web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Natal Perdana di Gereja Baru

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Setelah 21 tahun menanti, tahun ini merupakan Natal perdana umat Paroki St. Clara, Bekasi Utara merayakan kelahiran Sang Juru Selamat di gereja baru.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.25 WIB, Rabu, 11/12. Suryani, salah satu anggota kor kelompok Flobamorata Paroki St. Clara Bekasi Utara, belum juga pulang dari gereja. “Kok, belum pulang jam segini?” tanya suaminya melalui WhatsApp. “Ini baru saja selesai. Sudah mau pulang, kok,” balas Suryani kepada sang suami.

Suami Suryani sebetulnya anggota kor yang sama. Malam itu, sang suami bolos latihan lantaran tergoda untuk menyaksikan laga final sepak bola antara Indonesia dengan Vietnam. Biasanya, latihan kor Flobamorata berakhir pukul 21.30. Namun, lantaran tugas kor untuk mengiringi perayaan Misa Malam Vigili Natal sudah dipelupuk mata, intensitas latihan kian ditingkatkan. “Kita sengaja menambah durasi dan frekuensi latihan,” ujar Remmy Kelen, pelatih sekaligus dirigen.

Nyaman, Gembira
Sementara kor Flobamorata berlatih di ruangan bina iman anak, kelompok misdinar juga sibuk berlatih menyiapkan diri untuk tugas mulai Malam Vigili hingga Hari Raya St Perawan Maria Bunda Allah dan tahun baru. Para pendamping misdinar sungguh-sungguh mempersiapkan tim mereka agar tampil secara optimal.

Pada malam lain, wilayah-wilayah juga berlatih kor. Ada yang latih di gereja, ada pula yang di rumah. Pada Sabtu dan Minggu, ruangan yang terdapat di komplek Gereja St. Clara, tak cukup untuk menampung kegiatan kelompok umat. Maklum, St. Clara baru memiliki bangunan gereja, pelataran Maria, serta beberapa ruang kegiatan. Pastoran yang bersebelahan dengan gereja dan pelataran Maria belum rampung dibangun.

Panitia Natal Paroki St. Clara, Alfons F. Djari, mengaku gembira dengan berbagai persiapan umat. Dia dan kawan-kawan panitia berencana menyajikan perayaan Natal yang memberi rasa nyaman, menggembirakan umat, serta membawa semangat baru. Pada Natal inilah untuk pertama kalinya diadakan lomba pembuatan pohon Natal dari barang-barang bekas dan diikuti oleh seluruh wilayah.

Pohon-pohon Natal tersebut akan dipancak berjejer mulai dari halaman hingga ke dalam bawah gereja sampai ke dalam gereja.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Peristiwa pemberkatan dan peresmian Gereja St. Clara pada Agustus lalu amat menggembirakan bagi umat di sana. Setelah acara itu, umat yang mengikuti Misa dan terlibat dalam berbagai kegiatan paroki meningkat signifikan. Sebelumnya, karena seluruh kegiatan terpusat di kapela –menyewa sebuah ruko–, dengan daya tampung sangat terbatas, sering kali terjadi benturan jadwal. Ada juga kegiatan yang tidak bisa berjalan karena tak ada ruangan.

Meski begitu, umat Paroki St. Clara tetap bersyukur memiliki jejak sejarah di kapela itu. “Masa-masa di kapela sangat berkesan, walau sangat sederhana. Di situ kita bertumbuh dan kini di gereja baru kian mekar,” ujar Johanes Bosco, Ketua Seksi Pelayanan Sosial Ekonomi, yang selalu energik menggerakkan umat.

Peristiwa pemberkatan dan peresmian gereja menyudahi penantian panjang umat St. Clara selama 21 tahun. Selama penantian itu umat bertumbuh dalam kegembiraan dan harapan, walau aneka tantangan silih berganti. Sebut saja, dengan daya tampung kapela yang sangat terbatas, apabila musim hujan, umat kerap kali kehujanan atau duduk berimpit-impitan di teras rumah orang, berdiri di pinggir pagar dan ruko untuk mengikuti Misa.

Dalam buku kenangan 21 tahun Gereja St. Clara, Meniti Langkah dalam Kegembiraan dan Harapan, sampai pada peresmian gereja, panitia pembangunan gereja (PPG) telah berganti sebanyak sembilan kali. Setiap periode kepanitaan memiliki tantangan dan perjuangan tersendiri.

Aneka penolakan dan penerimaan mengiring perjuangan tersebut, termasuk demonstrasi demi demonstrasi penolakan pembangunan dan kehadiran Gereja St. Clara. Menariknya, penolakan dalam bentuk demo itu tak sedikit pun mengendorkan semangat umat. Hampir sembila ribu umat St. Clara sampai saat ini masih terus berdoa dan mengumpulkan dana pembangunan.

Pusat Kehidupan
Suatu waktu, Paulus Pase (Ketua PPG, 2011-2012) melalui Majalah Suara Clara mengatakan, umat tak perlu kecewa dengan penolakan demi penolakan. “Kita harus tetap yakin bahwa Gereja St. Clara pasti berdiri. Penolakan itu hanyalah merupakan perpanjangan kesempatan untuk menyiapkan gereja yang bisa dipakai ratusan tahun,” ujarnya optimistis.

