HIDUPKATOLIK.com – Tarekat Sekulir merupakan salah satu kekayaan Gereja yang patut mendapat tempat dalam sebuah persekutuan Gerejawi.
Selasar lantai satu Gedung Hati Kudus Yesus, Paroki Santo Antonius Padua, Bidaracina, Jakarta Timur dipenuhi oleh hidangan prasmanan. Umat yang berdatangan, sibuk memegang smartphonenya untuk mengabadikan momentum potong tumpeng yang dilakukan oleh anggota Tarekat Sekulir Compagnia Missionaria del Sacro Cuore didampingi oleh Pendamping Rohani, Pastor Donatus Kusmartono, SCJ, 9/11.
Pemotongan tupeng ini dalam rangka mengucap syukur 20 tahun kehadiran Tarekat Sekulir Compagnia Missionaria del Sacro Cuore (Serikat Missionaris Hati Kudus Yesus) di Indonesia. Compagnia Missionaria (CM) didirikan pada 25 Desember 1957 di Bologna, Italia oleh Pastor Albino Elegante, SCJ.
Pastor Kusmartono menjelaskan tarekat ini terbentuk atas gerakan spiritual yang diinisiasi oleh SCJ untuk suatu persembahan diri pada Hati Kudus Yesus. “Dalam proses berikutnya dibentuklah CM, kelompok yang terdiri dari awam yang mau menyucikan atau menggarami dunianya, panggilan hidupnya masing-masing dengan spiritualitas Hati Kudus, karya misi juga keseriusan dalam hal hidup kerohanian,” terangnya.
Dari situ, dikembangkan menjadi institut sekulir dan diupayakan untuk diakui oleh Takhta Suci sehingga menjadi tarekat kepausan. Kemudian, tarekat sekulir ini mendapatkan status kepausan pada 12 Mei 1994.
Di sisi lain, menurut Romo Kus, sapaannya, rasanya tidak begitu banyak yang tahu bahwasanya ada institut sekulir semacam CM. “Mereka tahunya kaul ya suster. Jika melihat anggota CM ini dengan orang biasa, akan sama saja. Kalau tidak diketahui umat, bagaimana cara berkembang?” ujarnya.
Bagi Romo Kus, Tarekat Sekulir CM merupakan salah satu kekayaan Gereja. Sehingga, tarekat ini menjadi alternatif untuk kaum awam yang mau lebih serius dan mau menghidupi cara keimanannya dengan cara tertentu. “Ini cara alternatif yang pantas untuk mendapat tempat, sisi doktrin Gereja ini tidak ada penyimpangan dan diakui, ya sangat baik jika Gereja dalam arti hierarki maupun persekutuan memberi tempat bagi kelompok ini,” ungkap Romo Kus.
Romo Kus menambahkan, anggota CM menghidupi spiritualitas baik untuk diri sendiri dan menggarami dunianya. Dunianya dalam arti di mana pun mereka diutus itulah panggilan mereka. Jadi, saat mereka masuk tarekat ini tidak mengubah pekerjaan mereka yang sebelumnya.
Ludovik Syamsudin, salah satu anggota yang bergabung sejak 2003, mengatakan pesta ulang tahun yang sebenarnya dirayakan pada 25 Desember. “Peringatan 20 tahun, terhitung saat tahun misionaris pertama dari Indonesia, Marcellina M. Mudji pergi ke Italia untuk belajar tahun 1999. Dan kami mengambil tanggal 9 November karena kami bisa kumpul bareng karena hari libur,” terang Ludo.
Tarekat Sekular CM di Indonesia terdiri dari para wanita single yang berkaul kemurnian, kemiskinan, ketaatan, kekeluargaan. “Anggota kami di Indonesia ada lima orang. Tiga domisili di Palembang. Satu di di Bandung dan satu lagi ada Jakarta,” jelasnya.
Seiring 20 tahun berjalan, Ludo berfleksi bahwa anggota Tarekat Sekulir CM memang sedikit, tetapi harus ada mutu. “Jangan takut dengan yang sedikit karena yang sedikit harus ada mutu. Tidak berjumlah banyak tetapi pengolahan rohani kami kuat, dan berani masuk dalam dunia global,” pungkasnya.
Karina Chrisyantia
HIDUP NO.46 2019, 17 November 2019