HIDUPKATOLIK.com – Manfaat aplikasi BIDUK mulai dirasakan oleh sejumlah keuskupan di Indonesia. Sistem pendataan umat yang dipelopori KAJ ini relatif mudah diterapkan sehingga tak ada lagi domba yang “hilang” dalam reksa pastoral. Keterlibatan pastor paroki dan SDM yang mumpuni menjadi kunci sukses program ini.
Informasi penerapan Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (BIDUK) pernah disampaikan dalam sosialisasi sistem informasi Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) di Pusat Pastoral Samadi, Klender, Jakarta Timur, 10 Oktober 2015. Dalam pertemuan itu disepakati, BIDUK harus menjadi aplikasi khusus administrasi umat KAJ berbasis internet yang bertujuan mengintegrasi data umat sehingga ada sentralisasi dan standarisasi data.
Keinginan KAJ mewujudkan karya pastoral berbasis data mendapat penekanan secara khusus dalam Arah Dasar (Ardas) KAJ tahun 2011-2015. Dalam Ardas KAJ dikatakan, lingkungan merupakan salah satu basis pastoral yang ingin diberdayakan.
Dilandasi semangat pastoral Gembala Baik dan pelayanan murah hati, ditopang oleh tata penggembalaan partisipatif dan transformatif, KAJ menyelenggarakan pelbagai kegiatan. Salah satunya mengembangkan tata layanan pastoral berbasis data. Artinya, memberdayakan komunitas teritorial dan kategorial menjadi komunitas beriman yang bertumbuh dalam persaudaraan kasih berdasarkan data yang valid.
Dalam perkembangan, reksa pastoral dimaksud tidak saja menjadi kebutuhan KAJ. BIDUK sebagai perangkat berbasis online sudah diimplementasikan beberapa keuskupan di Indonesia dengan semangat agar tak ada seorang umat pun yang “hilang”, sebagaimana seorang gembala yang baik harus mampu menjaga kawanan dombanya.
Tanggapan Positif
Johanes Adi Cahyono, Sekretaris Paroki Santo Andreas Tidar, Malang mengungkapkan, BIDUK adalah program yang lengkap dengan menampilkan ragam menu yang menarik. Dalam aplikasi BIDUK, ada setup user dari lingkungan hingga keuskupan, ada input Kartu Keluarga, jenis-jenis mutasi, menu pencarian umat, pengiriman pesan antarparoki. “Menarik juga di menu BIDUK ada dashboard, statistik, dan tanya jawab. Ini yang saya rasa tidak ada di aplikasi-aplikasi sebelumnya,” jelas Johanes.
Johanes menilai BIDUK sebagai alternatif menggantikan pengolahan data manual yang selama ini kurang berhasil. Ia percaya BIDUK meskipun menjadi aplikasi standar tetapi bisa mengakses data umat secara lengkap. “Tentu tidak menyulitkan sekretaris lingkungan, wilayah, stasi, paroki, bahkan keuskupan.”
Di Keuskupan Malang sendiri, BIDUK baru di launching dalam Misa bersama di Paroki Santa Maria Tak Bernoda Lawang, Malang, Minggu, 17 November 2019. Sebelum launching BIDUK Keuskupan Malang, para sekretaris paroki dari enam dekanat, tim BIDUK keuskupan, termasuk beberapa pastor paroki mengikuti pelatihan BIDUK di Wisma Shyanti Lawang, Jumat-Minggu, 15-17 November 2019.
Di tahun yang sama, tepatnya 20 Agustus 2019, BIDUK untuk pertama kalinya masuk di Keuskupan Agung Medan (KAM). Penerimaan BIDUK ini sehubungan dengan surat dari Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo No. 236/KAJ/KA/IV/19 tertanggal 22 April 2019, perihal permohonan bantuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program BIDUK di KAM.
Setelah KAM menerima surat Kardinal Suharyo, pada 10 Juni 2019, dimotori Benisius Manullang, diadakan komunikasi dengan para pastor paroki dan sekretaris paroki dengan membuat group WhatsApp. “Melalui teknologi ini banyak data dan informasi yang bisa disampaikan dengan cepat mendukung program BIDUK,” sebut Benisius.
Kerja sama ini dilanjutkan dengan hadirnya Tim BIDUK Nusantara yang dipimpin oleh Ivan Sangkareng dan Henry Irawan di KAM. Tak berapa lama dibuatlah kegiatan “go implementasi BIDUK KAM”, dengan Paroki Santo Petrus Medan Timur sebagai pilot project di KAM.
Sekretaris KAM sekaligus penanggungjawab BIDUK KAM, Pastor Frans Borta Rumapea, O.Carm mengatakan, persoalan yang dihadapi Gereja KAM adalah di samping jarak yang cukup jauh, terutama umat di KAM banyak tidak mempunyai dokumen lengkap, sehingga membuat lambat pendataan umat.
Pastor Borta mengakui bahwa semua permulaan adalah sulit, hal ini juga berlaku di KAM. Tetapi ini tantangan, bukan beban. Tantangan utamanya adalah mulai dari infrastruktur paroki berupa jaringan internet, Sumber Daya Manusia (SDM), dan keengganan memulai sesuatu yang baru. “Dengan adanya BIDUK, dengan sendirinya juga menambah perkerjaan di paroki tetapi juga menambah pegawai yang tentu saja diikuti dengan konsekuensi finansial,” kata Pastor Borta.
Kendati menghadapi ragam tantangan, Pastor Borta percaya bahwa kebutuhan Gereja KAM saat ini adalah pastoral berbasis data. Corak pastoral ini bukan merupakan optional lagi, tetapi sebuah keharusan. “Teknologi sudah memberikan kemudahan kepada kita. Tidak bijak lagi kalau sebuah program paroki berdasarkan minat atau asumsi semata, tetapi program paroki hendaknya dibuat berdasarkan data. Tersedianya data yang ter-update dan cepat hanya bisa tersedia kalau dibantu dengan teknologi, dan BIDUK adalah jawabannya,” ujarnya.
Real Needs Bukan Thought Needs
Proses implementasi BIDUK juga gencar dilakukan di Keuskupan Agung Pontianak (KAP). BIDUK mulai diperkenalkan di KAP usai kegiatan rekoleksi para imam se-KAP, sebelum Misa Krisma, di Wisma Immaculata SFIC Pontianak, Selasa, 16 April 2019. Di tempat ini, para imam, khususnya para pastor paroki disuguhkan informasi tentang kemajuan data umat BIDUK oleh Suli, instruktur training bagi para admin paroki di KAP.
Dalam penjelasannya, Suli mengatakan telah mengadakan training selama enam kali kepada para admin paroki. Hasilnya mereka sangat bersemangat, berusaha keras untuk bisa memahami sistem operasional BIDUK. “Memang pada tahap awal masih kerapkali terjadi kesalahan-kesalahan mengentri data. Tetapi mereka optimis menyelesaikan dengan baik,” jelas Suli.
Sosialisasi BIDUK ini lalu ditanggapi positif oleh 29 pastor paroki di wilayah KAP. Kepala Paroki Santo Agustinus Sungai Raya, Pastor Laurentius Prasetyo, CDD dalam pesannya mengatakan KAP menggunakan program BIDUK ini sangat bagus. Menariknya dalam operasional BIDUK, para ketua lingkungan sudah diberikan user login dan password untuk mengakses BIDUK. Namun mereka hanya dapat melihat data dan mencetak sesuai otoritas terbatas mereka. “Manfaat yang bisa saya sebutkan adalah BIDUK bisa memvalidasi data. Grafik jumlah umat dari tahun ke tahun bisa langsung dilihat dan dicermati dengan baik. Ini tentu membantu membuat laporan statistik paroki,” jelasnya.
Sementara itu, penanggung jawab BIDUK KAP, Pastor Yulianus Astanto Adi, CM menambahkan kehadiran BIDUK bisa membantu para gembala berpastoral betul-betul menyentuh kebutuhan umat, bukan dari apa yang kita pikirkan. Sebab pastoral itu soal real needs bukan thought needs. “Maka itu, pastor paroki jangan hanya menggantungkan pekerjaan ini kepada tenaga yang diperbantukan di keuskupan. Jadi kalau bisa kita hemat tenaga, hemat biaya juga karena langsung ditangani oleh pastor paroki,” harap Pastor Astanto.
Soal kebutuhan akan pastoral berbasis data juga diungkapkan Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Banjarmasin Pastor Antonius Bambang Doso Susanto. Pastor Doso, sapaannya, mengatakan sebelum tahun 2011, praktis Keuskupan Banjarmasin belum memiliki sistem pendataan umat yang seragam. Setiap paroki mempunyai cara dan pemikiran sendiri-sendiri.
Kendati begitu, cara pengumpulan data hampir sama yaitu form data umat diserahkan kepada ketua komunitas (lingkungan), setelah diserahkan kepada sekretariat paroki. Petugas sekretariat bertugas memasukkan data tersebut ke program data umat paroki yang ada di komputer paroki.
Tantangan Utama
Jadi, bisa dikatakan pastoral berbasis data memang sangat diperlukan. Hanya saja, ini masih dalam tataran wacana dan pemikiran. Pada kenyataannya, program pengumpulan data umat sering tidak tertangani dengan serius dan konsisten. “Kenyataan yang ada, penanganan data umat sangat tergantung dari para pastor paroki beserta para Pengurus Dewan Pastoral Parokinya. Ketika di suatu paroki mendapat pastor paroki yang memang mempunyai kesadaran akan hal ini, maka di paroki itu data umat akan terurus dengan baik tetapi ketika pastor parokinya kurang menaruh perhatian akan hal ini, maka akan terbengkalai,” jelas Pastor Doso.
Pastor Doso menambahkan salah satu alasannya adalah kelemahan SDM dan juga program data umat yang dimiliki Keuskupan Banjarmasin belum bisa terintegrasi dengan baik, masih secara manual dan tidak berbasis internet. Terlebih lagi, di masing-masing paroki belum memiliki tim data umat yang solid.
Maka, pastoral berbasis data dirasa penting karena wilayah Kalimantan Selatan kebanyakan umatnya adalah pendatang dan umat pindahan. Kalau dilihat data umat yang ada sekarang, kebanyakan umat Katolik itu berasal dari luar Pulau Kalimantan. Ada orang Batak, Flores, Jawa, Toraja, Tionghoa, dan sebagainya. Umat yang berasal dari Suku Dayak maupun Banjar tidaklah terlalu besar. “Apalagi di Kalimantan Selatan terdapat banyak tambang Batubara dan perkebunan Sawit. Hal ini menyebabkan wilayah ini cukup menarik untuk didatangi. Seringkali, umat itu berpindah-pindah seiring dengan kondisi pekerjaan dan mata pencaharian mereka,” papar Pastor Doso.
Menurut Pastor Doso, BIDUK semacam program peningkatan dari aplikasi-aplikasi yang sudah ada sebelumnya. Dengan BIDUK, pendataan umat lebih diperbaiki, ditingkatkan, dan dipercepat. “BIDUK akan sangat membantu keuskupan dan paroki-paroki karena sistemnya yang sudah bagus, ter-update, dan didukung oleh tim yang mumpuni. Akan sangat ideal kalau keuskupan-keuskupan yang lain mau bergabung juga dengan sistem ini,” harap Pastor Doso.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.50 2019, 15 Desember 2019