HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh yang baik, belum lama ini kakak kandung saya meninggal. Ia single parent dan memiliki satu anak, usianya baru dua tahun. Umur anaknya sama seperti anak saya. Saya dan suami sepakat untuk mengurus anak tersebut dan mengangkatnya sebagai anak kandung kami sendiri. Kebetulan anak itu juga dekat dengan saya dan suami. Saya berharap, anak kandung saya pun menerima dan memperlakukan saudari sepupunya itu sama seperti kami, ayah dan ibunya. Terkait dengan hal itu, bagaimana kami mempersiapkan anak kami sehingga ketika ia besar nanti, ketika mengetahui status saudari sepupunya itu, bisa menerimanya seperti saudara kandung sendiri. Terima kasih.
Margarehta Eleonora, Semarang, Jawa Tengah
Ibu Margaretha Eleonora yang terkasih, saya mengagumi ketulusan hati ibu dan suami untuk menerima keponakan sebagai anak kandung sendiri. Saya percaya ibu dan suami akan dapat menyelenggarakan pengaturan-pengaturan dalam rumah, untuk menciptakan suasana nyaman baik bagi keponakan.
Bersyukurlah kita hidup di budaya keluarga Indonesia yang cukup erat sebagai keluarga besar. Kita bisa lihat banyak anak yang tinggal dan diasuh oleh kakek-nenek atau paman bibi (atau pakde-bude, paklik-bulik, oom-tante). Dalam keluarga seperti itu, anak-anak seusia biasa bermain bersama. Kadang-kadang anak-anak itu akan berbagi dan saling menyayangi, tapi di saat lain mereka bisa bertengkar atau bermusuhan. Itu bagian proses belajar keterampilan sosial dan mengelola emosi pribadi. Dengan kebiasaan keluarga besar Indonesia tersebut, anak tidak akan merasa aneh jika menemukan kedekatan seperti saudara kandung pada saudara sepupunya.
Saya menyarankan untuk jujur pada kedua anak tersebut sejak awal. Mereka dapat dijelaskan, bahwa mereka sama-sama anak ibu dan suami, walau lahir dari rahim yang berbeda. Sebagai anak yang setara, mereka akan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama. Mereka berdua akan mendapatkan cinta kasih yang sama, dan ibu serta bapak juga mendapat berkah karena dicintai oleh kedua anak itu.
Dengan kejujuran yang diterapkan sejak awal, maka kedua anak perlu diperkenalkan juga dengan sosok kakak ibu yang telah meninggal dunia. Bagi keponakan ibu, sosok tersebut tetaplah orang tua kandungnya, yang telah memeluk dan mencintainya sejak awal kelahirannya. Bagi anak ibu, sosok tersebut adalah orangtua kedua, yang juga mencintai anak ibu dari jauh karena tidak tinggal serumah. Tanamkan bahwa ibu, suami, dan kakak ibu mencintai kedua anak tersebut, hanya saja kakak ibu telah meninggalkan dunia terlebih dulu. Sebagai tambahan, ibu dapat memperkenalkan sosok kakak ibu sebagai penyambung doa kedua anak tersebut dengan Tuhan Yesus. Ziarah rutin tahunan atau berdoa malam juga dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan pandangan positif ini.
Kejelasan status sejak awal akan berguna saat kedua anak mulai besar. Saat SD dan mulai mengenal urusan administrasi, ada kemungkinan mereka akan terpapar pada pertanyaan-pertanyaan tentang keluarga. Anak SD akan belajar tentang silsilah keluarga. Sangat mungkin ada juga yang menanyakan logika tempat tanggal lahir kedua anak tersebut. Kejelasan sejak awal ini akan membuat ibu bapak terbuka dan tidak perlu susah payah berbohong atau menutupi sesuatu. Di masa remaja saat mereka mencari identitas diri, mereka tidak perlu merasa diri mereka aneh, karena sudah jelas sejak kecil. Semua remaja pasti mengalami masa galau, sebagai bagian dari perkembangan diri. Mari kita bantu mereka dengan tidak mempersulit kegalauan itu dengan informasi yang ditutup-tutupi.
Bapak dan ibu juga dapat mengurus status pengangkatan anak ini agar tuntas secara hukum. Saya tidak mendapatkan keterangan lain tentang ayah atau ibu kandung keponakan ibu. Saya tidak tahu apakah yang bersangkutan masih hidup dan ada kemungkinan muncul dalam kehidupan keponakan ibu di masa mendatang. Doa saya bagi keluarga ibu, agar lancar dalam segala pengurusannya, dan mendapatkan kebahagiaan bersama.
L. Harini Tunjungsari
HIDUP NO.28 2019, 14 Juli 2019