HIDUPKATOLIK.com – Menjadi pengajar di daerah-daerah terpencil di Papua tidak sekadar transfer pengetahuan. Belajar tentang kehidupan khususnya menghargai sesama adalah nilai tertinggi.
Wajah pendidikan di Papua sangat jelas, masih tampak suram. Meski kini banyak orang Papua sudah bersekolah tinggi, bahkan menjadi profesor dan doktor, namun realitas ini belum menggambarkan kondisi nyata wajah pendidikan di Papua. Masih banyak sekolah dasar dan menengah di wilayah terpencil dan terisolir belum tersedia.
Di tengah kondisi ini, pemerintah Kabupaten Mappi, dalam kerjasama dengan Keuskupan Agung Merauke (KAMe) bertekad untuk memajukan dunia pendidikan. Desakan untuk mencerdaskan anak bangsa ini membuat sebanyak 208 mahasiswa memutuskan menjadi pengajar di wilayah-wilayah di Kabupaten Mappi, Merauke, Papua.
Tekad ini diwujudkan dengan keberangkatan mereka pada Kamis, 9/9. Bupati Mappi Kristosimus Agawemu mengatakan empat tahun terakhir ini pemerintah terus mendorong sektor pendidikan dengan rekruitmen Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT). Rekrutmen ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan akan kekurangan tenaga guru. “Sedikitnya 162 kampung dengan 153 sekolah dasar, 24 Sekolah Menengah Pertama, dan 11 Sekolah Menengah Atas yang belum memiliki guru yang memadai,” jelas Kristosimus.
Padahal, menurut Kristosimus, guru adalah garda terdepan mutu pendidikan. Jika ingin pendidikan maju dan bermutu maka pemerintah perlu mempersiapkan mutu guru yang baik. “Inilah perjuangan di daerah karena rata-rata para guru menolak mengajar di daerah-daerah pedalaman,” ungkapnya.
Ilmu Kehidupan
Kegiatan GPDT tahun ini selain dalam kerjasama dengan KAMe, juga pemerintah membangun kerjasama dengan Universitas Gajah Mada dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Para GPDT ini tiba di Merauke pada Rabu, 28/8-5/9 dan ditempatkan di Rumah Bina Kelapa Lima Merauke. Selama delapan hari berada di Merauke, para guru wajib mengikuti pembekalan selama tiga hari yang terpusat di Kodim 1707 Merauke. Tujuannya sebelum terjun ke lapangan para guru dibekali dengan ditanamkan latihan baris berbaris, kekompakan, pengetahuan upacara, pembinaan fisik, wawasan menanamkan kedisiplinan subyek bina nanti.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mappi Maria Goreti Letsoin mengatakan pelatihan ini sebagai bekal untuk menjalankan tugas para guru. Tentu tujuan utama adalah penanaman nilai-nilai moralitas seperti sikap saling menghargai dan menghormati. Tentu ada juga nilai-nilai nasionalis, pembentukan karakter, daya tahan serta daya juang. “Mengingat letak geografis wilayah yang sangat berbeda dengan kabupaten lain, transportasi ditempuh lewat udara dan sungai. Belajar memahami dan mengerti kondisi alam yang ada adalah bekal utama para guru,” kata Maria.
GPDT tahun ini merupakan angkatan ke-IV. Tahun ini juga merupakan rekruitmen terbanyak dari tahun-tahun sebelumnya. Maria menambahkan ketersediaan guru-guru seperti ini sangat membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan anak bangsa. Setidaknya sekitar 50-60 persen ketersediaan guru sangat dibutuhkan selama tahun ini. Semoga usai program ini, anak-anak Mappi bisa mampu berkompetensi dengan anak-anak lainnya,” paparnya.
Pastor Ansel Amo, Kepala Katedral St Fransiskus Xaverius mengatakan, ada catatan dari pemerintah kabupaten dengan GPDT, kemampuan baca tulis, kemampuan berhitung, dan kemampuan dasar berbahasa Inggris anak anak sudah mulai nampak. Guru-guru muda tidak saja aktif di kelas tetapi dalam kegiatan harian anak-anak dan mengembangkan kemampuan literasi. “Terkadang masyarakat kampung mengatakan ibu atau bapa pendidikan kami sangat berterima kasih dan bersyukur karena anak-anak sudah bisa baca tulis dan berhitung.”
GPDT ini terus menjadi program pemerintah. Pemerintah juga tetap akan memberikan tunjangan kepada para guru dengan standar gaji UMR Papua untuk golonga Strata Satu. Ada banyak harapan juga semoga banyak guru yang akhirnya terpanggil berkarya di Mappi.
Helen Yovita Tael (Merauke)
HIDUP NO.37 2019, 15 September 2019