme tidak boleh dibiarkan, tapi juga tidak perlu dilawan dengan kekerasan. Sikap seperti itu perlu diluruskan, radikalisme harus dilawan dengan kasih. Demikian disampaikan Lestanta Budiman dari Pusat Studi Pancasila Universitas Pembangunan Nasional (PSP-UPN) Veteran Yogyakarta pada diskusi panel Umat Kevikepan DIY di Wisma Rosari kompleks Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran, Yogyakarta, Minggu, 2/2/2020.
Lestanta menyinggung peristiwa yang meresahkan orangtua siswa di salah satu SD Negeri di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Di sekolah itu pembina pramuka mengajak para siswa di sekolah itu meneriakkan yel-yel, “Islam Islam Yes, Kafir Kafir No”. Menurut Lestanta, yel-yel Islam itu bagus. Masalahnya, ini mengarah ke salah satu agama. “Itu bisa menimbulkan intoleransi. Ngajarkan pada anak seperti itu tujuannya apa?” tanyanya heran.
Lestana juga merasa resah dengan kejahatan jalanan yang dilakukan remaja di Yogyakarta atau
dikenal dengan “klitih”. Ia menyebutkan. Tindakan ini juga tergolong radikal karena menyerang orang lain tanpa sebab. “Respons aparat sering lambat ketika dilapori,” sebut Lestanta.
Diskusi mengusung tema “Radikalisme Musuh Kita Bersama” diselenggarakan Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaaan (KPKC), Komisi Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan (PK3), dan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Kevikepan DIY. Diskusi juga menghadirkan pembicara Direktur Binmas Polda DIY Kombes (Pol), Rudi Heru Susanto, dan Ketua Komisi HAK Kevikepan DIY, Pastor Martinus Joko Lelono. Tampak hadir mengikuti acara Vikaris Episkopal DIY, Pastor Adrianus Maradiyo, Pastor Paroki Pugeran, Paulus Supriyo, dan anggota DPR RI, My Esti Wijayati serta sejumlah anggota DPRD Yogyakarta.
H. Bambang S (Yogyakarta)
HIDUP NO.07 2020, 16 Februari 2020