HIDUPKATOLIK.com – Penerimaan masyarakat terhadap single mom atau janda masih kurang. Hal ini membuat mereka menarik diri dari lingkungan.
“Kok datang sendiri? Mana suaminya?” Pertanyaan yang lumrah, namun mengusik batin banyak single mom, atau ibu-ibu yang harus merawat anak tanpa adanya suami. Untuk beberapa, hal ini sudah biasa, namun untuk sebagian single mom, hal ini masih dirasakan berat. Alhasil, kadang mereka berbohong dengan mengatakan, sang suami sedang pergi dinas, atau dengan alasan lain.
Helena Rahayu salahnya satunya. Dokter yang disapa Yayuk ini harus membesarkan anaknya tanpa seorang ayah. Sang suami meninggal dikarenakan kanker usus besar beberapa tahun silam. Setelah peristiwa tersebut, perasaan malu menghantui Yayuk. Ia merasa menjadi pribadi yang tidak lengkap. “Ada masa, jika ada orang yang bertanya mengenai keberadaan suami, saya selalu berbohong. Saya mengatakan dia ada dan langsung mengalihkan pembicaraan,” ungkapnya.
Tidak Mudah
Yayuk paham, bagaimana perasaan dan perjuangan single mom di luar sana. Ia mengalami sendiri, bertahun-tahun dijalaninya dengan kesendirian. Kerja banting tulang tanpa ada seorang teman diskusi atau sekedar untuk bersandar.
Suatu hari saat mengikuti Misa di gereja, ia bertemu dengan Sekretaris Komisi Keluarga Konferensi Waligereja Indonesia Romo Hibertus Hartono, MSF. Yayuk dan ketiga temannya, Fanny Rahmasari, Rita Wijaya, dan Rosari Ananta, kemudian berdiskusi bersama Pastor Hartono. Mereka pun mengungkapkan keluh kesah mereka sebagai single mom. Dalam diskusi itu, muncul kesadaran untuk dapat menyumbangkan sesuatu untuk para single mom. Terutama, bagaimana membantu single mom yang masih produktif, dalam artinya yang masih bekerja.
Langkah awal setelah pertemuan itu dibuatlah kegiatan awal yakni perayaan Ekaristi bagi para single mom padaFebruari 2016. Saat itu, Misa dihadiri sekitar 20 orang. Dari Misa inilah, kemudian terbetuk Komunitas You Are Not Alone atau disingkat Komunitas YANA.
YANA merupakan komunitas yang anggotanya adalah para single mom Katolik. Saat ini, YANA juga berada di bawah naungan Pertemuan Mitra Kategorial Keuskupan Agung Jakarta (PEMIKAT KAJ). Yang bergabung dalam komunitas ini adalah para single mom yang secara sah telah menikah dan kemudian berpisah dengan suami atau ditinggalkan. Usia para single mom dalam Komunitas YANA pun dibatasi hanya yang berusia di bawah 60 tahun.
YANA adalah tempat para single mom Katolik yang hidup dalam jalan kekatolikan, meskipun dalam situasi yang tidak mudah. Mereka harus menghadapi situasi yang tidak ideal dalam mendidik anak-anak mereka. “Menjadi bapak dan ibu sekaligus lalu mengupayakan semuanya untuk para buah. Belum lagi tantangan diluar, yakni pandangan orang sebagai single mom. Entah dilihat sebagai wanita penggoda lah, genit, dan sebagainya, ” ujar Romo Hartono.
Menurut Romo Hartono, Gereja harus terbuka. Ia menuturkan, tidak bisa di sangkal bahwa perpisahan yang terjadi dalam keluarga sudah banyak terjadi, tidak saja di lingkup Katolik, namun juga di semua agama.
“Apakah yang dalam kesendirian itu kita biarkan begitu saja? Perlu ada sebuah gerak pastoral yang murah hati, sesuai dengan yang Paus Fransiskus inginkan. Bahwa dalam situasi yang tidak mudah, mereka perlu untuk dirangkul. Untuk tidak dikecualikan dari Gereja, mereka harus mengalami kasih pastoral dari Gereja,” tegasnya.
