HIDUPKATOLIK.com – Romo Erwin MSF yang baik, saya prihatin terhadap anak lelaki saya yang ingin menikah secara catatan sipil dengan seorang janda beranak satu, yang masih terikat perkawinan secara Katolik dengan suaminya yang pergi meninggalkannya, dan menikah lagi dengan perempuan lain. Saya juga prihatin terhadap istri saya yang justru menyetujui, walau dalam konsultasi dengan pastor paroki kami, diberitahu bahwa sang janda tersebut berhalangan untuk menikah. Apa yang sebaiknya harus saya lakukan? Mohon petunjuk. Terima kasih
Rudi, Jakarta
Pak Rudi yang baik, sebelumnya saya ingin menyampaikan rasa bangga saya akan sikap Bapak yang sangat menjunjung tinggi ajaran Gereja. Secara pribadi, saya “angkat topi” atas kesetiaan ini. Tidak sedikit yang mau “hantam kromo”, tidak mau mengikuti hukum Gereja dengan alasan desakan dan merasa “dipersulit” oleh Gereja. Gereja sesungguhnya tidak mempersulit, tetapi mengajak demi kesucian Sakramen Perkawinan, mengingatkan bahwa aturan yang dibuat semata untuk kebaikan dan kesucian Sakramen Perkawinan yang diterima umat.
Memang tidak mudah menasihati seseorang yang sedang jatuh cinta dan sudah meyakini pilihan hatinya. Anak Bapak tentu saja berhak atas cinta pada pacarnya itu. Mencintai adalah hak setiap orang, tetapi menjadikannya sebuah institusi perkawinan selalu harus berurusan dengan hukum yang dianut, yang dalam hal ini adalah agamanya sendiri, Katolik.
Dalam Gereja Katolik, halangan nikah karena status tidak bebas, memang sangat kuat menjadi halangan setiap perkawinan. Peneguh atau imam tidak boleh meneguhkan perkawinan mereka, yang belum dibereskan status bebasnya, karena masih terikat perkawinan sebelumnya.
Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) dituliskan, “Peneguh perkawinan bertindak tidak licit bila baginya belum ada kepastian menurut norma hukum mengenai status bebas calon mempelai, dan sedapat mungkin dengan izin pastor paroki, setiap kali ia meneguhkan perkawinan berdasarkan delegasi umum” (KHK Kan 1114).
Licit berarti layak. Kalau seorang peneguh Katolik meneguhkan perkawinan orang Katolik yang pernah menikah dan belum beres pernikahannya. Karena itu, pernikahan yang akan dilangsungkan anak Bapak adalah pernikahan tidak sah dan bersinggungan dengan hukum Gereja.
Sedapat mungkin Bapak perlu menjelaskan kepada istri dan anak mengenai hal ini, sehingga kalau pun mereka memaksa melakukannya, ia sudah tahu konsekuensi imannya. Ketika anak Bapak menjalani pernikahan di luar Gereja, secara otomatis akan terkena ekskomunikasi dengan segala konsekuensinya, dikeluarkan dari komunitas Gereja Katolik, dan dicabut haknya untuk menerima pelayanan sakramen dan pastoral.
Berjuanglah dengan sekuat tenaga untuk menyampaikan hal ini. Bapak bisa menyatakan sikap menolak merestui pernikahan yang akan membawa permasalahan iman ini. Dengan penuh pengertian, ajak kedua pihak untuk berbicara. Pertama kepada anak Bapak sendiri, kedua bersama-sama termasuk istri Bapak, yang barangkali belum memahami secara penuh ajaran Gereja Katolik.
Jika menemui kesulitan, ada baiknya Bapak mengundang ketua lingkungan, ketua wilayah, atau bahkan sekali lagi ke pastor paroki untuk mengambil bagian menjelaskan semuanya. Cinta tidak harus bertabrakan dengan kenyataan, bahwa kedua pihak tidak boleh menikah demi imannya. Penjelasan ini mau membuka wawasan bahwa perkawinan tidak selalu bisa dilangsungkan untuk pihak yang pernah menikah sah.
Seandainya memang tetap mau menikah, maka jalan yang harus ditempuh adalah mengurus pembatalan nikah terlebih dahulu melalui tribunal di keuskupan. Akan tetapi hal ini sulit diterima, mengingat alasan perceraian tidak jelas.
Persoalan Bapak dapat diselesaikan dengan proses dialog orangtua-anak dan barangkali suami-istri juga. Kalau anak Bapak menurut kata-kata ibunya, maka Bapak perlu memberitahu situasi ini kepada istri Bapak. Itu langkah yang bisa diambil. Tak perlu khawatir, selama niat kita baik, Tuhan pasti ada tempat untuk turut campur menyelesaikan. Semoga ada jalan keluar terbaik dan iman mendapat tempat sewajarnya. Tuhan memberkati.
Alexander Erwin Santoso MSF
HIDUP NO.41 2019, 13 Oktober 2019