HIDUPKATOLIK.com – Gereja Katolik memiliki tradisi busana yang indah dan sarat dengan makna simbolis.
Saat Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo menjadi Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, ia akan mengenakan jubah dengan warna utama merah kirmizi. Warna ini melambangkan kesiapsediaan kardinal untuk mencurahkan darahnya demi mempertahankan iman. Warna merah kirmizi dipasang sebagai warna untuk kardinal oleh Paus Gregorius X di Konsili Lyon kedua di Paris tahun 1274. Selama beberapa abad jubah kardinal telah berkembang dan standar saat ini ditetapkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1969. Kepada HIDUP, pengamat busana Gereja Katolik serta yang mendampingi dan melayani Kardinal Suharyo di Roma, Albert Wibisono membeberkan secara detail busana khas kardinal.
Para penjahit baju kardinal yang secara turun temurun telah menjahit bagi kepausan, semuanya taat pada aturan pembuatan busana Gereja yang dikeluarkan Vatikan, termasuk “Ut Sive Sollicite” (Instruksi Sekretariat Negara tentang Busana, Gelar dan Lambang Kardinal, Uskup serta Prelat Minor Lain) dan “Caeremoniale Episcoporum” (Tata Upacara Para Uskup).
Secara kasat mata, kardinal dapat dikenali dari busana liturginya yang berwarna merah. Aturan Vatikan yang berlaku sekarang pada dasarnya membagi busana kardinal menjadi tiga macam, busana liturgis, busana resmi dan busana sehari-hari.
Busana Liturgis (Choir Dress-Habitus Choralis)
Busana kardinal untuk upacara liturgi gereja, di dalam dan di luar wilayah keuskupannya, adalah: jubah merah setakat mata kaki; sabuk sutera merah; rochet dari linen atau bahan sejenis (warna putih); mozetta (mantol kecil yang menutup pundak, dengan kancing di bagian depan) merah; salib pektoral (salib dada) dengan tali anyaman warna merah-emas (bukan dengan rantai); pileola (topi kecil yang juga dikenal dengan nama solideo/ zucchetto) merah. Awalnya, pileola adalah pelindung kepala dari hawa dingin, untuk dikenakan oleh semua klerus yang sudah ditonsura (dicukur gundul, seperti sering kita lihat pada gambar/patung St. Fransiskus Asisi atau St. Antonius Padua); biretta (topi segi empat tanpa pom) merah; dan stocking/kaos kaki merah.
Cappa magna (mantol kebesaran) merah, tanpa bulu ermine, boleh dikenakan hanya di dalam wilayah keuskupan dan untuk perayaan-perayaan yang bersifat lebih agung. Kardinal senantiasa mengenakan cincin, simbol kesetiaannya pada dan ikatan sucinya dengan Gereja, pengantinnya.
Busana Resmi (untuk Acara Resmi Non-Liturgis)
Busana kardinal untuk acara resmi non-liturgis adalah: jubah hitam setakat mata kaki dengan berbagai aksen merah di bagian tepi kain dan lubang kancing; paliola (mantol kecil yang menutup pundak, terbuka dan tanpa kancing di bagian depan) hitam dengan aksen merah (mantol ini opsional, boleh dikenakan boleh tidak); sabuk sutera merah; salib pektoral dengan rantai; pileola merah; collare merah; stocking/kaos kaki merah (kaos kaki merah ini juga opsional). Di daerah tropis, jubah dan paliola warna hitam dengan aksen merah ini sering diganti dengan putih atau krem muda dengan aksen merah. Ini praktik yang kita temui di Indonesia.
Busana Sehari-hari
Busana kardinal untuk keperluan sehari-hari adalah: jubah hitam polos setakat mata kaki (tanpa aksen merah); sabuk sutera merah; salib pektoral dengan rantai; pileola merah (opsional); collare merah (opsional); stocking/kaos kaki hitam. Cincin selalu dikenakan. Tidak selalu demikian, saat santai di rumah kardinal boleh mengenakan jubah tanpa plipit dan kancing merah sekalipun. Sedangkan kardinal yang berasal dari tarekat religius dapat mengenakan jubah institusinya seperti Kardinal Sean O’Malley. Ia selalu mengenakan jubah khas ordonya.
Cincin
Untuk melambangkan ikatan mereka dengan Kepausan, Paus memberi masing-masing kardinal baru cincin emas. Ketika seseorang mencium cincin tersebut hal ini dilakukan sebagai tanda penghormatan posisi kardinal dan otoritas dalam iman yang melekat dengan posisi itu.
Biretta
Topi berbentuk bujur sangkar yang dikenakan bersama zucchetto. Warna biretta menunjukkan pangkat klerus. Biretta kardinal berwarna merah tidak mengenakan pom seperti biretta uskup.
Salib Pektoral
Dengan tali anyaman warna merah-emas (bukan dengan rantai).
Mozetta
Mantol kecil yang menutup pundak dengan 12 kancing sutra. Bahannya tidak harus terbuat dari sutra air.
Rochet
Busana khusus kardinal yang mirip dengan superpli. Bedanya, bagian lengan rochet sempit dan superpli (seharusnya) lebih lebar. Biasanya, bagian bawah badan dan lengan rochet terbuat dari renda yang cukup lebar terbuat dari linen, renda atau linen bordir dan biasanya diberi pelapis sutera warna merah di bagian dalam lengan bawah. Rochet selalu dikenakan di atas jubah dan sabuk sutera merah dan di bawah mozetta merah.
Jubah
Jubah panjang penuh, pas badan berwarna merah. Choir Dress-Habitus Choralis ini tidak harus terbuat dari sutra air.
Zuchetto
Disebut juga pileola dalam Bahasa Latin, yaitu sepotong penutup kepala.
Mitra
Dalam Misa Konselebrasi bersama Paus, kardinal mengenakan topi khusus yakni Mitra Simplex. Mitra ini terbuat dari sutra damask warna putih.
Salib Pektoral dengan rantai.
Paliola
Mantol kecil yang menutup pundak, terbuka dan tanpa kancing di bagian depan, hitam dengan aksen merah. Mantol ini opsional, boleh dikenakan boleh tidak.
Sabuk Sutra Merah
Dipakai untuk keperluan liturgi dan non liturgi. Sabuk ini dikenakan di dada bagian bawah, bukan di pinggang.
Ferraiolo
Mantol panjang dari sutera merah hanya digunakan untuk acara-acara yang lebih resmi, misalnya wisuda di universitas Katolik yang biasanya juga dihadiri uskup dan kardinal, berbagai acara kenegaraan dan lain-lain acara resmi non-liturgis. Jas/jaket panjang hitam biasa, yang dilengkapi penutup kepala sekalipun, boleh digunakan di atas busana resmi ini bila cuaca dingin mengharuskan.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.42 2019, 20 Oktober 2019