HIDUPKATOLIK.com – Halo Pengasuh, saya perempuan kelas 2 SMA. Hidup saya setelah orangtua berpisah amat berantakan. Walaupun ketika mulai muncul masalah hingga mereka tak lagi serumah, saya tak pernah menangis. Mungkin karena itu, mereka mengira saya anak perempuan yang kuat. Penilaian orangtua saya keliru. Saya sempat punya pikiran untuk bunuh diri. Saya merasa, tak ada seorang pun yang membutuhkan saya. Tak ada seorang pun yang mencintai saya. Saya amat kesepian. Tak ada yang memberi perhatian kepada saya sejak peristiwa kelam terjadi dalam hidup saya. Sementara, orangtua saya sibuk dengan urusan masing-masing. Apakah saya tak berarti lagi untuk ibu dan bapak saya?
AR, Jakarta
Halo salam kenal AR. Terima kasih atas kepercayaanmu mau membagikan kisah dan pengalaman yang sedang kamu alami saat ini. Berdasarkan masalah yang kamu ceritakan, tampaknya pada saat ini kamu membutuhkan orang yang bisa mencintai dan memperhatikan dirimu atas peristiwa yang membuatmu tak nyaman dalam hidupmu yah? Ditambah lagi dengan kondisi orangtua yang sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga kamu menduga dirimu tak berarti lagi untuk orangtuamu.
Pada dasarnya keluarga adalah lingkungan pertama yang kita kenal dan temui dalam kehidupan. Keluarga bisa menjadi tempat untuk saling membantu, memberikan dukungan satu sama lain, juga mencurahkan emosi, perasaan, dan bertukar pikiran satu dengan yang lain sehingga membuat kita nyaman. Jika permasalahan terjadi pada keluarga, seolah-olah hal ini akan membuat kita merasa bingung karena tak ada lagi tempat yang membuat kita nyaman dan dihargai.
Dari ceritamu, kamu menduga, dirimu tak berarti lagi untuk orangtuamu. Hal yang perlu dilakukan agar tak terlalu berlarut-larut dengan dugaan yang dibangun terhadap orangtua adalah mencoba untuk mendiskusikan dan mengklarifikasi terkait masalah yang sedang kamu alami. Hal ini adalah bentuk komunikasi terbuka yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengertian satu sama lain. Belum tentu sebuah dugaan, yang membuat kita tak nyaman, sesuai dengan kondisi riil kita.
Saling mengerti antara dirimu dengan orangtua adalah salah satu cara untuk bisa mengurangi dugaan tersebut. Seperti halnya ketika peristiwa orangtua berpisah dan setelah itu mereka menduga kamu anak yang kuat karena tak pernah menangis. Namun ternyata di satu sisi, menurutmu hal itu adalah keliru. Karena sebenarnya kamu merasa hidupmu menjadi berantakan. Hal ini bisa terjadi karena minimnya atau ada hambatan komunikasi terbuka satu dengan yang lain.
Dalam menghadapi permasalahan ini, kamu tak berjalan sendirian. Masih banyak bentuk lingkungan lain, seperti: pertemanan di sekolah, teman dekat dan pasangan, serta komunitas. Lingkungan seperti itu dapat membantu kita untuk menemukan rasa nyaman, dihargai, saling terhubung dan dicintai.
Teman bisa menjadi tempat untuk saling berbagi cerita dan menguatkan, sama hal dengan lingkungan keluarga. Komunikasi yang terjalin baik dengan teman ini juga dapat membantu kita untuk menjadi manusia yang lebih produktif dan berpikir positif.
Sumber lain yang bisa membantu untuk mengatasi permasalahanmu adalah dengan mencari bantuan ke layanan profesional kesehatan mental (misal: psikolog, konselor, atau psikiater). Pada saat ini sudah banyak gerakan dan media yang menggaungkan pentingnya kesehatan mental manusia.
Secara umum jika kamu sudah memiliki tanda-tanda yang tak sehat terkait dengan kesehatan mentalmu (contoh: merasa stres berkepanjangan, menangis berlarut-larut hingga memiliki pikiran untuk bunuh diri) silakan kamu mendatangi layanan profesional kesehatan mental. Mereka akan membantumu untuk mengidentifikasi permasalahan, membantu mencari insight (tilikan) atas permasalahanmu, dan kemudian menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahanmu.
Perlu adanya komunikasi terbuka baik dengan orangtua maupun teman atau pihak-pihak profesional yang dapat membantumu. Niscaya dengan cara tersebut, kamu bisa mendapatkan dukungan-dukungan positif dan membantumu untuk mengurangi beban-beban pikiran atas permasalahan yang kamu alami.
Laurentius Sandi Witarso
HIDUP NO.45 2019, 10 November 2019