HIDUPKATOLIK.con – Pelbagai macam langkah ditempuh agar nilai-nilai dasar tak sekadar diucapkan tapi diresapkan dalam kehidupan nyata di dalam dan luar kampus.
Spiritualitas dan Nilai-nilai Dasar Unpar (SINDU) bersumber dari cita-cita dua tokoh pendirinya,
masing-masing Mgr. N.J.C. Geise, OFM dan Mgr. P.M. Arntz, OSC berupa tiga pilar Unpar, yaitu kepedulian Gereja Katolik Jawa Barat (Keuskupan Bogor dan Bandung) akan pendidikan tinggi di Jawa Barat dan Indonesia, semangat kebangsaan
non partisan dan semangat Katolisitas mewujudkan cinta kasih dan bela rasa dalam karya pendidikan tinggi.
Selain itu, tiga magisterium Gereja memperkaya spiritualitas Katolik Unpar: Ex Carde Ecclesiae, Caritas in Veritate, dan Fides et Ratio. Bagian lain yang penting diambil dari kebajikan/falsafah Sunda: Niat/Tekat (suara hati), Ucap (pikiran, tutur
kata, tata krama), dan Lampah (tenaga, kekuatan, kekuasaan, pengabdian). Tiga nilai dasar dirumuskan dalam humanum religiosum (kemanusiaan utuh), caritas in veritate (cinta kasih dalam kebenaran), dan bhinneka tunggal ika (hidup dalam keberagaman).
Rektor Universitas Parahyangan Bandung, Mangadar Situmorang mengatakan kata-kata humanum dan toleran bukan sekadar guyub, harmonis, rukun, tidak terasing, dan tidak tersakiti. Unpar terlihat guyub, tetapi tidak maju, apa gunanya? Hal itu sudah bagus, tetapi tidak cukup!
Orang menilai di satu fakultas tertentu, semua dosen dan mahasiswa begitu dekat dan akrab. Bahkan mahasiswa memanggil dosennya dengan panggilan seperti abang, mas, mbak. Akan tetapi
penelitiannya tidak ada. Tentunya bukan hal demikian. Sekali lagi, SINDU menjadi inspirasi untuk maju, bukan untuk sekadar guyub. SINDU menjadi motivating force (Kekuatan Motivasi). Unpar maju karena SINDU. Bukan Unpar yang adem ayem, tenang, tidak ada gejolak, tidak ada konflik antara yayasan dan rektorat, rektor dengan
para dekan. Semua perkembangan di fakultas, program studi, dosen yang hebat, mahasiswa yang berprestasi, semua itu karena ada SINDU. SINDU menjadi pendorong ke arah kemajuan untuk semakin progresif, maju, dan berkualitas.
Pendidikan Karakter
Sementara itu Wilfridus Demetrius Siga dan Yusuf Siswantara dari Lembaga Pengembangan Humaniora (LPH, lembaga pengembangan pendidikan karakter di lingkungan Unpar yang bersinergi dengan mata kuliah dasar umum. Kegiatan yang ditawarkan berupa gladi dan konseling) mengemukakan, ada tiga tema yang
ditawarkan untuk setiap gladi: humanisasi (Etika dan Pancasila), hominisasi (Logika, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia), divinisasi (Pendidikan Agama Katolik, Fenomenologi, Estetika). Ketiga tema tersebut perlu dipahami bukan sebuah tahapan, melainkan sebuah siklus. Dalam pemahaman ini, diri (pribadi) semakin
diperkuat, hubungan sosial dan ekologi dipererat, selanjutnya relasi dengan Tuhan diperdalam (bukan dogmatik, melainkan spiritualitas).
Bentuk-bentuk kegiatan yang ditawarkan berupa kegiatan di luar kelas seperti studi ekskursi sosial (exposure), live-in di daerah tertentu (Pangalengan,
Ciwidey, dan Subang), napak tilas sejarah (kunjungan makam Tjoet Nyak Dien di Sumedang, kunjungan penjara Banceuy), kunjungan peninggalan budaya (Gunung Padang, Seren Taun Kuningan, Gambung, Raja Galuh Tasikmalaya), gladi kebangsaan (kunjungan tempat bersejarah, seminar atau diskusi isu kekinian di masyarakat,
misalnya: radikalisme), kunjungan ekologi ke Tahura (Taman Hutan Raya H. Juanda – Dago). Dalam sebulan, LPH menyelenggarakan gladi sebanyak dua hingga tiga kali, dengan durasi kegiatan selama satu hingga tiga hari sesuai tema
yang dipilih mahasiswa.
Mahasiswa yang mengikuti gladi memperoleh SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah). Beberapa mata kuliah menempatkan salah satu kegiatan di atas sebagai nilai tugas dan mahasiswa pun memperoleh SKPI. Semua mahasiswa Unpar minimal mengikuti salah satu gladi yang ditawarkan. Hingga saat ini, penilaian
kegiatan belum dimasukkan dalam SKS, berhubung jumlah SKS yang sudah terlalu
banyak.
F.X Bambang Subowo dari P3M mengatakan, pada awalnya LPH merupakan lembaga pengembangan insani berupa gladi, konseling serta P3M (Program Pendidikan Pemberdayaan Masyarakat). Saat berita ini diturunkan, LPH berkembang dengan dibentuknya satu unit baru: on going formation. P3M mirip dengan program kuliah kerja nyata (KKN) di kampus lain. Beberapa waktu lalu, P3M menjadi unit tersendiri yang fokus pada pendidikan (masuk dalam mata kuliah) serta menjadi pengelola mata kuliah tersebut. P3M melayani daerah Sumedang dan Garut. Berdasarkan evaluasi program ini tahun lalu, para mahasiswa merasakan
manfaat positif kegiatan P3M. Waktu tiga pekan dirasakan masih kurang lama, karena mahasiswa belum mendatangi semua unsur masyarakat. P3M ini diharapkan dapat menggali, menemukan dan mengembangkan potensi lokal secara komprehensif dan berkelanjutan.
Kepedulian pada Lingkungan
Meskipun memiliki keunggulan, Mangadar masih melihat beberapa aspek yang perlu diupayakan dan ditingkatkan terkait penanaman nilai dan karakter. Ia melihat bahwa Unpar perlu meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dengan titik tolak pengalaman mereka sehari-hari.
Selain itu, Unpar perlu ramah terhadap kaum difabel melalui pengadaan fasilitas yang mendukung. Kompetensi Teknologi Informasi (IT), dan kewirausahaan. Dalam hal IT, mahasiswa masih jauh mengalami digital society dan karakter kewirausahaan mahasiswa membutuhkan ruang-ruang berinovasi dan berkreasi.
“Kami berhasil dan terus mempertahankan itu dari sisi toleran dan nasionalisme. Namun, kami menyadari bahwa kami perlu meningkatkan literasi
teknologi, kewirausahaan, dan kemampuan
berkomunikasi”, ungkapnya. Dalam hal ini, pengetahuan dan kompetensi “saling bekerja sama”, membangun kompetensi untuk memaknai pengetahuan”.
Edy Suryatno
HIDUP NO.02 2020, 12 Januari 2020