HIDUPKATOLIK.com – Berasal dari keluarga sederhana, Angelo tak tinggal diam. Sejak kecil ia berusaha keras memperjuangkan cita-citanya, hingga kini duduk di kursi DPD-RI.
Potret Angelius Wake Kako pada hari pelantikannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah, Oktober lalu, menarik perhatian dari seluruh penjuru Nusantara. Diapit kedua orangtuanya yang mengenakan pakaian khas Ende Lio, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Angelo tersenyum di depan gedung kura-kura, Senayan, Jakarta.
Angelo, demikian ia disapa, berhasil lolos ke parlemen mewakili tanah kelahirannya. Sebelum memulai pencalonan dan perjuangannya dalam pencalonan, ia mengakui terlebih dahulu meminta restu dan dukungan kedua orangtua. Ia berkeyakinan, anak yang membahagiakan orangtua, berarti membuka jalan keberhasilannya. Maka dengan bangga, ia membawa serta kedua orangtuanya untuk hadir pada hari sakral itu.
Tidak Asing
Nama Angelo tak asing di lingkungan kerasulan awam. Bungsu sembilan bersaudara ini pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Lahir dari keluarga sederhana tak membuat Angelo patah semangat untuk maju. Ia justru dipacu untuk berusaha lebih keras.
Angelo pindah dari Ende ke Maumere saat masih bersekolah di bangku SMP. Saat itu, ia menjajakan koran keliling kota setiap pulang sekolah. Begitu pula saat mengenyam pendidikan SMA di Ende, ia harus pandai mengatur waktu belajarnya. Sebab sepulang sekolah, ia harus beralih menjadi kondektur angkutan kota. Di usianya yang masih tergolong anak-anak, ia sempat menjadi buruh komoditi mete. Hasil keringatnya, ia pergunakan untuk mengkredit sepeda motor, demi melakoni pekerjaan sebagai tukang ojek sambil menjadi mahasiswa.
Di sela kesibukannya kuliah dan ngojek, Angelo juga menangkap peluang lain menjadi distributor barang-barang rohani dari Penerbit Nusa Indah Ende milik Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD).
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatannya mengecap perkuliahan, Angelo pun turut bergabung dalam organisasi mahasiswa intra maupun ekstra, antara lain PMKRI. Rupanya organisasi ini amat mempengaruhinya. “Berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai Kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati; kalimat ini luar biasa bagi saya,” ujar Angelo mengutip misi PMKRI. Ia kemudian terpilih sebagai Ketua Presidium PMKRI Cabang Ende.
Lulus sarjana, Angelo tetap tak beranjak dari almamaternya. Ia mengabdi sebagai dosen muda. Ia mengungkapkan, menjadi dosen adalah pencapaian luar biasa dalam keluarganya. Namun, lika-liku perjalanan hidupnya menuntunnya untuk mencari sesuatu yang lebih. Ia pun meniggalkan kehidupannya di Kota Pancasila dan bertolak menuju Ibu Kota Jakarta menjadi Pengurus Pusat PMKRI. Tak banyak uang yang ia bawa saat itu. “Modal yang saya bawa saat itu adalah hasil urunan para pastor,” kenangnya.
Penuh Sensasi
Sebagai aktivis PMKRI di Jakarta, Angelo tetap harus berusaha untuk tetap memiliki pemasukan untuk membiayai hidupnya. Ia menawarkan diri menjadi guru les bagi umat di Paroki St. Theresia Menteng, Jakarta Pusat. Angelo juga bermimpi untuk melanjutkan pendidikannya, dan bukan Angelo namanya bila berlindung dalam zona nyaman. Ia mencoba peluang beasiswa Pascasarjana dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Berkat kerja keras, ia berhasil lolos di Jurusan Kajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia. Berkat kegigihan dan semangatnya, seorang alumnus PMKRI, menawarkan Angelo membuka usaha bimbingan belajar di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Belajar sambil bekerja memang bukan hal baru bagi Angelo. Menjalani hari yang sibuk sudah ia kecap sejak masih bocah. Maka sembari kuliah, menjalani usaha bimbingan belajarnya, ia tak ragu memutuskan maju dalam pemilihan Ketua PP PMKRI periode 2016-2018. Tak diragukan, ia terpilih memimpin organisasi yang berdiri sejak 1947 ini di tingkat nasional.
Sosok Angelo rupanya penuh sensasi. Akhir 2016, anak kampung ini membuat geger saat ia melaporkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya Jakarta atas dugaan pelecehan agama melalui ceramah di kawasan Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, 25 Desember 2016. Saat itu, nama FPI sedang melambung di udara.
Namun, tak ada ketakutan bagi sang ketum. Ia berkeyakinan, tidak boleh ada kelompok di negara ini yang bisa seenaknya menghina keyakinan kelompok lain, sekecil apapun kelompok tersebut. “Sejak kecil saya tidak pernah hidup sebagai minoritas. Maka tak ada mental minoritas yang membuat saya takut untuk melapor,” tuturnya.
Peduli HAM
Kasus-kasus HAM dan kinerja pemerintah kerap menjadi sorotan Angelo saat memimpin PMKRI. Ia juga membangun soliditas dengan berbagai pihak. Salah satu buah kerjasama dari jejaring yang ia rawat ini adalah saat ia menggandeng International Movement of Catholic Students (IMCS). Hasilnya, PMKRI bersama dengan IMCS berhasil membuat berbagai kegiatan sosial. Kerja sama ini juga terwujud dalam pembangunan musala di Desa Manulondo, Ende; renovasi SMK St. Vincensius milik Keuskupan Agung Ende; serta sumbangan pipa air di Detusoko Barat dan Nita, Kabupaten Sikka. Itu baru sebagian, masih ada beberapa yang lain.
Sebelum menyerahkan estafet kepemimpinan PP PMKRI, Angelo kembali menyerap perhatian publik. Bocah yang dulu menjajakan koran di bawah teriknya matahari Maumere ini menggandeng Presiden Joko Widodo ke Kongres dan Majelis Permusyawaratan Anggota PMKRI Se-Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan. Peristiwa ini menjadi sejarah di mana untuk pertama kalinya kegiatan ormas Katolik dibuka oleh presiden.
Bersama teman-temannya sesama ketua umum organisasi mahasiswa tingkat nasional, dan dengan bantuan para senior, Angelo mendirikan PT Sabang Merauke Berdikari, yang bergerak di bidang perdagangan. Kesadaran akan pentingnya berwirausaha mendoromg mereka berkontribusi demi kemajuan bangsa melalui cara ini. Kini, mereka juga menekuni usaha dan kembali mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang general kontraktor. Ia juga mendapat kepercayaan menjadi staf ahli dari Ketua DPD RI kala itu, Oesman Sapta Odang.
Lika-liku pengalaman dan pencapaiannya, membuat Angelo semakin ingin berkontribusi bagi tanah kelahirannya yang ia katakan sebagai “kaum tertindas” dengan maju dalam pemilu terakhir melalui jalur independen. Maju ke parlemen adalah jalan yang ia ambil untuk bersuara. “Selama ini sebagai aktivis bersuara dari luar sering tidak didengar,” ujarnya.
Kini melalui parlemen, Angelo berharap mampu membawa NTT bergerak dari keterbelakangan dan ketertinggalan. Sebagai putra daerah, ia selalu menyampaikan kepada sesama pemuda motor penggerak bangsa dari NTT untuk tidak boleh merasa kecil.
Angelius Wake Kako
Tempat/Tanggal Lahir : Woloora, Nangaba, Ende, Flores, NTT 22 Januari 1990
Ayah : Aloysius Waka
Ibu : Katarina Seku
Pendidikan :
– SD Katolik Woloara lulus 2001
– SMP Negeri 1 Maumere
– SMA Negeri 1 Ende
– Sarjana Pendidikan Matematika, Universitas Flores, Ende
– Pascasarjana Studi Kajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia
Hermina Wulohering
HIDUP NO.48 2019, 1 Desember 2019