HIDUPKATOLIK.COM – Aktivis perdamaian dari Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto Toto ditangkap di Kantor Pusaka Padang oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat karena dituduh menyebar informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan seperti yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Semua itu terjadi atas upaya advokasi saudara Sudarto Toto dalam kasus pelarangan perayaan Natal 2019 di Kabupaten Dharmasraya, 7/1.
Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menemukan kejanggalan atas kasus penangkap tersebut. Surat keterangan dalam Surat Penangkapan Sudarto Toto merujuk pada status facebook Sudarto Toto pada tanggal 14-15 Desember 2019.
Sedangkan, melalui surat yang dikeluarkan oleh oleh Pengurus Yayasan ICRP, pihak kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru tunduk dengan ancaman-ancaman anarkisme dari sekelompok massa yang tidak bertanggung jawab yang sejak awal sangat tidak suka dengan apa yang dilakukan Sudarto Toto. Maka, ICRP sepenuhnya akan terus melakukan pendampingan sekaligus memonitor setiap perkembangan dari kejadian penangkapan Sudarto Toto. Sebagai aktivis keberagaman yang memiliki keberanian mengungkapkan kebenaran atas perlakuan diskriminasi dari kelompok masyarakat yang melarang kegiatan ibadat mingguan maupun ibadah perayaan Natal di Jorong Kampung Baru Dharmasraya dan di Sungai Tambang Kabupaten Sijunjung.
Berikut beberapa point yang dikeluarkan oleh Pengurus Yayasan ICRP melalui surat yang dikeluarkan pada tanggal 7 Januari 2020.
1. Mengutuk keras tindakan penangkapan Kepolisian Daerah Sumatera Barat atas Sudarto Toto dalam memperjuangkan hak konstitusi sekaligus penegakan hukum bagi kelompok agama yang dilarang untuk beribadat Natal dan ibadat mingguan. Karena tindakan kepolisian tersebut telah menciderai demokrasi dengan memasung hak kebebasan intelektual dan berfikir setiap warga negara.
2. Mengutuk keras tindakan aparat kepolisian yang melakukan pembiaran dan tunduk terhadap kelompok intoleran yang melakukan ancaman-ancaman. Polisi telah turut serta menebar ancaman dengan mengatakan bahwa ibadah Natal yang dilaksanakan telah melanggar kesepakatan, justru kepolisian mengakomodir tuntutan massa intoleran.
3. Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis harus mengambil langkah hukum yang tegas terhadap para kelompok intoleran yang melakukan aksi ancaman dan teror terhadap kelompok agama Kristen dan Katolik di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung supaya tidak terjadi lagi pemasungan hak kebebasan beragama. Serta membuat SOP yang jelas untuk aparat kepolisian agar tidak tunduk terhadap aksi teror dan ancaman pelarangan ibadah.
4. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menindak tegas aparat Kepolisian Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Sijunjung yang turut serta melakukan upaya pelarangan kegiatan ibadah Natal 2019 dengan memaksakan umat Katolik menggunakan bus yang mereka siapkan untuk digunakan beribadat di Sawahlunto yang berjawak 97,9 Km.
5. Sikap penolakan peribadatan adalah sikap intoleran dan tidak sesuai dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin dalam konstitusi kita. Karena itu Polisi harus segera membebaskan Sudarto Toto dan melakukan pembatalan seluruh tuntutan hukum yang dikenakan kepada Sudarto Toto.
Karina Chrisyantia