HIDUPKATOLIK.com – Paroki yang terletak di hunian bisnis ini menjaga iman umat melalui mendengarkan aspirasi bukan hanya dari umat paroki, tetapi juga masyarakat sekitar.
Menara lonceng Gereja Bunda Hati Kudus Paroki Kemakmuran menjadi penanda kehadiran umat Allah di tengah gedung-gedung menjulang di sekitarnya. Berada di kawasan bisnis menimbulkan tantangan tersendiri bagi Gereja yang didaulat menjadi salah satu dari sembilan gereja tertua di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) di tahun 2008 pada peringatan 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta.
Paroki ini bermula dari sebuah rumah sederhana di Jalan Chaulanweg (Gang Caulan) no 21-23 kemudian berganti nama menjadi Jalan Kemakmuran dan kini menjadi Jl.K.H Hasyim Ashari. Pada tahun 1935 Pastor Anton Brocker MSC membeli rumah tersebut. Oleh Vikaris Apostolik Batavia, Mgr Petrus Wielkens SJ menyerahkan reksa pastoral satu bagian dari wilayah Gereja Katedral kepada Tarekat Missionarium Sacratissimi Cordis Jesu (MSC) atau Misionaris Hati Kudus Yesus bersama dengan tujuh gereja paroki lainnya.
Kemudian gereja baru itu diberi nama Bunda Hati Kudus sebab berkaitan erat dengan kisah Pendiri Tarekat MSC. Alkisah, Pater Jules Chevalier mengadakan novena kepada Maria Bunda Hati Kudus hingga lahir Tarekat MSC pada tahun 1854 di Prancis. Gereja yang diresmikan pada tanggal 30 Juli 1967 oleh Mgr. A. Djajasaputra SJ ini menjadi generasi kedua gereja-gereja di Jakarta. Paroki ini merupakan pemekaran dari Gereja Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga Katedral yang didirikan tahun 1808.
Dalam perkembangannya, paroki ini menemukan tantangan untuk memelihara semangat kaum muda. Maklum, berlokasi di kawasan bisnis membuat kaum muda dan keluarga muda lebih memilih bertempat tinggal di area pinggiran. Pastor rekan Paroki Kemakmuran, Pastor Ronny Dahua MSC menyatakan dengan kondisi demikian membuat situasi pelayanan menjadi unik yang memberi perhatian kepada para lansia. Walaupun demikian, paroki tidak menutup diri kepada kelompok lain.
Bentuk perhatian itu pun diterapkan melalui kunjungan pastor paroki dan Dewan Paroki Harian (DPH) kepada lingkungan-lingkungan yang ada. Pastor Ronny menuturkan, kunjungan para pastor bertujuan menyampaikan katakese iman, sedangkan DPH menyosialisasikan program KAJ untuk mencapai pengertian bersama. Kunjungan pastor diadakan rutin, sedangkan DPH dua kali setahun. “Pada tahun belakangan ini, kita ubah, menjadi lebih banyak mendengarkan. Jadi kita lebih banyak menggali aspirasi umat supaya mereka bisa mendapatkan pelayanan yang sungguh,” ujar Pastor yang suka berolahraga ini.
Selain mendengarkan umat sendiri, paroki ini juga berusaha mendengar aspirasi masyarakat sekitar. Menampung aspirasi dilaksanakan melalui kegiatan keakraban bersama dengan warga, seperti melakukan lomba dan tirakatan 17 Agustus bersama di Sekolah Tarsisius sebelah paroki. Tidak hanya itu, merangkul warga melalui puskesmas juga lancar berjalan hingga sekarang. “Pertemuan dengan warga menjadi sarana pembelajaran untuk umat bagaimana bisa menerima kekurangan kita. Menjadi ajang untuk umat menghargai toleransi dan menerima orang lain,” pungkasnya.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.34 2019, 25 Agustus 2019