HIDUPKATOLIK.com – Melalui Keuskupan Militer, Gereja hadir mendampingi para prajurit agar selalu dalam semangat kebangsaan dan keimanan.
Gereja Katolik telah lama hadir di tengah militer, melalui Keuskupan Militer (Ordinariatus Castrensis/OC). Bermula pada masa Perang Dunia I, ketika banyak tentara yang meninggalkan keluarga tanpa kepastian hidup gugur di medan perang. Takhta Suci, pada 24 November 1917, mengangkat Uskup Pembantu New York, Mgr Patrick J. Hayes DD menjadi uskup militer bagi anggota Angkatan Bersenjata yang beragama Katolik bersama keluarga mereka di Amerika Serikat. Reksa rohani untuk militer beragama Katolik bahkan dimasukkan dalam Kitab Hukum Kanonik.
Awalnya, Keuskupan Militer bertugas mendampingi tentara yang terjun di medan perang, dengan hidup bersama mereka dan memberi pelayanan rohani serta pendampingan spiritual. Pada 1951, Kongregasi Konsistoria Vatikan mengeluarkan Surat Apostolik Solemne Semper yang menegaskan penjaminan reksa pastoral anggota tentara sesuai dengan beragam keadaan. Di kemudian hari, Paus Yohanes Paulus II juga mengeluarkan Konstitusi Apostolik tentang Ordinariat Militer, Spirituali Militum Curae, pada 1986. Paus merevisi sejumlah norma yang terkait reksa pastoral bagi para tentara agar memiliki kekuatan baru dan berdaya guna.
Revisi ini memungkinkan norma-norma menjadi berbeda di setiap negara, sebab adanya perbedaan jumlah tentara, konsisi sosial politik, dan dasar hukum. Karenanya, masing-masing ordinariat militer memiliki kekhasannya. Ordinariat militer adalah wilayah Gerejawi yang secara hukum sama dengan keuskupan teritorial, dan memiliki uskupnya sendiri.
Indonesia menjadi satu dari tiga negara Asia yang memiliki keuskupan militer, selain Korea Selatan dan Filipina. Pada 1949 saat masih terjadi agresi militer Belanda, Menteri Pertahanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX membentuk unit pelayanan rohani dan mental di angkatan perang demi perjuangan kemerdekaan. Satu bulan setelahnya, Takhta Suci mendirikan Vikariat Militer Indonesia dengan dekret No. 102/50, tepat pada hari Natal.
Vikariat militer ini dimaksudkan untuk menangani kebutuhan rohani khusus anggota angkatan perang yang beragama Katolik. Vikaris Apostolik Semarang, Mgr Albertus Soegijapranata SJ ditunjuk sebagai vikaris militer yang pertama. Uskup OCI saat ini, Mgr Ignatius Suharyo mengatakan, dekatnya pendirian unit pelayanan rohani dan mental dengan OCI adalah tanda paling jelas dari dukungan Gereja Katolik untuk perjuangan kemerdekaan RI.
TNI dan Polri
Di berbagai negara, keuskupan militer betul-betul hanya diperuntukkan bagi militer. Kecuali di Indonesia, Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI) dikenal dengan sebutan Keuskupan di Lingkungan TNI/Polri. Dulunya ABRI mencakup Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian. Namun, sejak reformasi 1998, ABRI berubah menjadi TNI, dan Polri dipisahkan dari tubuh ABRI.
Dalam pelayanan, uskup militer menugaskan beberapa imam untuk mendampingi kerohanian para tentara dan polisi. Para imam ini ada yang menjalani pendidikan militer penuh sehingga ia menjadi anggota militer penuh atau perwira karier. Ada pula yang melayani kalangan militer dengan status PNS di lingkungan TNI/Polri dan tidak memperoleh pangkat militer atau kepolisian tituler.
Ketika Polri belum dipisahkan dari ABRI, para pastor mendapat tugas memimpin lembaga dalam struktur organisasi di Pusat Pembinaan Mental, lembaga yang terdiri atas semua agama di Indonesia. Pangkat tituler diberikan kepada para pastor militer yang memimpin Pusbintal. Namun, pangkat tituler kemudian dihapus dan berganti dengan para pastor berstatus PNS yang tunduk kepada komandan sekaligus kepada uskup. Namun, saat ini pastor PNS pun sudah tak ada. Pelayanan rohani anggota militer Katolik dan keluarganya dijalankan melalui reksa pastoral di paroki-paroki.
Demi menjaga kelangsungan pelayanan bagi anggota TNI-Polri, uskup militer mengangkat pastor bantuan militer dan polisi (Pasbanmilpol). Tugasnya adalah mendampingi umat Katolik di lingkungan TNI/Polri di seluruh wilayah Indonesia, dan membantu kelancaran tugas pelayanan pastoral kerasulan TNI/Polri.
