HIDUPKATOLIK.com – Ketua lingkungan adalah mitra Gereja yang harus mewartakan harapan dan kegembiraan di tengah dunia.
St. Paulus, St. Yakobus, atau St. Barnabas yang harus kita teladani sebagai ketua lingkungan? Pertanyaan ini dilontarkan Kardinal Ignatius Suharyo dalam rekoleksi “Temu Muka dengan Kardinal Ignatius Suharyo,” di lantai IV Gedung Karya Pastoral, Paroki St. Helena, Tangerang, Sabtu, 9/11.
Rekoleksi sehari ini dihadiri para ketua lingkungan dari enam paroki di Dekenat Tangerang I yaitu Paroki St. Odilia Citra Raya, Paroki St. Gregorius Agung Kuta Bumi, Paroki Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda Tangerang, Paroki St. Agustinus Perum Karawaci, Paroki St. Bernadeth Ciledug, dan Paroki St. Helena.
Melanjutkan pertanyaannya, Kardinal mengatakan tiga figur dalam Kitab Suci itu hidup penuh iman dalam mewartakan Kabar Gembira. Tetapi ada keistimewaan masing-masing. Sebagai ketua lingkungan, ujarnya, kita harus meneladani figur Barnabas. “Jika diberikan pilihan antara Paulus, Yakobus, dan Barnabas, menurut saya yang paling tepat adalah Barnabas yang selalu dijuluki orang baik, penghibur, penuh roh kudus dan beriman,” lanjutnya.
Dalam Injil digambarkan Barnabas dan Paulus sangat akrab namun pada saat yang lain keduanya berselisih dari hal sepele hingga hal yang rumit. “Maka itu ketika ada persoalan atau perselisihan di lingkungan masing-masing diharapkan untuk mencari jalan keluar sehingga jangan sampai umat semakin terpecah belah,” pesan Uskup Agung Jakarta ini.
Rekoleksi ini juga dihadiri Dekan Tangerang I, Pastor Stefanus Suwarno, OSC; Wakil Dekan, Pastor Walterus Teguh Santoso, SJ; Kepala Paroki St. Helena, Pastor Lukas Sulaeman, OSC; dan sejumlah imam lain yang bertugas di Dekanat Tangerang I.
Kardinal Suharyo mengawali pertemuan itu dengan menyampaikan terima kasih kepada para ketua lingkungan sebagai mitra kerja Gereja di paroki masing-masing. Ia mengatakan betapa pentingnya peran ketua lingkungan bahkan lebih berat dari tugas uskup.
Kardinal Suharyo mengajak para ketua lingkungan untuk melihat dua hal penting yakni, pertama, sejarah awalnya lingkungan dalam perkembangan Gereja Katolik Indonesia. Kedua, inspirasi yang bisa dipetik dari Kitab Suci khususnya dari Kisah Para Rasul 4:41 -47.
Terkait sejarah, ada sebuah buku hasil penelitian seorang misionaris berjudul, “Dari Gereja Katolik Roma Menuju Gereja Katolik Indonesia” (2000). Buku ini menggarisbawahi betapa pentingnya peran lingkungan. Melalui lingkungan umat Allah bersekutu, berkumpul untuk saling menyampaikan Kabar Gembira.
Mengenai konsep lingkungan, pertama kali dilontarkan seorang imam muda Romo Albertus Soegijapranata (kemudian jadi Uskup Agung Semarang) dalam suatu pertemuan di Gereja Paroki St Yusup Bintaran, Yogyakarta tahun 1934. Waktu itu lingkungan tidak masuk dalam struktur organisasi melainkan hanya sebagai wujud orang Katolik terlibat dan berkumpul di tengah masyarakat untuk mengungkapkan kegembiraan dan harapan umat.
Perkembangan Gereja Katolik dalam sejarah di Indonensia setelah adanya Gaudiem Et Spes atau Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern ini menunjukksan perkembangan menggembirakan. Ucapan kegembiraan ini, menurut Kardinal Suharyo hendaknya tak memudarkan semangat para pelayan pastoral bahkan kala menghadapi ragam tantangan sehingga mereka bisa melayani sampai ke ujung dunia.
Kardinal Suharyo juga mengharapkan agar umat tidak melihat keberhasilan pelayanan ini tergantung dari peran banyak atau sedikitnya kehadiran imam. Meski jumlah umat semakin bertambah, pastor berkurang, hendaknya tidak akan mengurangi kualitas pelayanan.
Konradus R. Mangu
HIDUP NO.46 2019, 17 November 2019