HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh terkasih, saya dan pacar telah menjalin hubungan selama tiga tahun. Secara finansial, kami tak ada kesulitan untuk membawa relasi kami ke tahap yang amat serius : pernikahan. Persoalannya adalah pacar saya beragama Islam. Tapi terus terang, dia tak taat menjalankan perintah agama, antara lain nyaris tak pernah shalat, tak pernah puasa, minum-minuman berakohol.
Pacar saya kerap mengantar dan menemani saya ke gereja. Ia juga ikut Misa. Namun, ia belum mau mengikuti katekese. Katanya, ia ingin secara pribadi mengenal lebih dalam dulu soal Katolik sebelum ikut katekese. Di sisi lain, orangtua saya sudah purna karya. Mereka ingin menyaksikan saya menikah secara Katolik. Namun kerinduan mereka belum bisa saya wujudkan karena kondisi pacar saya. Selain itu, akhir-akhir ini saya juga ada ketakutan, jangan sampai setelah tiga tahun berpacaran, kami putus karena perbedaan agama. Selain itu, hingga kini, meski pacar kerap ke gereja, belum ada jaminan pasti pacar saya bakal menjadi Katolik. Sementara usia saya sudah 30 tahun dan orangtua semakin uzur. Apa yang harus saya lakukan?
Fransisca Retno, Jakarta
Saudari Fransisca, dapat dipahami Anda dalam keadaan galau karena situasi ini. Ada beberapa hal yang harus Anda pertimbangkan terkait situasi tersebut. Serta, menentukan langkah Anda selanjutnya.
Anda menyatakan, telah berpacaran selama tiga tahun. Jangka waktu tiga tahun adalah sesuatu yang relatif. Anda dapat mengenal secara mendalam pasangan apabila intens berinteraksi dan saling terbuka. Namun, dapat pula tak bermakna apa-apa jika interaksi kalian sekadar untuk bersenang-senang, tak berusaha saling mengenal secara mendalam baik kepada pasangan maupun keluarganya.
Waktu tiga tahun juga dapat dinyatakan singkat apabila dibandingkan dengan masa hidup berkeluarga. Hidup berkeluarga berlangsung puluhan tahun, bahkan beberapa pasangan dapat merayakan pesta emas perkawinan (50 tahun). Oleh karena itu, jangan pertaruhkan pacaran yang singkat untuk kehidupan jangka panjang. Salah memutuskan saat pacaran jangan sampai membawa kesengsaraan selama hidup berkeluarga.
Anda menyatakan, “Dia tak taat menjalankan perintah agama, antara lain nyaris tak pernah salat, tak pernah puasa, minum-minuman berakohol”. Berdasar pernyataan tersebut, rupanya pacar Anda adalah seorang yang kurang taat pada ajaran agama, paling tidak secara ritual.
Kekurangtaatan itu dapat diduga berasal dari kebiasaan dalam keluarga. Atau kurang kuat orang tua dalam memperhatikan pendidikan agama. Hal ini membawa dua dampak, yaitu akan relatif lebih mudah untuk beralih ke agama lain. Apalagi, dia sering menemani Anda ke gereja, bahkan menyatakan ingin mengenal lebih dalam soal Katolik. Atau norma agama dianggap bukan sesuatu yang penting.
Apabila yakin sang pacar adalah pribadi tepat untuk mengarungi kehidupan keluarga, sudah sepantasnya Anda bertanya secara tegas kepada pacar dan orangtuanya tentang kehidupan masa depan Anda berdua.
Nyatakan kepada mereka bahwa kalian bertanggungjawab terhadap kehidupan berdua selanjutnya. Perlu diingat bahwa kehidupan berkeluarga hanya sekali dan untuk selama-lamanya. Hal ini perlu dinyatakan kepada pacar Anda beserta orangtuanya.
Perlu disadari pula bahwa kehidupan merupakan rangkaian pengambilan keputusan. Sudah saatnya Anda mengambil keputusan untuk kehidupan pribadi. Anda sudah berpacaran selama tiga tahun. Asumsi saya, Anda sudah mengenal keluarganya. Bagaimanapun kehidupan keagamaan keluarga sang pacar, apalagi Anda menilai bahwa keluarganya “longgar dalam hal agama”, segeralah menyatakan diri kepada orangtuanya bahwa Anda ingin segera menikah, dan secara Katolik.
Apabila pacar atau orangtuanya menolak, meski sedih namun di sisi lain Anda beruntung karena mendapat kepastian segera. Dengan kepastian itu, Anda dapat merencanakan langkah-langkah lanjut. Selama Saudari tidak tegas mengutarakan niat kepada pacar atau orangtuanya, Anda akan merasa terombang-ambing dalam ketakpastian.
Y. Bagus Wismanto
HIDUP NO.37 2019, 15 September 2019