HIDUPKATOLIK.com – Umat Kristen dianiaya tidak seperti sebelumnya dalam sejarah. Hari Kebebasan Beragama adalah waktu yang tepat untuk menyoroti penderitaan mereka.
Setiap tahun sejak 1996, Presiden Amerika Serikat mendeklarasikan 16 Januari sebagai Hari Kebebasan Beragama. Kebebasan beragama adalah hak asasi manusia (HAM) yang fundamental. Hal ini jelas tertulis dalam Deklarasi
Universal HAM dan diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Namun faktanya, hampir sepanjang tahun di seluruh dunia terdapat pelanggaran pada kebebasan beragama. Bahkan, pelakunya kadang
adalah pemerintah atau kelompok dalam suatu
negara, yang memandang HAM kebebasan beragama bukanlah suatu hak manusia yang hakiki. Maka, sangatlah relevan jika Hari Kebebasan Beragama tetap dirayakan mengingat, tindak kekerasan akibat intoleransi agama masih ada dan cenderung meningkat. Tujuan peringatan ini tidak lain sebagai upaya untuk melindungi dan
mempromosikan kebebasan beragama di seluruh dunia.
Uskup Brooklyn, Mgr. Nicholas DiMarzio menyayangkan, bahwa beberapa negara menafsirkan kebebasan beragama sebagai kebebasan untuk beribadah di dalam gereja, kuil, sinagoga atau masjid. Menurutnya, kebebasan
beragama melampaui itu semua. Seperti diberitakan The Tablet, (15/1), ia mengacu pada salah satu dokumen Konsili Vatikan II, “Dignitatis
Humane”. Dokumen ini membela kebebasan beragama berdasarkan ajaran Gereja tentang martabat manusia.
Mgr. Nicholas menjelaskan, kebebasan beragama adalah landasan masyarakat yang mempromosikan martabat manusia. Hal itu adalah hak asasi manusia yang mendasar karena kewajiban bagi semua orang untuk mencari kebenaran tentang Tuhan. Mgr. Nicholas pun kian keras menekankan adalah kewajiban setiap orang Kristen Amerika untuk memperjuangkan kebebasan.
Dalam kesempatan yang sama, Joop Koopman dari Lembaga Bantuan Kepausan “Aid to the Church in Need” (ACN) mencatat keputusan untuk percaya kepada Tuhan telah menelan korban sebanyak 11 orang Kristen setiap hari. Joop melanjutkan, ACN mencatat ada sekitar 300 juta pengikut Kristus hidup di bawah bentuk pembatasan kebebasan beragama: baik penganiayaan langsung dan kekerasan, pelecehan,
diskriminasi, dan sebagainya. Tercatat jutaan lainnya yang percaya kepada Tuhan hidup di bawah palu penindasan. “Sejauh ini, orang Kristen
adalah kelompok yang paling teraniaya,” ungkapnya.
Joop pun menegaskan kembali agar umat Kristen
tidak pernah lengah. Jangan anggap remeh kasus
pelanggaran HAM beragama. “Berdoalah untuk saudara-saudarimu di semua tempat di mana pergi ke gereja dapat membuatmu terbunuh,” tandasnya.
Ketua Komite Konferensi Kebebasan Beragama Katolik Amerika Serikat, Mgr. George Murry berpendapat, agama masih menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat. “Budaya kebebasan beragama terdiri dari penghormatan
terhadap martabat orang lain karena mereka berusaha untuk hidup sesuai dengan kebenaran Tuhan. Semua orang dapat berkembang dalam budaya seperti itu,” ujarnya .
Hari Kebebasan Beragama ini juga dimeriahkan oleh Parade Kebebasan Beragama oleh Komunitas Knight of Columbus (KoC). Salah satunya, para anggota KoC dari berbagai paroki di daerah Virginia. Mereka berbaris dari tempat parkir Fredericksburg Virginia Railway Express menuju Washington Avenue untuk merayakan peringatan
243 tahun Thomas Jefferson tentang Statuta Virginia untuk Kebebasan Beragama Virginia.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.04 2020, 26 Januari 2020