Kini, dengan semakin hidupnya OCI, Mgr Suharyo menunjuk Romo Letkol Yos Bintoro menjadi wakil uskup atau vikaris jenderal (Vikjen) OCI. Sebagai Vikjen, kata Mgr Suharyo, apa yang menjadi tanggung jawab uskup adalah juga tanggung jawab Vikjen. “Di dalam Gereja, yang namanya uskup dan vikaris jenderal adalah satu kesatuan,” ujar Mgr Suharyo saat ditemui di Wisma Keuskupan Agung Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis, 26/9.
Wakil Uskup
Romo Yos Bintoro atau akrab disapa Romo Yote bukanlah wakil uskup OCI yang pertama. Sebelumnya, Romo Stanislaus Sutopanitro pernah menjabat wakil uskup OCI sejak masa Kardinal Yustinus Darmoyuwono sampai Kardinal Julius Darmaatmadja SJ. Hanya, kata Mgr Suharyo, saat itu hanya disebut sebagai wakil uskup bukan vikaris jenderal.
Mgr Suharyo mengatakan, militer adalah suatu institusi yang organisasinya sangat rapi, di mana orang luar yang bukan tentara tidak bisa asal masuk. Romo Yote sebagai tentara tentu bisa berbicara dalam institusi sendiri. Romo Yote akan lebih paham apa yang menjadi kebutuhan dan harapan tentara Katolik. “Apalagi sekarang dia mempersiapkan calon perwira dan di dalam organisasi terstruktur, dia menjalankan pelayanan rohani, bisa berbicara dalam institusi itu tentang apa yang bisa ditawarkan oleh pelayanan OCI bagi TNI/Polri,” katanya.
Sebagai imam yang juga tentara, pada Romo Yote, Mgr Suharyo menaruh banyak harapan. “Saya sangat berharap kepada Romo Yos Bintoro, karena Romo Yos adalah seorang imam yang sungguh-sungguh unggul, sekaligus beliau adalah seorang tentara yang sangat profesional,” ungkapnya.
Kombinasi antara keduanya itu, tambah Mgr Suharyo tidak gampang, karena berada dalam dua lembaga yang sangat berbeda, loyalitas militer kepada komandan, sementara imam kepada uskup. Romo Yos diharapkan bisa menggabungkan keduanya sehingga menjadi landasan untuk membangun kreatifitas pelayanan. “Ada banyak ide cemerlang yang saya dengar dari Romo Yos, semoga nanti Romo Yos mempunyai teman yang bisa diajak untuk saling bertukar pikiran dan memajukan pelayanan bagi umat Katolik di lingkungan TNI dan POLRI.” Saat ini, seorang imam lain dari Keuskupan Malang juga tengah menjalani karier militernya seperti Romo Yote, yaitu Pastor Letda Paulus Nasib Suroto.
Hermina Wulohering
Pelayanan-pelayanan OCI Selama Ini
• Peningkatan iman dan takwa, bimbingan rohani dan mental: Perayaan Ekaristi, adorasi, diklat pastoral
• Komunikasi dan jejaring kemitraan dengan Panglima TNI, Kapolri, Kasad, Kasau, Kasal dan Mabes serta Kemhan dan institusi negara tingkat nasional
• Mengajar agama sebagai guru militer (gumil)
• Mengajar di Unhan, PTIK, Lemdikpol dan Lemhanas RI
• Konsultasi pastoral
• Pelayanan Sakramen, bila memungkinkan tetap dalam hubungan dengan paroki setempat
• Devosi dan ziarah
• Penyegaran rohani dalam rekoleksi dan retret
• Penataran rohani Katolik bagi perwira rohani
• Kunjungan pastoral kepada umat Katolik TNI dan Polri di Garnisun/Kodam/Polda se-NKRI
• Menulis di majalah atau buletin rohani Katolik dan Bintak TNI/Polri.
• Sapaan pastoral melalui Surat Gembala dan grup WhatsApp
• Perayaan hari-hari besar keagamaan Katolik tingkat Mabes dan nasional
• Acara Kopdar Paskahan Bersama dan Wawan Hati
• Perayaan-perayaan syukur hari-hari besar nasional
• Menyiapkan secara spiritual peacekeepers di Peacekeeping Centre PMPP TNI, Sentul, Bogor sebelum berangkat ke misi-misi perdamaian.
• Mencatat kronik dan dokumentasi karya OCI
• Menjadi narasumber sarasehan dan seminar di Pusbintal
• Menjadi saksi/rohaniwan penyumpahan
Sumber : Wawancara dengan Pasbanmilpol, Pastor Rofinus Neto Wuli
HIDUP NO.39 2019, 29 September 2019