HIDUPKATOLIK.com – Saat mulai panggilannya sebagai Jesuit, Kardinal Darmaatmadja mengawalinya dari Novisiat Serikat Yesus di Girisonta. Kini setelah ia pensiun, ia pun kembali ke tempat ini.
“In Nomine Jesu”, ‘Dalam Nama Yesus’ begitu semboyan tahbisan yang dipilih Mgr. Julius Riyadi Darmaatmadja SJ saat ditahbiskan menjadi Uskup Agung Semarang, 29 Juni 1983. Sampai kapan pun setiap langkah kaki Kardinal Darmaatmadja akan terjadi dengan semangat ini.
Lahir di Muntilan 20 Desember 1934, putra kelima dari pasangan Joachim Djasman Djajaatmadja dan Maria Siti Soepartimah ini diberi nama Julius Riyadi Darmaatmadja. Riyadi kecil adalah pribadi bersahaja yang menyukai warna biru. Mengapa biru, menurutnya biru adalah warna kedamaian. Riyadi adalah sosok yang penuh ketenangan dan kedamaian, namun suka belajar dan membaca. Kebiasaan ini menjadikannya sebagai sosok yang cerdas.
Riyadi juga tekun menjalankan tugas sebagai Putra Altar di Gereja St Antonius Muntilan, Jawa Tengah. Boleh jadi sejak saat ini, ia telah menancapkan benih panggilan di hatinya.
Lulus dari Sekolah Rakyat, Riyadi memutuskan untuk mengikuti kata hatinya. Ia masuk Seminari Menengah Mertoyudan. Benih panggilan dalam diri Riyadi nyatanya bak emas yang semakin menjadi murni dalam tanur api. Lulus dari Seminari Menengah, ia memutuskan bergabung dengan Serikat Yesus.
Gembala Tanah Jawa
Frater Darmaatmadja ditahbiskan menjadi imam Serikat Yesus pada 18 Desember 1969 oleh Uskup Agung Semarang saat itu Kardinal Justinus Darmojuwono. Beragam tugas pernah ia emban. Luas bidang kerasulannya mungkin tak ada yang menyaingi hingga kini. Setelah ditahbiskan, ia memulai tugas sebagai imam di Paroki Marganingsih Kalasan, Sleman, Yogyakarta tahun 1970.
Selanjutnya, Gereja sepertinya membutuhkan Romo Darmaatmadja untuk tugas yang lebih besar. Dalam perjalanan panggilannya ini, ia pernah menjadi Rektor Seminari Menengah Mertoyudan tahun 1978 sampai 1981. Dalam Serikat Yesus sendiri, ia dipercaya menjadi provinsial dari tahun 1981 sampai 1983.
Takhta Keuskupan Agung Semarang (KAS) lowong setelah Kardinal Justinus Darmojuwono mengundurkan diri pada 3 Juli 1981. Cukup lama penantian umat KAS untuk mendapatkan uskup baru. Takhta Suci akhirnya memilih Romo Darmaatmadja untuk menggebalakan umat Katolik di keuskupan ini. Ia ditahbiskan menjadi Uskup Agung Semarang pada 29 Juni 1983 oleh pendahulunya, Kardinal Justinus Darmojuwono.
Kesederhanaan sebagai seorang Jesuit, sebutan untuk anggota Serikat Yesus, dan latar belakang budaya Jawa yang disandangnya sangat mewarnai corak penggembalaannya. Sekian tahun menggembala di Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Julius Darmaatmadja dilantik oleh Paus Yohanes Paulus II mejadi kardinal dalam sebuah Konsistori pada 26 November 1994. Ia mendapat gelar Kardinal-Imam Santa Cuore di Maria.
Atas kepercayaan ini, Kardinal Darmaatmadja pun berkomentar sederhana. “Tahbisan Gerejani itu hanya ada tiga, yaitu: diakon, imam, dan uskup. Tahbisan yang paling penuh untuk imamat adalah uskup. Kardinal dan Paus itu bukan tahbisan, tetapi fungsi kepemimpinan yang diangkat dengan pelantikan,” ungkap Kardinal Darmaatmaja suatu ketika.
Dengan perkataan ini, barangkali Kardinal Darmaatmadja ingin menunjukkan, bahwa pengangkatan ini bukanlah sebuah kenaikan pangkat. Menjadi seorang kardinal sama dengan uskup-uskup lain, hanya saja tugasnya sedikit bertambah.
Gembala Metropolis
Nyatanya tugas penggembalaan Kardinal Darmaatmadja tidak hanya di Semarang. Ada tempat yang lebih menantang, sekitar 600 kilometer kearah Barat dari Semarang. Setelah sekitar 13 tahun menjadi Uskup Agung Semarang, Kardinal Darmaatmadja ditunjuk Paus Yohanes Paulus II menjadi Uskup Agung Jakarta pada 11 Januari 1996.
Di Ibu Kota Indonesia ini, Kardinal Darmaatmadja menghadapi tantangan yang lebih kompleks. Meski ketika di Semarang, ia juga menghadapi tantangan sekularisme dan modernisme, namun kondisi di Jakarta tetap memiliki corak yang berbeda. Sebagai pusat sebuah negara, Jakarta juga memiliki arti sangat penting bagi perkembangan Gereja Indonesia.
Di tahun-tahun awal penggembalaannya di Jakarta, Indonesia harus melewati masa-masa perubahan besar bangsa. Tahun 1997 Indonesia mulai dihantam krisis moneter, berbarengan dengan jatuhnya ekonomi di negara-negara Asia lain. Kondisi yang secara telak menghancurkan sendi ekonomi pemerintahan Orde Baru.