Mulai Menyebar
Sejak YANA terbentuk, Romo Hartono pun aktif mempromosikannya di beberapa keuskupan di luar KAJ. Ia mencontohkan, di Keuskupan Agung Makassar, Sulawesi Selatan juga sudah ada YANA. Komunitas ini juga sudah ada di Bandung, Jawa Barat.
Wajah yang yang mau ditampilkan oleh Komunitas YANA sangatalah sederhana. Romo Hartono menuturkan, komunitas single mom ini bisa menjadi tempat bertumbuh. Menyediakan forum bagi para single mom, yang berada dalam situasi yang tidak mudah.
Dalam pertemuan YANA, setiap single mom yang bergabung dibina untuk menjadi pribadi yang semakin baik. Romo Hartono mencontohkan, pembinaan ini misalnya, dalam setiap pertemuan dibahas tema-tema yang berguna bagi pembinaan para single mom. “Di tahun pertama, program yang kami buat betajuk ‘Hidupku Berharga’. Yang kedua itu ‘Kita Butuh Komunitas’. Yang ketiga, ‘Become what you are’. Lalu keempat ‘Tidak Ada yang Mustahil’.
Romo Hartono menuturkan, single mom juga harus memiliki jiwa missioner. Untuk itu, di tema ini juga akan diajarkan. Ia berharap, dengan pola pendampingan semacam ini, para single mom akan semakin bertumbuh lebih baik lagi.
Secara rutin, Komunitas YANA membuat pertemuan dengan pastor atau pembicara lain. Setiap tahun juga diadakan seminar, retret, dan baksos. Satu hal penting yang tak boleh dilupakan adalah Perayaan Ekaristi. Yayuk menuturkan, Ekaristi di adakan setidaknya tiga kali dalam setahun. Acara seminar pun dibuka untuk umum dan bisa ratusan orang yang hadir.
Yayuk mengakui, di antara banyaknya kegiatan yang dibuat oleh YANA, kegiatan yang memperkuat dan memperkaya mereka adalah sharing dan saling berbagi dan meneguhkan. “Sharing membuat para single mom merasa berharga. Tidak nelangsa sendirian.
Dengan saling bercerita ini, maka kekhawatiran menjadi sirna karena mendapatkan insight dari cerita para single mom lainnya. Kehidupan single mom tetap berharga di mata Tuhan. Dalam komunitas yang sudah berjalan kurang lebih tiga tahun ini, para anggota diajak untuk menerima bersyukur atas kehidupan yang mereka punya.
Seiring waktu, Yayuk melihat perubahan beberapa anggota yang ikut berproses. Saat ini, YANA beranggotakan 165 orang. Jumlah ini terus bertambah setiap bulannya. Secara bertahap, para single mom yang bergabung dalam YANA sudah mau menerima situasi yang mereka alami. Mereka juga sudah mencoba aktif, tidak hanya di lingkungan Gereja, namun juga dalam masyarakat. “Kami sebagai single mom juga ingin memberikan dampak yang positif di masyarakat. Mulai terihat, banyak sekali yang merasa terbantu”, harap Yayuk.
Talenta Seorang Ibu
Sebagai moderator, Pastor Hartono pun membagikan sedikit refleksinya mengenai peran seorang ibu. Ia menyerukan untuk menghargai dan menghormati para ibu. Ia selalu mengatakan, single mom adalah orang-orang hebat. Mereka memegang banyak peran namun tetap dilakukan dengan luar biasa. “Maka, saya secara pribadi mau mengatakan, bahwa terberkatilah para ibu yang dikarunai Tuhan dengan banyak talenta yang luar biasa. Karena talenta itulah yang memang direncankan Allah untuk sungguh-sungguh bisa menjadi ibu kehidupan bagi anak-anak,” tuturnya.
Sebagai sebuah refleksi yang disampaikan oleh Pastor Hartono, bawasanya menjadi single mom jangan hanya meratapi nasibnya. Dalam situasi ini, sebut Romo Hartono, single mom harus bisa menerima dirinya dan bangga. Mereka tetap bisa menjadi berkat untuk banyak orang dengan terlibat di masyarakat, tanpa ada takut. Karena sesungguhnya para single mom itu, they are not alone.
Karina Chrisyantia
HIDUP NO.52 2019, 29 Desember 2019