HIDUPKATOLIK.com – Paus Fransiskus membuat seruan yang kuat untuk “teologi penerimaan” yang didasarkan pada dialog. Kontribusi untuk pembangunan persaudaraan di antara agama monoteistik.
Paus Fransiskus menyerukan agar siswa teologi patut dididik dalam dialog dengan Yudaisme dan Islam untuk memahami akar dan perbedaan umum dari identitas keagamaan Kristen. Hal ini bertujuan agar dialog keagaamaan berkontribusi lebih efektif untuk membangun masyarakat yang menghargai keragaman dan menumbuhkan rasa hormat, dan persaudaraan dengan hidup berdampingan secara damai.
Pesan ini disampaikan Paus saat mengunjungi Napoli, Italia untuk menghadiri konferensi teologi yang diadakan beberapa Universitas Kepausan yang dikelola Serikat Yesus, 21/6. “Dengan saudara-saudara Muslim, kita dipanggil untuk berdialog membangun masa depan masyarakat kita dan kota kita. Kita dipanggil untuk menganggap mereka sebagai mitra dalam membangun koeksistensi damai, bahkan ketika ada episode mengejutkan oleh kelompok fanatik, yang merupakan musuh dialog, seperti tragedi Paskah terakhir di Sri Lanka,” ujarnya seperti dilaporkan www.vaticannews.va, (21/6).
Secara khusus konferensi teologi ini didedikasikan untuk mengembangkan dialog antaragama dan membicarakan masalah imigran dalam konteks Laut Mediterania. Dalam pidatonya selama sekitar 30 menit Paus Fransiskus mengedepankan Mediterania sebagai realitas multikultural dan multi agama. Realitas masyarakat Mediterania ini terbentuk dalam dialog yang berasal dari semangat mau mendengarkan orang lain terutama kaum muda, didampingi dengan pembelajaran mengenai teks agama monoteistik besar. “Medeterania selalu menjadi tempat transit, pertukaran, dan bahkan konflik bersejarah yang sekarang disebut sebagai jembatan antara Eropa, Afrika, dan Asia,” tutur Paus.
Pesan Paus juga berfokus pada studi teologis di dalam universitas kepausan sebagaimana diuraikan dalam konstitusi apostolik Veritatis Gaudium yang diterbitkan pada Januari 2018. Veritatis Gaudium menetapkan norma-norma tata kelola dan pendidikan baru untuk semua lembaga yang mengeluarkan gelar gerejawi. Paus juga mendorong agar di Fakultas Teologi dan universitas gerejawi lainnya perlu diadakan kursus dalam bahasa dan budaya Arab serta Ibrani. “Kursus demikian harus didorong agar tercipta saling pengertian secara mendalam antara mahasiswa Kristen, Yahudi, dan Islam,” ungkap Paus seperti dilansir catholicherald.co.uk, 21/6.
Perjalanan satu hari Paus ke Napoli menjadi kunjungan kedua ke kota terbesar ketiga Italia itu. Pada perjalanan pertama Paus terjadi pada Maret 2015. Saat itu, ia mengecam korupsi dan kejahatan terorganisir yang marak terjadi di kota itu. Namun dalam perjalanan ini, Paus Fransiskus memuji Napoli sebagai “laboratorium khusus” bagi teologi kebijaksanaan, belas kasih, dan penerimaan dalam dialog dengan berbagai budaya dan agama.
Paus mengatakan, Gereja membutuhkan para teolog yang terbuka terhadap hal baru dari ilham Roh Kudus. Teolog dapat melarikan diri dari sejenak lingkungan akademis yang mandiri dan kompetitif, dan bertindak sebagai laki-laki dan perempuan yang berbelas kasih. Ia juga mengatakan, bahwa kontribusi yang diberikan perempuan kepada teologi sangat diperlukan dan pantas didukung. “Tanpa persekutuan dan tanpa belas kasih yang terus dipelihara oleh doa, teologi tidak hanya akan kehilangan jiwa, tetapi kehilangan kemampuan untuk menafsirkan realitas dengan semangat kristianitas,” imbuhnya.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.26 2019, 30 Juni 2019