Akibat krisis ini pemerintahan Orde Baru pun runtuh pada 13 Mei 1998 dengan lengsernya Presiden Soeharto. Pemerintahan yang baru membawa perubahan di seluruh aspek kehidupan yang pengaruhnya terasa hingga kini. Kondisi moneter Indonesia saat itu, tentu juga memaksa Gereja Indonesia mengetatkan ikat pinggang.
Di tengah kondisi ini Kardinal Darmaatmadja memulai masa-masa awal penggembalaannya di Jakarta. Krisis multidimensional yang melanda Indonesia menuntut strategi pastoral yang mampu memberi kelegaan bagi umat.
Konklaf
Sepanjang pengabdiannya sebagai “Pangeran Gereja”, Kardinal Darmaatmadja hanya sekali mengikuti konklaf atau pemilihan Paus baru, yaitu setelah Paus Yohanes Paulus II mangkat pada 2 April 2005. Untuk mengisi Takhta St Petrus yang lowong, Kardinal Darmaatmadja ikut serta dalam konklaf pada 18-19 April 2005. Saat itu kardinal elektor yang berjumlah 117 kardinal berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, untuk memilih Paus yang baru. Saat itu, Uskup Agung Munchen Jerman, Kardinal Joseph Ratzinger terpilih sebagai Paus dan memilih nama Paus Benediktus XVI.
Konklaf selalu memiliki beragam cerita. Hari-hari sekitar konklaf di Roma, awak media dari seluruh dunia berlomba mencari berita yang keluar dari dinding-dinding Kapel Sistina. Sontak, setiap kardinal yang terlihat di sekitar Kota Roma, wartawan-wartawan ini pasti akan mengejar untuk menanyakan siapa kira-kira kardinal yang akan menjadi Paus. “Ketika saya menginap di rumah SJ, pagi-pagi saya pasti berjalan kaki menuju Vatikan memakai mantol brukut (tertutup rapat), supaya pakaian kardinal merah saya tidak kelihatan. Lalu, jalan saja cepat-cepat,” kata Kardinal Darmaatmadja menceritakan pengalamannya mengikuti konklaf.
Sebenarnya Kardinal Darmaatmadja masih memiliki hak untuk mengikuti konklaf pada 12-13 Maret 2013. Namun karena alasan kesehatan, ia memilih untuk tidak ikut serta. Dalam konklaf ini Uskup Agung Buenos Aires dan Uskup Ordinariat Gereja-Gereja Ritus Timur Katolik Argentina, Kardinal Jorge Mario Bergoglio, SJ, terpilih menjadi Uskup Roma. Ia pun mengambil memilih nama Paus Fransiskus.
Senin, 28 Juni 2010 Takhta Suci mengabulkan permohonan pengunduran diri Kardinal Darmaatmadja, sebagai Uskup Agung Jakarta (KAJ). Mgr. Ignatius Suharyo menggantikannya.
Setelah pensiun, Kardinal Darmaatmadja memilih tinggal di Wisma Emmaus, Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah. Di daerah pegunungan sekitar 20 kilometer arah Selatan dari Semarang ini, ia menghabiskan masa purnatugas. Ia tinggal satu atap dengan para Jesuit yang juga sudah purnakarya.
Saat mulai panggilannya sebagai Jesuit, Kardinal Darmaatmadja mengawalinya dari Novisiat Serikat Yesus di Girisonta. Kini setelah ia pensiun, ia pun kembali ke titik awal ini.
Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja SJ
Tempat/Tanggal Lahir : Muntilan, Jawa Tengah, 20 Desember 1934
Novisiat : Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah, 7 September 1957-1959
Yuniorat : Girisonta, 1960-1961
Studi Filsafat : Puna, India, 1962-1964
Tahun Orientasi Kerasulan (TOK) : Seminari Menengah St Petrus Kanisius Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, 1965-1966
Studi Teologi : Kolese St Ignatius Loyola (Kolsani) Yogyakarta, 1967-1969
Tahbisan Imam : 18 Desember 1969 oleh Uskup Agung Semarang, Kardinal Justinus Darmojuwono
Jejak Karya :
• Pastor Paroki Marganingsih Kalasan, Sleman, Yogyakarta : 1970
• Formasi Tersiat di Girisonta: 1972-1973
• Socius Provinsial Serikat Yesus Indonesia : 1974-1977
• Rektor Seminari Menengah St Petrus Kanisius Mertoyudan : 1978-1981
• Provinsial Serikat Yesus Indonesia : 1981-1983
Karya sebagai Uskup :
• Ditunjuk sebagai Uskup Agung Semarang : 19 Februari 1983
• Tahbisan Uskup Agung Semarang : 29 Juni 1983
• (Pentahbis Utama: Uskup Agung Emeritus Semarang, Kardinal Justinus Darmojuwono; Pentahbis Pendamping : Uskup Malang, Mgr. Franciscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta OCarm, dan Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto SJ)
• Diangkat sebagai Vikaris Militer Indonesia : 28 April 1984
• Diangkat sebagai Uskup Militer Indonesia : 21 Juli 1986
Karya sebagai Kardinal :
• Diumumkan pengangkatan sebagai kardinal : 30 Oktober 1994
• Dilantik Kardinal-Imam Sacro Cuore di Maria : 26 November 1994
• Ditunjuk sebagai Uskup Agung Jakarta : 11 Januari 1996
Penghargaan :
Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah Republik Indonesia 2005
Antonius E Sugiyanto
HIDUP NO.46 2019, 17 November 2019