HIDUPKATOLIK.com – Ketika milenial – kelahiran 1980 sampai 2000 – ditanyai persepsi mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), 19,5 persen menyatakan Indonesia lebih ideal menjadi negara khilafah. Laporan survei IDN Research Institute akhir tahun 2018 ini disampaikan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie, dalam Dialog Kebangsaan bertajuk Revitalisasi & Reaktualisasi Nilai-Nilai Kebangsaan di Era Post Truth. Meskipun secara keseluruhan atau mayoritas sebanyak 81,5 persen milenial tetap mendukung NKRI, namun Grace mengatakan 19,5 persen berarti satu dari hampir lima milenial dan itu menimbulkan kekhawatiran dalam hal toleransi.
Grace juga menunjukkan survei yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta, di mana 56,9 persen guru secara nasional baik dari TK/RA hingga SMA/MA memiliki opini intoleran.
Dalam dialog yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Katolik Jabodetabek bersama Forum Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Jakarta Selatan di Gereja St. Stefanus Cilandak ini, Grace mengatakan kekhawatiran tersebut semakin tinggi terutama di era post truth saat ini, di mana kebenaran diacak-acak, kebohongan diulang-ulang hingga menjadi kebenaran. Ia mengatakan ini tidak terlepas dari pragmatisme politik. “Politisi saat ini memakai cara yang paling gampang untuk mendapatkan simpati dari masa,” ujarnya.
Kasus intoleransi di berbagai daerah kerap terjadi akibat maraknya penyebaran berita hoax yang provokatif. Karenanya Grace mengimbau untuk selalu check and recheck informasi terutama dalam grup WhatsApp, dan mengkomparasikan dengan berita-berita terutama dari media-media yang memiliki kredibilitas. “Zaman sekarang semua bisa jadi jurnalis tanpa ada filter,” ujarnya.
Dialog kebangsaan ini menghadirkan pembicara lain yaitu Sekjen PBNU, Helmy Faishal, Pastor Letkol. Yos Bintoro, dan sejarawan Asvi Warman Adam. Para peserta mencapai lebih dari 150 peserta, belasan di antaranya adalah anak muda.
Hermina Wulohering
HIDUP NO.32 2019, 25 Agustus 2019