HIDUPKATOLIK.com – Penggunaan sarana dalam Ekaristi harus mempunyai makna simbolis liturgis. Jika tak sesuai dengan pedoman Liturgi Gereja, perlu ditinjau kembali.
Beberapa gereja telah memakai alat Electronic Data Capture (EDC) sebagai sarana tambahan untuk memberi kolekte. Jadi, bila tak membawa uang tunai, umat bisa menggesek kartu debit atau kredit mereka di mesin EDC tersebut. Sarana itu ditempatkan di depan gereja.
Di sana, ada seorang pelayan khusus (petugas tata tertib) yang stand by untuk memandu sekaligus memberi resi (struk) kepada umat usai mengirim sejumlah uang kolekte. Petugas liturgi juga akan mengumumkan di mimbar bila ada umat yang tak membawa uang tunai, paroki menyediakan mesin EDC sebagai wadah tambahan untuk kolekte.
Cara tersebut dianggap sebagai salah satu model memberi kolekte dalam perayaan liturgi, secara khusus dalam Ekaristi. Model tersebut merupakan cara baru seturut perkembangan sarana teknologi zaman sekarang.
Mungkin, secara pastoral, hal ini membantu umat yang tak biasa membawa uang tunai dapat berkolekte juga. Namun, sebaiknya kita bertanya, apakah cara ini mempunyai makna simbolis liturgis, seperti diatur oleh Gereja selama ini dalam pedoman-pedoman liturgi, khususnya berkaitan dengan kolekte dalam Misa?
Membuat Pertimbangan
Kita perlu melihat lebih dulu cara biasa selama ini dan makna simbolis liturgis agar dapat membuat pertimbangan lebih baik. Cara biasa yang digunakan selama ini adalah memasukkan uang kolekte dalam bentuk logam atau lembaran ke dalam kantong atau wadah kolekte.
Umumnya pemberi kolekte berusaha memasukkan uang tunai ke dalam tempat kolekte dengan sedemikian cara sehingga orang lain tak mengetahui jumlah pemberiannya.
Setelah uang kolekte terkumpul, petugas liturgi mengantar kolekte umat bersama bahan persembahan lain ke depan altar. Sampai di sana, imam pemimpin perayaan akan menerima bahan-bahan persembahan itu. Mengumpulkan, mengantar, serta menyerahkan kolekte untuk diterima oleh imam in persona Christi, merupakan bagian tindakan liturgis dalam Ritus Persiapan Persembahan. Ini mengandung makna simbolis liturgis.
Dalam Redemptionis Sacramentum (RS), nomor 70, Instruksi Pelaksana 6, tentang sejumlah hal yang perlu dilaksanakan ataupun dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus –dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen, 25 Maret 2004–, berbunyi demikian, “Bahan persembahan yang biasanya disiapkan oleh umat beriman untuk Liturgi Ekaristi dalam Misa Kudus, tidak terbatas hanya pada roti dan anggur untuk Perayaan Ekaristi tersebut, namun boleh juga merupakan pemberian yang disediakan oleh kaum beriman dalam bentuk uang atau bahan tertentu, pemberian-pemberian lahiriah (ini) harus selalu merupakan ungkapan yang kelihatan dari persembahan sejati yang diharapkan Allah, ialah: hati yang remuk redam, cinta akan Allah dan sesama, melaluinya kita bergabung dengan kurban Kristus yang mempersembahkan diri-Nya bagi kita.
Demi menjaga keagungan Liturgi Suci, persembahan-persembahan jasmaniah hendaknya diantar ke depan dengan suatu cara yang pantas. Karena itu, uang dan sumbangan-sumbangan lain, hendaknya ditaruh di suatu tempat yang sesuai, tetapi terpisah dari meja Ekaristi. Kecuali uang dan sewaktu-waktu suatu bagian kecil dan simbolis dari pemberian-pemberian lain, sebaiknya persembahan-persembahan yang demikian dibuat di luar rangka perayaan Misa.”
Kolekte sebagai bagian utuh dari bahan persembahan, perlu disiapkan dan diantar secara lahiriah. Artinya, tampak kelihatan dibawa dan diterima oleh imam. Pemberian lahiriah ini harus selalu mengungkapkan persembahan sejati, yaitu persembahan hati yang remuk redam serta cinta akan Allah dan sesama.
Persembahan dalam bentuk uang (kolekte) dan sewaktu-waktu sebagian kecil dan simbolis dari bahan persembahan dibuat dalam Ekaristi. Sedangkan bahan persembahan lain dapat juga (sebaiknya) dibuat di luar Misa. Itu berarti uang kolekte tidak dikumpulkan di luar Misa (sebelum atau sesudahnya).
Bila demikian, penggunaan EDC untuk transfer uang di luar Misa bukanlah tindakan liturgis (kehilangan makna simbolis liturgis). Sebab, tak jadi bagian dari tindakan Persiapan Persembahan, dan tak tampak secara kasat mata bahwa uang itu diantar bersama roti dan anggur, serta bahan persembahan lain ke depan Altar untuk diterima oleh imam in persona Christi.
Hubungan Erat
Seandainya EDC digunakan juga selama Misa, tetap tidak tampak bahwa uangnya diantar untuk diterima oleh imam. Selain itu, transfer kolekte dengan EDC yang dilakukan di tengah perayaan Ekaristi, dan saatnya tergantung pada keinginan pribadi atau menanti giliran dalam antrean panjang, akan memperlihatkan secara jelas bahwa tindakan tersebut merupakan satu kegiatan tambahan yang dapat mengganggu konsentrasi umat selama Perayaan Ekaristi.
Sebaliknya, EDC dapat digunakan di luar Perayaan Ekaristi untuk tujuan lain, seperti: memberi uang stipendium kepada imam yang merayakan Ekaristi dengan intensi dari pemberi stipendium. EDC dapat dipakai juga untuk mentransfer uang iura stolae kepada petugas liturgi, yang biasanya dilakukan sesudah membuat pelayanan sakramen atau pastoral pada umumnya. Bahkan dapat dimanfaatkan juga dompet digital seperti sistem OVO, Gopay, E-money, atau aplikasi lain untuk menyalurkan uang bagi pelayan sakramen.
Kolekte yang dibuat pada saat Persiapan Persembahan merupakan wujud nyata dari persiapan diri umat beriman untuk mengambil bagian dalam kurban syukur Yesus Kristus. Dengan memberi sebagian uang yang dimiliki, umat beriman mau menyerahkan seluruh diri, rohani jasmani, untuk disatukan dengan diri Yesus dalam kurban syukur.
Kolekte adalah bagian dari doa syukur pujian atas anugerah Tuhan yang telah diterima dan sekaligus jadi bagian dari pengorbanan diri bersama Yesus untuk kepentingan banyak orang lain terutama untuk membantu orang yang berkekurangan atau orang miskin dan untuk kepentingan Gereja (Pedoman Umum Misale Romawi [PUMR] 73 dan RS 70).
Dengan demikian, kolekte yang dibuat pada saat Persiapan Persembahan mempunyai hubungan erat dengan Doa Syukur Agung dan dengan Komuni. Inilah makna liturgis penting dari kolekte: bersama-sama mengumpulkan uang untuk diserahkan kepada Yesus agar dalam semangat syukur dan dengan hati tulus dibagi-bagi sebagai berkat kepada banyak orang lain yang membutuhkan. Kolekte lalu menjadi doa penyerahan, doa syukur pujian, serta tanda kasih tanpa pamrih yang mempersatukan dan menghidupkan.
Semakin kita rela memberi (dalam kolekte), semakin kita tahu bersyukur (dalam Doa Syukur Agung), dan semakin kita bersatu padu dalam kasih dengan saudara-saudari lain dan dengan Tuhan sendiri sebagai sumber anugerah (dalam Komuni).
Untuk itu sangat diharapkan agar kita rela berkolekte tanpa pamrih, bukan dalam semangat “memberi agar mendapat balasan berlimpah” (do ut des). Prinsip itu berlaku tidak hanya dalam Ekaristi tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Meninjau Kembali
Bila sarana atau teknologi modern kurang membantu kita secara tepat untuk menyadari dan melaksanakan tanggungjawab liturgis memberi kolekte dengan semangat dan tujuan yang benar, maka kita perlu meninjau kembali penggunaan sarana tersebut dalam Perayaan Liturgi.
Seandainya perangkat mutakhir tertentu secara praktis sangat menolong, tetapi secara simbolis liturgis tidak cocok dengan pedoman-pedoman liturgi yang ada, apakah kita mempunyai hak untuk memutuskan untuk menggunakannya?
Pastor Bernardus Boli Ujan SVD
Dosen Liturgi STFK St Paulus Ledalero, NTT
HIDUP NO.43 2019, 27 Oktober 2019
Perlu pencerahan sampai ke paroki2. Kemajuan teknologi jgn sampai menjebak gereja sbg sarana mengumpulkan mamon yg pd akhirnya bukn tdk mungkin menyeret gereja pd praktek materialisme. Di lain segi,
dgn adanya wabah Corona, misa dilaksankn live streaming di rumah2 umat tpi kolekte juga tetep diminta olh pengurus lingkungan, apakah ini tdk bertentangan dgn prinsip liturgis? Mksh