HIDUPKATOLIK.com – Berkat itu melimpah dan mengucur kepada siapa saja. Tanpa terkecuali, semua orang diterima dan ditempa menjadi bagian dari keluarga besar Obor.
Sejak tahun 2007, Penerbit Obor mencari perajin benda rohani dan liturgi terbaik. Direktur OBOR (2007-2015), Romo Agustinus Surianto Himawan bersama para staf mulai mendatangi perajin satu per satu.
Setelah delapan tahun, Obor baru bisa menemukan semua perajin yang diharapkan. Bermodalkan alamat yang tidak terlalu jelas, Obor dapat menemukan harta terpendam yakni perajin wiruk, gong, lonceng, bahkan perajin khusus tarbenakel. Umumnya, para perajin berasal dari wilayah Jakarta dan Jawa Tengah.
Manajer Keuangan/Umum, Nunik Sulandari menyatakan Obor telah merawat dan memberdayakan puluhan perajin. Menggaet perajin merupakan jawaban dari permintaan pasar yang kian mendesak.
Untuk itu, Obor mulai memproduksi barang sendiri dengan standar Italia. Obor memberikan desain sendiri peralatan Misa yang beberapa dibuat secara fabrikasi agar standarnya tetap sama. Biasanya, jika peralatan Misa dibuat dengan tangan, akurasi kesamaan dengan satu barang lain amat berbeda, sehingga kerap menyusahkan para imam. Tidak hanya itu, standar kesehatan dari barang baku peralatan misa juga diperhatikan agar imam terhindar dari kemungkinan bahaya kesehatan.
Ikatan kerja Obor dan para perajinnya mendapat sambutan hangat. Salah satu dari perajin bahkan menyatakan bangga dengan Obor. Rasa bangga itu dinyataan dengan, “Griya kula sakpunika nggih griya Obor, saged tumbas lan mbangun saking Obor.” (Rumahku ini rumah Obor, dibeli dan dibangun dari hasil jualan melalui OBOR).”
Uniknya, para perajin ini tidak datang dari umat sendiri. “Bayangkan, Tabernakel itu kan tempat paling sakral di Gereja Katolik, tetapi ternyata dikerjakan oleh saudara kita, umat Muslim,” tutur Konsultan Obor, Floribertus Rahardi yang diamini Direktur Obor (2016-sekarang), Romo Franciscus Xaverius Sutanto.
Terima Kasih
Meskipun Obor merupakan milik lembaga Katolik, tak sedikit umat beragama lain yang tertarik bekerja di tempat ini. Karyawan Divisi Ekspedisi Obor, Tarza Nuryaman menuturkan sudah bekerja bersama Obor selama 24 tahun. Fakta bahwa ia adalah seorang Muslim yang bekerja untuk lembaga Katolik tidak menggannggunya sama sekali. Ia mengaku nyaman. Lebih-lebih saat dimintai testimoni pada saat rapat kerja bersama Obor ia menyatakan, “Saya merasa Obor itu ‘Rome sweet home’. Terima kasih telah menerima saya.” Ia mengaku frase “Rome sweet home” ia sontek dari salah satu judul buku Scott Hahn. Berterus terang, ia tidak mengetahui apa arti persis judul buku itu, tapi merasa frasa itu mampu mewakili perasaannya.
Berbeda dengan Uswatun Hasanah, ia dulu diterima sebagai karyawan Rumah Tangga Obor. Karena ketekunan dan kegigihannya untuk belajar hal baru, ia pun diberi kesempatan untuk menjadi staf administrasi sampai pada akhirnya dipercaya sebagai kepala bagian administrasi.
Melek Teknologi
Menyesuaikan kebutuhan pelanggan zaman sekarang membuat para karyawan Obor harus melek teknologi. Tidak hanya bertemu dengan pelanggan melalui tatap muka, tetapi bersapa melalui dunia maya telah menjadi kebiasaan. Tuntutan itu pun mendorong para karyawan untuk semakin terpacu lihai menggunakan media digital. Karyawan Obor harus sigap menjawab dan memberitahukan segala informasi.
Rahardi menambahkan, penggunaan media Whatsapp menempati sarana komunikasi teratas dengan pelanggan. Secara umum, transaksi terbesar terjadi secara daring. “Jadi, jangan heran jika ada karyawan yang sibuk dengan telepon genggamnya, mereka bukan sedang berselancar di media sosial pribadi, tetapi melayani pelanggan,” celoteh Manajer Toko Rohani OBOR, Evi Yuliastri.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019