HIDUPKATOLIK.com – Perwujudan iman menjadi nyata dalam program pelatihan pemberdayaan masyarakat. Gaung bela rasa juga ditunjukkan oleh aksi nyata umat paroki.
Bangunan futuristik dengan cepat memenuhi area Kota Tangerang Selatan, Banten. Situasi ini merupakan akibat dari semakin banyaknya masyarakat memilih hunian di wilayah ini. Salah satu pemukiman yang menjadi primadona adalah kawasan Bintaro. Sejak awal pengembangannya, Bintaro sudah dikonsepkan menjadi kota mandiri. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dengan pertumbuhan industri dan perumahan menjadi pemicu.
Di balik kesuksesan itu, tersimpan permasalahan sosial yang sejak dahulu berkawan erat dengan pengembangan ekonomi. Terlihat masih banyak masyarakat miskin yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Keterbatasan akses terhadap pendidikan dan lapangan, pekerjaan menjadi salah satu permasalahannya. Walaupun dana pengentasan kemiskinan telah banyak dikucurkan pemerintah, namun hasilnya tidak menunjukkan penurunan akibat pengelolaan tidak tepat sasaran.
Melihat kondisi demikian, Paroki Santo Matius Penginjil terpanggil untuk mengambil peran mewarta ditengah carut marut sosial-ekonomi. Paroki menyadari, umat Katolik Indonesia terus dihadapkan oleh permasalahan sosial-ekonomi yang seperti tidak berkesudahan. Sejatinya, realitas memperjuangkan kesejahteraan adalah fakta yang terus menerus diperjuangkan Gereja Katolik. Gereja sudah layak dan sepantasnya memberikan perhatian kepada mereka yang lemah, miskin, dan tersingkir.
Menghadapi kenyataan ini, Paroki Bintaro mengadakan program pelayanan kesehatan dan pemberdayaan sosial-ekonomi kepada masyarakat sekitar gereja. Untuk pelayanan kesehatan, Paroki Bintaro memiliki Poliklinik Matius 25 (Polimat). Poliklinik ini menjadi wujud bela rasa umat. “Umat paroki memiliki bela rasa tinggi kepada umat sekitar. Program ini menjadi bentuk kepedulian itu,” tutur Sekretaris I Dewan Paroki Harian (DPH) Paroki Bintaro, Patrick Utama Adi. Pelayanan poliklinik dilaksanakan tiga kali seminggu, demikian juga posyandu umum dan khusus bagi penduduk lanjut usia.
Pastor Paroki Bintaro, Romo Gerris Rantetana SX menambahkan tujuan program-program ini adalah untuk mendekatkan umat dengan masyarakat sekitar. “Salah satu fokus kita saat ini sesuai dengan tanda zaman yang ada ialah menghentikan gerakan perpecahan dan radikalisme. Maka, membangun relasi dengan umat lain yang berbeda keyakinan harus menjadi prioritas,” imbuh misionaris yang pernah bertugas di Bangladesh ini.
Selain pelayanan kesehatan, pelatiham membuat tempe menjadi program unik paroki ini. Paroki mengadakan kerja sama dengan RT setempat sebagai usaha pemberdayaan secara umum. Pelatihan tempe diadakan pertama kali pada tanggal 30 April 2018 bertempat di kediaman Hilarius Supriono. Peserta pelatihan ini ditujukkan kepada para ibu yang tergabung dalam arisan RT/RW dan kelompok pengajian RT07. Tidak hanya kaum ibu, anak-anak mereka pun dibawa serta.
Seksi Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki Bintaro menjadi penggerak program ini di mana salah satu anggota menjadi bendahara RT. Ketika program ini diajukan, RT setempat mendukung penuh. Dukungan itu ditujukkan dengan hadirnya para pengurus RT saat kegiatan dilaksanakan. Selain membuat tempe, paroki juga mengajarkan olahan masakan bergizi tempe dengan variasi olahannya seperti tumis tempe daun kelor ala Manado.
Kegiatan ini melibatkan RT/RW setempat, Lingkungan St Alfonsus, Wilayah 14, Seksi Keadilan Perdamaian (SKP) dengan Sub seksi persamaan gender, seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK), dan seksi SPSE. Merasa puas dengan pelatihan yang diberikan, pengurus RT/RW meminta paroki untuk melanjutkan program serupa agar masyarakat mereka semakin berdaya. “Memberdayakan masyarakat secara umum adalah tujuan Gereja. Gereja membawa peritusan di dunia. Gereja melayani di altar dalam liturgi dan altar kehidupan. Itulah perwujudan dari iman,” pungkas Romo Gerris.
Felicia Permata Hanggu
Laporan : Karina Chrisyantia
HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019