HIDUPKATOLIK.com – Salah satu cara mereduksi radikalisme hingga ke akar-akar adalah menguatkan sisi pendidikan iman dalam keluarga.
Alumni Keluarga Mahasiswa Katolik Indonesia (KMKI) di Jerman bekerja sama dengan Katholischer Akademischer Auslaender-Dienst (KAAD) menggelar seminar bertajuk, “Radikalisme Keagamaan sebagai Tantangan bagi Indonesia dan Kekristenan: Penyikapan dan Strategi,” Jumat-Minggu, 22-24/11 di The Village Bumi Kedamaian, Ciawi, Jawa Barat.
Terkait tema ini, Kepala Humas Panitia Yoze Lembong mengatakan, KMKI dan KAAD memiliki konsen utama untuk perangi radikalisme. Perhatian ini berdasarkan fakta, bahwa saat ini radikalisme menjadi persoalan bangsa yang serius. “Kami bertekad untuk turut mereduksi radikalisme keagamaan melalui aksi di beberapa sektor, yakni keluarga, pendidikan, pemerintahan, industri dan komunitas religius,” katanya.
Dalam seminar ini, panitia menghadirkan narasumber Budhy Munawar-Rachman (Pendiri Nurcholis Madjid Society), Romo Simon Petrus L. Tjahjadi dan Romo Franz Magnis Suseno, SJ (Dosen STFT Driyakara Jakarta), Ulil Abshar Abdalla (Cendekiawan Muslim), Hong Tjhin (CEO DAAI TV dan Aktivis Tzu Chi), Hamzah Sahal (Pendiri Alif.id), Stephanus Mulyadi (Direktur Yayasan Merangat), Antonius P. S. Wibowo (Komisioner LPSK RI), Juliana Murniati (Wakil Rektor Unika Atma Jaya, Jakarta) dan Hadi Kasim (CEO PT. Triputra).
Tolak Radikalisme
Pada intinya para peserta seminar menyatakan ketegasannya dalam menolak radikalisme. Hal ini tertuang dalam rekomendasi hasil seminar. Adapun beberapa strategi yang disusun untuk mereduksi radikalisme keagamaan adalah menanamkan nilai toleransi melalui pendidikan dan kehidupan keluarga sehari-hari. Keluarga adalah sekolah pertama seorang anak. “Secara umum tentu dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar, tetapi ke depan secara khusus kami akan membuat diskusi untuk keluarga, orang muda, mahasiswa. Agar mereka dapat menyadari pentingnya toleransi dan juga mengembangkan sikap kritis terhadap berbagai peristiwa yang terjadi,” tutur Yoze.
Dukungan yang diberikan KAAD kepada Alumni KMKI Jerman sudah lebih dari 30 tahun. Secara berkala, kedua kelompok ini mengadakan seminar bersama dengan membahas tema-tema yang aktual seperti pendidikan, masyarakat ekonomi ASEAN. “Pada tahun ini kami memilih tema radikalisme agama, di mana kami sebagai anak bangsa peduli dan prihatin dengan kondisi yang terjadi di negara kita. Kami merasa pada saat ini sudah bukan saatnya kita berdiam diri terhadap tema ini. Radikalisme keagamaan sudah terjadi di seluruh belahan dunia,” pungkas Ketua KMKI, Triyanti.
Sementara itu Kepala KAAD Asia, Heinrich Geiger menyatakan, bahwa radikalisme terjadi di mana-mana. Meski begitu, Indonesia menarik untuk dikaji. Hal ini karena dengan Muslim yang mayoritas, persatuan ataragama dapat tetap terjaga.
Aloisius Johnsis (Ciawi, Bogor)
HIDUP NO.49 2019, 8 Desember 2019