HIDUPKATOLIK.com – Meski perjalanan tahun imamatnya banyak mengalami duka kehidupan, Pastor Yohanes Kota Sando (54 tahun) tetap mensyukuri rahmat 25 tahun imamatnya yang dirayakan belum lama ini. Kejadian yang menyebabkan kelahiran Weetebula, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini kehilangan ibu jarinya, tak membuatnya patah semangat dalam pelayanan. Menurutnya, kejadian itu merupakan cara yang diberikan Tuhan kepadanya untuk beristirahat sejenak dan berani membangun sikap rendah hati serta merefleksikan segala pengalaman gagal dan ketidak hati-hatiannya.
Mengetahui bahwa kehidupan seorang imam projo ialah bersama umat, berasal dari umat, hidup untuk umat, dan menghayati semangat hidup ditengah umat, pastor yang akrab disapa Pastor John ini semakin terdorong untuk menjadi seorang imam projo.
Dalam perjalanan hidupnya, putra pasangan Simon Sando dan Maria Dada Wine ini mengaku sering merasa kecil dan tidak mampu berbuat sesuatu. Namun, putra sulung dari enam bersaudara ini selalu menguatkan dirinya dengan moto kehidupan yang ia pegang dan yakini, yaitu “Besar dan ajaib pekerjaan Tuhan, adil dan benarlah segala jalan-Nya” (Kitab Wahyu 15:3).
Selama melayani di Paroki St. Maria Erambu, Keuskupang Agung Merauke, alumni Filsafat dan Teologi di STFK Ledalero, Maumere, NTT ini melayani dengan sungguh-sungguh. Demi melihat kehidupan keluarga yang sejahtera, Pastor John akhirnya membuat gebrakan dengan mulai mengolah hasil alam menjadi sesuatu yang lebih bernilai. Ia mengajak, mendorong, dan mendampingi masyarakat setempat untuk mengolah ikan gastor (gabus toraja) dan dendeng babi untuk pemberdayaan ekonomi umat supaya menjadi lebih baik. “Saya bukan orang sempurna, bahkan jauh dari kesempurnaan. Namun rahmat imamat telah memampukan saya untuk berbuat sesuatu bagi umat Tuhan,” ujar pria yang berulang tahun setiap 11 September ini.
Helen Yovita Tael
HIDUP NO.50 2019, 15 Desember 2019
