HIDUPKATOLIK.com – Imam adalah wajah depan Gereja. Maka sudah sepantasnya para imam berjuang untuk memiliki hubungan erat dengan Kristus
Hantaman keras telah menerpa para imam sejak tahun lalu. Dengan mencuatnya kasus pelecehan oleh para klerus ikut memperlebar rasa ketidakyakinan umat kepada mereka. Melihat situasi demikian, berulang kali Paus Fransiskus memberikan dorongan dan nasihat kepada para imam agar setia pada panggilan imamat.
Petuahnya pun diutarakan lagi teruntuk para imam agar berjuang memiliki hubungan yang erat dengan Kristus. Relasi ini wajib dibina sedari seminari. Tujuannya agar menjadi penuntun iman yang dibutuhkan masyarakat yang belum mengenal Kristus atau mereka yang memutuskan untuk menjauh dari Gereja. “Anda dipanggil untuk menjadi penginjil di wilayahmu yang ditandai dengan dekristenisasi,” ujarnya kepada para seminaris dan imam dari Italia utara pada 9/12.
“Mereka yang lebih terpapar pada angin dingin ketidakpastian atau ketidakpedulian agama perlu menemukan dalam diri imam iman yang kuat seperti obor di malam hari dan seperti batu untuk melekat,” kata Bapa Suci. Iman yang kuat, lanjut Paus, “dipupuk di atas segalanya dalam hubungan pribadi, dari hati ke hati, dengan pribadi Yesus Kristus.” Di seminari, para calon imam harus mengevaluasi tindakan mereka dengan merujuk pada Kristus.
Paus Fransiskus yang bertemu dengan para seminaris dan imam dari Seminari Regional Flaminio Kepausan di Bologna, Vatikan mengimbau para pria yang belajar untuk imamat berfokus pada hubungan mereka dengan Kristus ketika berada di seminari. Bapa Suci menyebut seminari adalah rumah doa di mana Tuhan kembali memanggil umat-Nya ke tempat terpencil untuk menjalani pengalaman yang kuat dari bertemu dan mendengarkan.
Untuk menjadi seorang imam, Gereja membutuhkan periode pembentukan yang panjang, tegas Paus sambil menggarisbawahi aspek-aspek doa, pembelajaran, dan persekutuan.
Belajar adalah bagian penting dari fondasi pembentukan imam masa depan, juga dalam aspek komunalnya, seperti berbagi pelajaran dan belajar dengan sesama siswa. Paus Fransiskus berpendapat, “Komitmen untuk belajar, bahkan di seminari, jelas bersifat pribadi, tetapi itu bukan berarti menjadi individualis.”
Paus mengatakan kepada para imam, amal dan persaudaraan harus berjalan seiring. “Persaudaraan semakin diresapi dengan bentuk kerasulan, dan diperkaya oleh sifat-sifat yang sesuai dengan keuskupan, yaitu dengan karakteristik khusus umat Allah dan orang-orang kudus, terutama para imam suci Gereja.”
Bapa Suci juga berbicara tentang empat sikap kedekatan yang harus diupayakan oleh setiap imam diosesan: kedekatan dengan Allah dalam doa, kedekatan dengan uskupnya, kedekatan dengan para imam saudaranya, dan kedekatan dengan umat Allah.
“Jika salah satu dari sikap ini hilang,” katanya, “imam tidak akan berfungsi dan perlahan-lahan akan tergelincir ke dalam penyimpangan klerikalisme atau ke dalam sikap kaku.” Sebagai penutup Paus Fransiskus menegaskan kembali, “Di mana ada klerikalisme ada korupsi, dan di mana ada kekakuan, ada masalah serius!.”
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.51 2019, 22 Desember 2019