Menyaksikan umatnya yang terbilang sangat aktif memanfaatkan fasilitas gereja untuk perkembangan iman, Pastor Raymundus Sianipar, OFMCap mengaku gembira. “Semestinya begitu, dan bahkan lebih dari itu. Gereja jangan hanya ramai di gereja saat hari Minggu, tapi harus sepanjang Minggu. Gereja harus menjadi umat tempat menimba rahmat. Jika memiliki beban, datang ke gereja untuk berdoa dan didoakan. Jika gembira datang ungkapkan dan bersyukur kepada Tuhan. Jika bersedih datang ke gereja mengadu kepada Tuhan dan mendapatkan bimbingan rohani. Jika ada masalah ekonomi, datang ke gereja di sini ada CU, dan sebagainya. Gereja harus menjadi pusat kegiatan dan kehidupan umat. Makanya kita merancang gereja ini semenarik mungkin,” ujar Pastor Ray, panggilannya.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Kesadaran yang muncul dengan berbagai kegiatan, lanjut Pastor Ray, amat menggembirakan. Iman harus berbuah. Gereja harus hidup, dan mengundang orang untuk datang dan beraktifitas di dalamnya. “Tempat ini harus jadi pusat aktifitas umat beriman yang menghidupkan, saling membangun, saling menyatukan bukan memisahkan,” tambah imam asal Balige, Sumatera Utara ini.

Umat berbangga memiliki gereja yang bagus adalah suatu yang baik dan wajar bagi Pastor Ray. Namun jauh lebih penting adalah iman umat harus penuh dengan gerakan-gerakan yang berbuah. Dan agar berbuah tambah Pastor Ray, umat harus terlibat dalam pelayanan melalui berbagai cara. “Semua keahlian ada di umat. Ada perawat, dokter, guru, dosen, wartawan, insinyur, dan lain-lain. Dengan sumber daya yang mereka miliki, mereka bisa melayani dan memberi diri. Semuanya ada, tinggal semangatnya di mana. Itu yang harus dihidupkan. Ayo, jadikan talenta dan karisma yang Tuhan berikan semakin berbuah di sini,” ajaknya.

Natal Baru
Tahun ini merupakan Natal perdana umat St. Clara setelah gereja diberkati dan diresmikan. Suasananya akan akan sangat berbeda dengan Natal tahun-tahun sebelumnya. Umat akan berbondong-bondong. Tak menutup kemungkinan umat paroki lain juga akan merayakan Misa bersama umat St. Clara.

Pastor Ray berharap, pengurus gereja dan seluruh umat menimba semangat baru dari Natal tahun ini untuk menjemput fajar baru dalam tahun pelayanan mendatang melalui berbagai program kerja yang telah dipersiapkan. “Berbagai program karya dipersiapkan sesuai arah dasar Keuskupan Agung Jakarta supaya lebih konkret. Sekarang, bagaimana para imam bersama dewan pengurus harian bersinergi dan melihat karya Tuhan ada di program ini,” tantangnya.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Menurut Pastor Ray, melalui berbagai program itulah Tuhan melakukan karyakarya-Nya yang dijalankan para pengurus dan pelayan gereja. “Dan ingat, melayani gereja dan sesama itu bukan nomor dua. Jangan berkata, kalau ada waktu. Keluarga nomor satu, dan lain-lain. Ingat, pada saat kita butuh pekerjaan, Tuhan memberi pekerjaan. Kita butuh apa, Tuhan kasih. Tapi ketika kita diminta menceburkan diri, termasuk mengeluarkan apa yang kita miliki untuk orang lain dan yang menghendaki Allah, lalu berkata itu nomor dua atau kalau ada waktu. Harus dipahami bahwa pelayanan itu menjadi cara kita berbuah, bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Tuhan menginginkan itu. Gereja harus menjadi Gereja yang melayani, ada karena yang lain. Ini harus didorong selalu dan diingatkan,” jelas Pastor Ray bersemangat.

Merayakan Kegembiraan
Menyangkut ada umat yang enggan all out dalam pelayanan sambil berseloroh “masih mending mau terlibat, toh tidak dibayar”, Pastor Ray berkata bahwa pada diri umat yang berprinsip seperti itu ada ketidakpahaman antara pelayanan dengan iman yang diterima. “Untuk saya, di sini ada keterputusan antara yang dia imani dengan yang dia lakukan. Melayani itu bentuk kegembiraan atas iman. Saya mengalami di paroki ini, ketika orang tidak menerima atau menolak, saya harus memelihara kegembiraan batin saya. Bukan saya mengeluh atau menyalahkan orang lain. Ikhtiar memelihara sukacita ini senantiasa ada dalam diri seorang pelayan. Dan itulah yang membuat seorang pelayan tidak akan pernah mundur tatkala menghadapi tantangan.”

Konkretisasi pelayanan itu sebagai kesempatan merayakan kegembiraan kepada Tuhan. Melayani itu sesuatu yang Ilahi, karena Tuhan mengatakan, Aku datang untuk melayani. “Jadi, kalau melayani berarti kita bertindak seperti yang Tuhan inginkan. Saya tidak yakin, iman seseorang kuat tapi tidak pernah melayani,” pungkas Pastor Ray.

Emanuel Dapa Loka

HIDUP NO.51 2019, 22 Desember 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles