web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Harry Tjan Silalahi, Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) : Pribadi Rendah Hati

3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Cosmas ditakdirkan berada di tempat “tinggi”. Namun, semua yang ia dapat tak muncul tiba-tiba. Ia harus menapak dan merayap dari bawah untuk sampai ke atas.

Ia langsung mengiyakan permintaan kami untuk meminta kesan dan pengalamannya tentang Cosmas Batubara. Padahal, agenda kegiatannya pekan itu padat. Meski lebih senior, baik dari usia maupun berkecimpung dalam organisasi, Harry kagum dengan temannya itu. Berikut petikan wawancara dengan Harry, di kantor CSIS, Jakarta Pusat, Kamis, 15/8.

Kapan pertama kali Anda bertemu Cosmas Batubara?

Saat dia masuk Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) –tahun 1960, Red. Saya di sana juga. Di PMKRI, Cosmas mulai kenal atau dikenalkan dengan persoalan ideologi dan politik, khusunya mengenai bahaya komunisme. Dari aktivis PMKRI, Cosmas menapak naik. Dia aktif di Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Kemudian, bersama kawan-kawannya, Cosmas mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Di KAMI itulah karakter dan kualitas Cosmas diuji. Gagasan dan langkahnya konsisten. Ia juga pribadi yang pantang menyerah, berani mengadakan pendekatan kepada lawan politik, tak canggung, setia kawan, pandai bergaul dengan tokoh mahasiswa dari perkumpulan lain, cara bicaranya halus, dan bisa momong. Keutamaan-keutamaan itu membuka jalan baginya sebagai pimpinan, baik di PMKRI maupun KAMI.

Dalam masa kepemimpinan Cosmas, KAMI dikenal dengan tiga tuntutannya, Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). KAMI juga diakui sebagai salah satu ujung tombak Orde Baru.

Apa kesan Anda terhadap Cosmas kala itu?

Cosmas merupakan seorang anak muda yang patut dipuji. Ia mau maju dan ingin memiliki pengalaman. Karena itu, Cosmas mau berjalan, bergerak, dan berjuang. Semua dia mulai dari bawah, menapak, dan merayap ke atas, mencari peran dan panggilan hidup.

Semua itu sudah terlihat sejak masa kecilnya. Saya mengambil analogi dari topografi tanah kelahiran Cosmas. Ia putra Haranggaol. Tempat tinggalnya berada di dataran rendah. Sementara sekolahnya ada di bukit. Sehingga untuk sampai ke sekolah, ia harus mendaki, harus punya kekuatan dan semangat. Itulah yang terus ia bawa hingga ke Jakarta.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Cosmas tidak tiba-tiba menduduki jabatan penting di negeri ini. Sebelum menjadi mahasiswa, ia sudah bekerja, menjadi guru. Begitu pula dalam meningkatkan kualitas pendidikannya. Sore usai mengajar, Cosmas mengikuti kuliah. Malam hari dia berorganisasi. Bahkan, saat menjadi anggota DPR, ia kuliah kembali di Universitas Indonesia (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Red.). Padahal, banyak dosen di sana merupakan anak buah Cosmas di organisasi.

Begitu juga setelah tiga kali menjadi menteri, Cosmas kembali ke kampus lagi. Dosennya adalah “anak buah” dia di Golkar. Dan, Cosmas juga turut memperkuat partai itu.

Dia punya karakter kepemimpinan yang baik, tidak sok, terbuka, punya kemauan kuat untuk belajar, rendah hati, jujur, disiplin, dan integritasnya tinggi.

Apa pengalaman paling Anda ingat dan berkesan dengan Cosmas?

Ketika Cosmas menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat PMKRI dan Ketua Presidium KAMI, terjadi perisitwa gerakan 30 September (G 30S). Cosmas menjadi orang terdepan menghadapi orang-orang kiri (komunis). Ia berdebat dengan Bung Karno, yang pada waktu itu dianggap oleh KAMI rada melindungi PKI.

Bung Karno berkata, “Saya sudah mengambil sikap. Dan untuk itu, saya tidak akan pernah mundur sejengkal pun.” Lalu, Cosmas membalas, “Kami juga tidak akan pernah mundur sesentipun.”

Cosmas hingga wafat konsisten dengan perkataannya kala itu. Walau aktif di masyarakat dan di dalam berbagai perusahaan, dia tidak mau berhubungan langsung dengan hal-hal atau orang-orang Orde Lama. Ia menjaga jarak dengan itu semua namun dilakukannya secara terhormat.

Apakah Anda punya panggilan khusus untuk Cosmas?

Tidak ada, saya panggil dia Cosmas. Dulu, dia panggil saya Pak Harry. Tapi, lama-lama, dia panggil saya: Harry saja. Dalam bahasa Inggris, kami sudah you and i…ha..ha..ha.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sebagai teman, apakah pernah ada perdebatan atau perselisihan antara Anda dengan Cosmas?

Cosmas orangnya tenang. Namun, kalau beliau lalai, saya tegur. Kalo dia betul, saya bilang dia betul. Begitu pun sebaliknya. Jika berbeda pendapat yah kita diskusi. Dengan begitu, saya bisa mengerti alasannya mengambil sikap demikian pada waktu itu.

Kami tak pernah berdebat sengit. Sebab, ada tantangan yang begitu besar. Sehingga, kita bisa melupakan persoalan kecil. Perdebatan seharusnya menjadi menjadi loncatan pemikiran. Sebagai seorang murid Kristus harusnya begitu.

Kalau sekarang, orang-orang berdebat “kampungan”. Membawa perbedaan hingga pertarungan fisik. Kami dulu bisa bersikap dewasa. Mungkin karena dimatangkan dengan perjuangan.

Saya kira perkelahian terjadi karena perbedaan pendapat didasari oleh rasa iri hati, serakah, dan ambisi. Kalau orang sudah terikat dengan vested interested itu yang sulit. Biasanya yang dapat berteman baik adalah orang-orang yang memiliki landasan moral, yang bisa membedakan milikmu dan milikku, itu ajaran I.J. Kasimo.

Cosmas memiliki spirit Kasimo. Dia rendah hati, mau berdoa, meminta bantuan Roh Kudus supaya mendapat penerangan dan bimbingan moral yang tinggi. Kalo diserang di sini, ia mencoba di sana. Dia tak pernah putus asa, punya integritas tinggi, tak korupsi, dan hidup sederhana. Cosmas sudah membuktikan. Dia tiga kali menjadi menteri serta dipercaya memimpin sejumlah perusahaan.

Kapan Anda terakhir bertemu Cosmas?

Sekitar seminggu atau sepuluh hari sebelum dia meninggal. Cosmas dibawa ke RS Sint Carolus Jakarta. Saya berinisiatif bersama beberapa anak mengundang romo untuk mengadakan Misa di kamarnya. Saat Komuni, dia kesulitan menelan hosti. Saya kasih dia secuil hosti lalu dibantu air putih agar bisa ditelan. Setelah itu saya bilang kepadanya, “Cos, kamu udah selamat. Tubuh Yesus sudah bersama tubuhmu sekarang.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Ini pengalaman pribadi saya. Pada waktu eyang buyut saya mau meninggal, seorang pastor memberikan Komuni. Dia memasukan hosti dengan air ke dalam mulut eyang buyut saya. Saya bertanya, apakah tindakan seperti itu boleh? Pastor itu menjawab, boleh. Itu tanda menerima keselamatan dan kedamaian tertinggi. Saya berharap, mendapatkan keselamatan itu, sama seperti yang dialami Cosmas.

Apa keutamaan yang bisa kita teladani dari Cosmas?

Selain yang sudah saya sebutkan, Cosmas itu pribadi yang rendah hati. Karena itu, dia orang yang punya harga diri. Dan demikian, tak heran kalau banyak orang memberikan kesempatan kepadanya. Dari ilustrasi saya, Cosmas memang orang yang ditakdirkan harus naik. Sejak kecil, ia tinggal di bawah. Jadi, kalau mau liat matahari harus naik ke atas.

Sejak muda, dia memang semangat untuk berjuang ke atas. Dan dia konsekuen. Cosmas tak mengabaikan jabatan yang dipercayakan kepadanya. Ia menjaga martabat dan kecakapan. Karena kerendahan hatinya juga, dia ingin maju. Tantangan selalu dia hadapi. Itu hebatnya dia. Namun, Cosmas tak sok dengan itu.

Dalam keluarga, ia menjadi suami yang setia kepada istrinya. Keharmonisan dan kedamaian tampak dalam rumah tangganya.

Cosmas adalah salah satu putra Batak yang sukses. Putra PMKRI yang sukses. Cosmas merupakan teladan bagi generasi muda. Semoga dia diterima di tempat Tuhan sesuai dengan apa yang sudah diperjuangkan. Keluarganya harus bangga. Generasi muda pun perlu meneladani keutamaannya.

Cosmas saat ini sudah dapat berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Tim. 4:7) .”

Yanuari Marwanto
Laporan: Karina Chrisyantia dan Yola Salvia

HIDUP NO.34 2019, 25 Agustus 2019

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles