web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Jalan Panjang Mencari Keadilan

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ia digugat PHK dengan tuduhan provokasi terkait kebijakan pengunduran yayasan dari Yadapen.

Tiga puluh tiga tahun sudah Fransisca Tri Susanti Koban mengabdikan diri sebagai guru di SD Santo Lukas Pademangan, Jakarta Utara. Baginya menjadi guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran tetapi lebih besar tanggung jawab menjadi guru adalah mendidik. Ia mengaku anak-anak didiknya tahu dia adalah guru yang cukup keras, terutama dalam hal kejujuran.

Sisca, sapaannya, paling tidak bisa terima bila muridnya berbuat curang demi mendapatkan nilai yang bagus. Termasuk nilai bagus tetapi karena telah mendapat bocoran soal dari guru les. Meski keras, ia memastikan siswa-siswinya juga tahu bahwa ia sangat menyayangi mereka.

Menjalankan profesi guru, bagi Sisca, benar-benar harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Adalah baik bagi seorang guru untuk tidak menyibukkan diri dengan tugas lain. Maka, ketika ia menjabat sebagai wakil kepala sekolah, ia mendukung kebijakan Yayasan Pendidikan Umum Santo Lukas, yang menerapkan kebijakan satu pintu dalam pengelolaan keuangan hasil penjualan buku pelajaran, buku tulis, kertas ulangan, dan seragam sekolah. “Tugas guru adalah mengajar, bukan lainnya. Kalau guru ikut berjualan rasanya tidak pantas,” ujarnya.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Masalah Pendapatan
Selama ini, unit-unit TK, SD, SMP, dan SMA mengelola sendiri penjualan. Keuntungannya pun dibagi dalam masing-masing unit. Namun, oleh yayasan ditentukan, semua pengelolaan penjualan dilakukan satu pintu, langsung di yayasan mulai tahun ajaran 2019/2020. Maka saat itu, tahun 2017, penjualan masih dilakukan oleh setiap unit. Unit SD meraup keuntungan sebesar Rp 90 juta.

Setelah melaporkan hasil penjualan kepada yayasan, yayasan meminta agar keuntungan penjualan diserahkan ke yayasan. Para guru menolak karena penjualan masih dikerjakan oleh guru-guru sendiri. Melalui musyawarah para guru, diputuskan keuntungan penjualan unit SD saat itu dibagikan kepada para guru.

Saat dibagikan, Sisca menjadi satu-satunya guru yang tidak mengambil bagiannya. Ini bukan baru ia lakukan saat pembagian keuntungan penjualan dipermasalahkan. Di tahun-tahun sebelumnya, ia memang tak pernah mengambil “jatah keuntungan penjualan”. Apalagi saat itu, ia mencium sesuatu yang tak beres. Ketika melaporkan hasil penjualan, seorang pengurus yayasan, yang juga mantan kepala sekolah SD, meminta Sisca untuk memalsukan laporan tersebut karena dianggap terlalu besar. Namun ia dengan tegas menolaknya.

Tak hanya keuntungan penjualan yang tidak Sisca ambil. Tunjangan hari raya (THR) dari tahun ke tahun pun tidak pernah ia kantongi. Meski pemerintah telah menetapkan dasar hukum THR sejak tahun 1994 melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker), ia dan teman-temannya tak merasakan THR. Yang diberikan pada mereka adalah hadiah hari raya yang besarannya sesuai dengan kemampuan yayasan.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Sekolah SD St. Lukas saat ini, Tarmijan. “Yayasan memberikan THR ala kadarnya, tapi yayasan memberi kompensasi gaji ke-13. Selama saya jadi kepala sekolah, dia tidak mengambil THR,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 16/7.

Pada tahun 2016, pemerintah menerbitkan Permenaker baru menggantikan peraturan tahun 1994. Sisca mendatangi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta untuk menanyakan soal peraturan yang tak berjalan di tempat ia bekerja. Dinas mengatakan peraturan tersebut harus dilaksanakan. Apa yang disampaikan Disnakertrans ini, Sisca teruskan kepada Kepala Pengurus Harian (KPH) yayasan, Alex Ladjar. Namun, tak digubris.

Tak Sesuai Perundangan
Pada tahun yang sama, yayasan mengalami pergantian pimpinan. Ketua baru, Indradi Kristianto, ingin membenahi Peraturan Umum Karyawan (PUK). Selama ini, PUK Yayasan Pendidikan Umum Santo Lukas tidak pernah mendapatkan pengesahan dari Disnakertrans. Maka setelah pasal-pasal dalam PUK dibenahi, PUK akan dibawa ke dinas untuk mendapat pengesahan.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Saat itu, Sisca ditunjuk secara aklamasi untuk mewakili unit SD dalam tim perumus yang membahas draf PUK. Salah satu yang dibahas adalah pasal mengenai THR. Dari yang semula sesuai kemampuan yayasan, tim memasukkan pasal-pasal Permenaker yang bersifat normatif, yaitu upah pokok ditambah tunjangan tetap. Dalam pembahasan itu, tim perumus juga didampingi oleh perwakilan Majalis Pendidikan Katolik (MPK), Supardi.

Setelah draf PUK selesai di tangan tim perumus, draf dikembalikan kepada ketua yayasan. Namun aneh, PUK yang disahkan Disnakertrans rupanya tidak sesuai dengan draf yang dirumuskan. Pasal yang membahas THR sesuai peraturan pemerintah, diubah kembali seperti sebelumnya, di mana THR diberikan sesuai dengan kemampuan yayasan. Sisca menanyakan perubahan pasal itu kepada ketua yayasan. “You lapor saja ke pengurus yayasan,” kata Indradi seperti dikutip oleh Sisca.

Ditolak oleh pengurus yayasan, Sisca disuruh melapor ke Disnaker. Saat itu, di ruang kepala sekolah, Sisca menanggapi ketua yayasan, “Kalau saya lapor ke Disnakertrans, yayasan bisa kena dong.” Ketika Sisca mengungkapkan hal ini, sontak Indradi menimpali, “Ya sudah, biar semuanya kena.”

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles