HIDUPKATOLIK.com – Komunitas ini menyatukan umat beriman yang memiliki panggilan bersama untuk mengupayakan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara mereka, kekudusan dicapai melalui adorasi, amal kasih, dan evangelisasi.
Pakaian lusuh berwarna gelap membalut tubuh seorang pria ringkih. Sekilas terlihat, sekujur tubuhnya hanya kulit berbalut tulang. Ia berjalan mengendap-endap menuju sudut sebuah ruangan. Saat di dalam, ia langsung duduk di barisan paling belakang. Sebisa mungkin, ia tidak ingin menarik perhatian orang lain.
Selang beberapa waktu, setiap orang di ruangan itu pergi menyapa dan menyalami pria tua itu dan membawanya untuk duduk di bangku paling depan. Seseorang yang menyaksikan pemandangan itu terkagum karena belum pernah melihat penyambutan begitu hangat kepada seorang miskin. Ia terhenyak, ketika tahu pria papa itu adalah pendiri Komunitas Emmanuel. Komunitas yang sedang ia kunjungi.
Hati yang Berbuah
Pierre Goursat, pendiri komunitas itu merupakan anomali dari pemimpin kebanyakan. Sejak dulu ia dikenal tidak suka terlalu mendapat sorotan. Pierre memiliki sejarah tuberkulosis di masa muda. Namun penyakitnya itu membawa ia kepada pembaharuan hidup bersama Kristus dan membantu orang lain di seluruh dunia, untuk kembali mengejar kekudusan dan berhenti menjadi seorang Katolik yang suam-suam kuku.
Dikisahkan pada suatu hari, ketika ia menderita sakit tuberkulosis di Sanatorium Plateau d’Assy, Prancis saat berumur 19 tahun, Pierre merasakan kehadiran adiknya Bernard yang telah meninggal. Seolah-olah, Bernard berkata kepadanya, “Kamu tidak lagi memikirkan aku, itu karena kamu penuh dengan kesombongan.”
Sontak Pierre turun dari kasurnya dan berlutut untuk berdoa. Ia tetap berlutut di kaki tempat tidurnya, sampai selesai berdoa. Ketika ia bangkit berdiri, ia bukan lagi Pierre yang sama. Hatinya telah diubah.
Seorang imam yang dirawat di sanatorium pun membantunya menemukan Gereja. Sejak saat itu, Pierre jatuh hati kepada Kristus dan mempelai-Nya (Gereja). Ketika kembali ke Paris, Pierre bertemu dengann sepupunya yang adalah seorang imam. Sepupunya, Pastor Jacques Goursat, menghubungkannya dengan Pastor Henri Caffarel, pendiri Tim Our Lady. Pastor Caffarel pun menemani Pierre selama masa pengamatannya. Ia memberi sedikit tekanan pada Pierre untuk menjadi seorang imam, tetapi Pierre tidak merasa itu untuknya.
Selama masa Perang Dunia Kedua, Pierre berada dekat dengan Kardinal Emmanuel Suhard, Uskup Agung Paris, yang adalah bapa spiritualnya. Dia mengerti, bahwa Pierre tidak dipanggil untuk menjadi imam, dan dia membenarkan panggilan Pierre untuk hidup sebagai penyembah Kristus, dalam laku hening adorasi di dunia.
Dari pertobatan Pierre mengalir rahmat kepada dunia melalui Komunitas Emmanuel hingga sampai ke Indonesia. Pierre bersama Martine Laffitte-Catta mendirikan komunitas ini di Paris pada tahun 1972. Komunitas ini hidup dnegan semangat “Berada di dunia, namun tidak berasal dari dunia” (Yoh 17:14-18).
Tiga Karunia
Komunitas Emmanuel adalah Komunitas Katolik Awam Internasional yang menyatukan umat beriman dengan berbagai macam panggilan. Komunitas ini secara resmi diakui oleh Takhta Suci pada tanggal 8 Desember 1992 sebagai sebuah “Perkumpulan Kaum Beriman Internasional” (Universal Association of the Faithful). Di tahun 1998, statuta Komunitas Emmanuel secara resmi disetujui oleh Komisi Kerasulan Awam Kepausan. Pada 20 Juni 2009, Komunitas Emmanuel secara resmi dinyatakan sebagai “International Public Association of the Faithful” oleh Vatikan. Sampai saat ini, terdapat lebih dari sembilan ribu anggota komunitas yang tersebar di 57 negara di dunia. Termasuk di dalamnya 223 imam, 115 seminaris, dan 180 selibat awam.
Komunitas Emmanuel bertujuan membangun hidup bersama untuk mengupayakan kekudusan, dan berkomitmen secara aktif menghayati iman dalam kehidupan sehari-hari melalui adorasi, amal kasih, dan evangelisasi. Mereka berdevosi khusus kepada Hati Kudus Yesus.
Melalui komitmen untuk Ekaristi dan adorasi setiap hari, saudara-saudari di komunitas dapat merenungkan dan berupaya meniru hati Tuhan Yesus Kristus yang sarat belas kasih. Karenanya, belas kasihan Tuhan secara alami menuntun pada keinginan untuk mewartakan Kabar Gembira, kepada orang-orang di sekitar dan semua yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Semua ini demi satu misinya, yakni agar semua orang mengenal pribadi Yesus Kristus secara utuh. Dengan demikian arah hidupnya memenuhi panggilan seperti yang dilakukan oleh jemaat perdana yang “sehati dan sejiwa” (Kis 4:32).
Di Indonesia Komunitas Emmanuel hadir sejak 1996. Saat ini telah berkembang di Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, Purwokerto, dan Manado. Visi komunitas ini adalah menjawab kebutuhan Gereja lokal dan membawa orang-orang lebih mengenal iman Katolik mereka.
Bernadeth Margritta, tim sektor Komunitas Emmanuel Jakarta, menjabarkan kesatuan itu diekspresikan dalam kehidupan persaudaraan melalui pertemuan mingguan yang dikenal sebagai “maisonnée”. Selain itu mereka juga mengadakan pertemuan bulanan dan pertemuan nasional. Pertemuan ini memungkinkan para anggota untuk berkumpul bersama, memuji dan menyembah Tuhan. Para anggota juga mendapat pengajaran agar lebih dalam menyelami ajaran iman.
Setiap Kamis pertama dalam bulan, di Paroki Bunda Hati Kudus, Kemakmuran, Komunitas Emmanuel rutin mengadakan adorasi jam suci untuk menggantikan waktu yang “dihilangkan” para murid Yesus. Saat ini mengacu pada kisah dalam Kitab Suci ketika Yesus meminta para murid untuk berjaga-jaga di Taman Getsemani, namun mereka malah tertidur.
Adrianus Rio, yang mengenal Komunitas Emmanuel melalui acara Youth Forum Emmanuel di Surabaya pada tahun 2011, mengaku pengajaran dari komunitas ini membuatnya semakin yakin dengan penyelenggaraan Tuhan. Lewat pengajaran tentang iman, kisah dari anggota komunitas, dan sharing group setiap minggu, membantunya untuk berefleksi akan kehidupannya. Ia bangga menjadi seorang Katolik, karena ia menemukan keteguhan dan kebenaran, untuk mendekat pada Kristus. Bukan hanya beriman dengan perasaan.
Patricia Y Devinna juga memiliki pengalaman serupa. Ia mengenal komunitas pada tahun 2013, saat mengikuti Retret Triduum yang dilakukan setiap tahun. Semula, ia dikenalkan oleh adiknya Nickodemus Richard Rinaldi. Untuk pertama kalinya, ia merayakan paskah dengan cara yang berbeda. Hatinya yang semula kering disegarkan kembali untuk semakin berakar dalam Kristus. “Saya tersentuh sekali dengan adorasi yang menjadi salah satu karisma komunitas dan ada pastor komunitas yang bisa diajak berdiskusi tentang pergumulan hidup saya. Jujur saja sebelumnya saya ga pernah tahu adorasi itu apa dan ngapain,” akunya.
Sekolah Misi
Nicko begitu akrab disapa, kian terpanggil untuk mengikuti program Emmanuel School of Mission (ESM) setelah bergabung dengan Komunitas Emmanuel sejak 2009 silam. ESM adalah karya Apostolik Komunitas Emmanuel untuk kaum muda yang terdapat di lima kota di dunia: Paray le-Monial (Prancis), Altötting (Jerman), Roma (Italia), Manila (Filipina), Salvador (Brasil), Bafoussam (Kamerun), dan New York (Amerika Serikat). Ia mengikuti ESM di Altötting. Di tempat ini penginjilannya memiliki ciiri khas yaitu melalui musik. “Saya merasa musik adalah salah satu sarana penginjilan yang cocok untuk kaum muda. Gereja Katolik Indonesia masih jarang memanfaatkan hal itu,” ujarnya.
Selama sembilan bulan, Nicko dididik untuk memiliki militansi seorang prajurit Kristus, bersama saudara lintas negara lainnya. Ia mendapatkan pengajaran iman Katolik yang materinya diakui oleh Universitas Pontifikal Lateran Roma. Lulusan Teknik Mesin Institut Teknik Bandung (ITB) ini berkisah, bagaimana ia akhirnya menyadari Kitab Suci sebagai firman Allah yang hidup hingga mendorongnya untuk mencintai Kitab Suci.
Kesadaran ini, Nicko dapat semasa mengikuti kegiatan retret hening Lectio Divina di ESM. Baginya, ESM mengajarkan, bahwa apapun bentuk pekerjaan yang dilakukan seseorang, itu baik dan menjadi bentuk pelayanan dan karya perutusan Tuhan.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.49 2019, 8 Desember 2019