web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Perawat Nafas Lagu-lagu Inkulturasi

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Baginya, musik liturgi tidak akan mati, selalu aktual, dan memiliki pengalaman religius.

Melibatkan Diri
Mgr Boddeng Timang, Ketua Komisi Liturgi KWI

“Banyak orang Katolik sering mengatakan, liturgi Gereja itu membosankan. Lagu-lagu itu saja, tidak bersemangat dan kurang berkesan. Banyak orang Katolik tidak mengerti, bahwa liturgi pada awalnya berarti ‘karya publik’.

Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Maka setiap orang harus berjuang agar apa yang ‘membosankan’ itu bisa menjadi karya kesatuan dalam pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung.

Paul Widyawan pantas disebut sebagai figur yang melibatkan dirinya dalam liturgi. Baginya, musik liturgi adalah karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus).”

Bukan Popularitas
Pastor Harry Singkoh MSC, Direktur PS Musica Sacra Keuskupan Manado, Sulawesi Utara

“Para musikus liturgi harus memiliki kerendahan hati. Dalam hal ini, mencipta lagu baru bukan sembarangan. Selain ada kaidah-kaidah ilmu harmoni, bentuk musik, dan macam-macam soal musikalitas, ada juga kaidah-kaidah liturgi dan bermusik liturgi dalam Gereja kita.

Mencipta lagu baru dalam konteks Gereja kita ada dalam konteks pelayanan, demi keagungan Tuhan dan penyelamatan sesama, bukan demi kepopuleran diri sendiri. Para musikus liturgi, tidak bisa menjerumuskan umat kita pada lagu yang dikarang dengan tidak benar. Umat hanya bisa terima saja. Suatu lagu harus diciptakan, bukan dikarang. Kita harus kembali ke keaslian, berarti kita gali dulu dalam-dalam musik liturgi, bahkan musik Gereja kita, sebelum kita “mencari” yang baru. Dalam hal ini saya rasa Paul pelakon sejati.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Karya Abadi
Pastor Adrianus Maradiyo, Vikaris Episkopal DIY Yogyakarta, Keuskupan Agung Semarang, Jawa Tengah

“Gereja kehilangan putera terbaik, Paul Widyawan. Meski usianya telah lanjut, Paul tetap berkarya sampai akhir hayatnya. Ia adalah pengarang lagu-lagu Gerejani dan memberi posisi sentral musik liturgi dalam kehidupan sehari-hari. Meski sudah tiada, semangat pengabdiannya dalam mencipta lagu-lagu Gereja masih bisa dirasakan umat. Semangat hidup menggereja akan tetap hidup di tengah umat lewat lagu-lagu ciptaannya.”

Google Musik
Theo Sunu Widodo, Anggota PS Vocason

“Paul seorang pemusik luar biasa. Lagu-lagu aransemennya selalu memiliki “nafas” cinta dalam pengalaman sehari-hari. Menyanyikan lagu-lagu Paul, serasa kejar-kejaran, dan itu hebat. Saya berutang budi kepadanya. Saya pernah berdua Paul ke Timor-Timur untuk menggali musik daerah di sana, dan itu berhasil. Pak Paul adalah google musik bagi Gereja Indonesia. Bila seseorang bingung tentang lagu entitas daerah tertentu, tanyakan saja pada Paul, dia sangat paham.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Bertemu Paus
Alma Linggar Jonarta, Pianis binaan Paul Widyawan

“Saya belajar bernyanyi di PS Vocalista Sonora (Vocason) sejak kelas I SMA. Di tempat ini, saya baru tahu cara bernyanyi yang baik dalam kor berkat Paul. Kepercayaan diri saya mulai terasah saat itu. Jam terbang yang tinggi membuat kerapkali saya “dipaksa” untuk tampil percaya diri. Saya pernah bergabung dalam tur ke Eropa selama dua bulan di tahun 1988. Saat itu PS Vocason diundang KBRI Vatikan untuk bertemu Paus Yohanes Paulus II dalam Misa di Castel Gandolfo. Ini pengalaman paling berharga dalam hidup saya. Semua ini berkat Paul.”

Gemerlap tapi Sederhana
Y. Agus Tridiatno, Anggota Tim Musik Liturgi Keuskupan Agung Semarang

“Syair-syair karya Paul sangat kaya dengan kiasan-kiasan. Terkadang itu terasa “asing” bagi liturgi, tetapi justru membawa nuansa baru. Lagu-lagunya mewarnai buku Madah Bakti, dan tidak salah kita bisa menyebutnya tulang punggung Madah Bakti. Ia seorang yang “gemerlap”, tetapi kesannya sangat sederhana. Tegas dalam didikan, tetapi lembut dalam nasihat. Paul benar-benar mengindonesiakan lagu-lagu daerah untuk sebuah tujuan demi pujian-pujian kepada Sang Ilahi.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Butuh Keberanian
Fransiskus de Sales Onggo Lukito, Komponis lagu-lagu liturgi

“Karya Paul dimulai pada masa-masa awal pasca Konsili Vatikan II, yang mendengungkan apa yang sekarang kita kenal dengan istilah inkulturasi. Ia dengan berani menjawab tantangan zaman itu dengan mendirikan PML, yang mengabdikan diri untuk penciptaan nya nyian-nyanyian baru yang khas Indonesia dan didasarkan pada kekayaan tradisi budaya yang ada di Indonesia.”

Musik Liturgi
Ladislaus Naisaban, Komponis lagu-lagu liturgi

“Saya kenal Paul lewat beberapa kali ketemu di lokakarya musik liturgi sejak tahun 1980-an hingga 1990-an. Paul adalah orang yang sangat fanatik dengan musik liturgi dan sangat profesional dalam mengembangkan musik liturgi di Indonesia. Selama hidupnya, Paul telah mengunjungi semua keuskupan di Indonesia dalam memberikan pelatihan komposisi dan pelatihan koor. Pusat musik liturgi Yogyakarta menjadi pusat kajian inkulturasi musik liturgi yang sungguh membanggakan bagi Gereja Katolik se-nusantara. Karya-karyanya menghiasi seluruh buku nyanyian semua keuskupan Indonesia. Paul menjadi contoh bagi para pemusik Katolik muda untuk tampil berkarya dan berkreasi dalam musik liturgi Indonesia.”

Yusti H. Wuarmanuk/ H. Bambang S

HIDUP NO.35 2019, 1 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles