HIDUPKATOLIK.com – Tidak ada larangan merayakan Natal di Aceh. Semua berjalan dalam semangat persaudaraan. Umat Muslim juga terlibat.
Meski saat ini Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah memberlakukan Syariat Islam secara kaffah, bukan berarti umat non Muslim tidak boleh menetap dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Hanya saja diminta untuk menghormati pelaksanaan dan penerapan
Syariat Islam yang berlaku.
Berlakunya Syariat Islam di Aceh selama ini tidak
membawa permasalahan di tengah masyarakat non Muslim. Seperti halnya pemeluk agama Kristen yang melaksanakan hari perayaan Natal pada 25-26 Desember 2019. Mereka dipersilahkan untuk melaksanakan ibadahnya sesuai ajaran agama mereka.
Pupuk Persaudaraan
Mauri Simanjuntak, perantau asal Medan, Sumatera Utara, yang tercatat sebagai umat Paroki Hati Kudus Yesus, Simpang Lima, Banda Aceh. Ia mengatakan, Aceh bagi sebagian besar masyarakat dikenal sebagai daerah yang keras karena menerapkan Syariat Islam, tetapi kehadiran
orang Kristen tak pernah menjadi masalah di tempat ini. “Kami merayakan Natal dengan sungguh-sungguh. Tak pernah merasa terganggu.
Kami bahagia diterima di Aceh sebagai bagian dari NKRI,” sebutnya.
Mauri tidak sendirian, bersama ratusan umat Katolik Paroki Hati Kudus lainnya, mereka merayakan Natal. Sebagian warga beragama Islam
juga turut hadir membantu mereka dalam menjaga parkiran dan keamanan. “Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah, tetapi rasa persaudaraan di tempat ini sangat tinggi. Bila orang dari luar Aceh merayakan Natal di tempat ini, mereka akan mengatakan Aceh aman-aman saja,” timpal Gonti Sidabutar.
Kendati diterima dengan baik untuk merayakan Natal di Aceh, Gonti mengatakan orang Kristen juga perlu sadar diri. Natal di Aceh tidak semarak di Medan atau tempat lain. Umat Kristiani di Aceh merayakan Natal tapi bersifat intern saja. Tidak hura-hura, pesta-pesta, atau membakar kembang
api, serta memutar lagu-lagu Natal dengan keras-keras. “Kami juga sadar bahwa ada saudara-saudara kami yang membutuhkan keheningan,”
jelasnya.
Bicara soal kerukunan antarumat bergama, Kepala
Paroki Hati Kudus Yesus, Pastor Herman Sahar
mengatakan umat Muslim di Aceh tidak terlalu mengurus dan mengganggu aktivitas mereka. Walaupun mereka sebagai minoritas dikelilingi
oleh mayoritas Muslim, umat Kristiani tidak pernah
merasakan adanya konflik yang terjadi. “Kami dipersilahkah merayakan Natal dalam sukacita tanpa halangan atau masalah apapun. Natal sebagai perayaan sukacita maka sukacita itu juga ternyata dirasakan oleh umat Muslim di Aceh,” jelasnya.
Pastor Herman menambahkan selama ini kerukunan antar umat Muslim dan Katolik tentu agama-agama lain berjalan baik. Tidak pernah ada pembicaraan yang menyinggung umat pemeluk
agama lain, dan tidak pernah terpikirkan untuk mengurusi atau berdiskusi tentang hal itu. “Sebatas pengetahuan tentang ajaran agama lain saja, dan tidak terlibat ikut campur terlalu jauh
urusan agama lain. Biarkanlah iman ini tumbuh dalam perbedaan,” jelasnya.
Sementara itu, Ahmad Bakkir, anggota Rukun Warga 03, lingkungan Gereja Hati Kudus menambahkan bahwa Natal di gereja berjalan lancar. Ada banyak keterlibatan dari umat Muslim di RW 03 Simpang Lima dengan menjaga keamanan, ada juga yang mengatur parkiran, dan
sebagainya. “Jadi tolong jangan mengatakan karena Aceh mayoritas Muslim sehingga pasti ada gerakan intoleransi atau larang beribadah di sini. Kami semua membantu saudara-saudara Kristen
merayakan Natal dalam sukacita,” demikian Ahmad.
Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Isabel Sitorus (Aceh)
HIDUP NO.01 2020