HIDUPKATOLIK.com – Menggarap mental umat agar memiliki kebiasaan peduli dan cinta kehidupan adalah tujuan utama Paroki Rawamangun.
Udara kotor penuh polusi seolah tidak menyentuh salah satu area di wilayah administratif Kotamadya Jakarta Timur. Sejauh mata memandang, Gereja Paroki Keluarga Kudus Rawamangun dipenuhi berbagai tanaman beraneka ukuran dan jenis. Mata dimanjakan pemandangan hijau, dan hidung dengan kualitas udara segar. Tidak ditemukan secuil sampah pun berserakan di area gereja.
Keharmonisan itu semakin terasa tatkala melangkahkan kaki ke salah satu oase di paroki ini yang dikenal sebagai Taman Doa Pieta. Taman doa ini terletak di sam ping kanan gereja. Semula tempat itu hanyalah bekas timbunan puing bangunan gersang. Namun sekarang, berubah menjadi sebuah taman asri yang membantu umat tenggelam dalam keheningan doa. Poster bertuliskan “Gereja Ramah Lingkungan: Iman dan cintaku tak sebatas kata” di taman itu seakan turut mempertegas visi dasar paroki ini.
Pastor rekan Paroki Rawamangun, Pastor Yohanes Sutrisno MSF menceritakan gerakan paroki hijau dimulai pada tahun 2016. Seksi lingkungan hidup yang diketuai oleh Mona Windoe mengajak Paroki Rawamangun untuk membangkitkan semangat peduli dan cinta lingkungan hidup. Selain menanggapi seruan Paus Fransiskus lewat ensiklik Laudato Si’, gerakan ini bertujuan untuk kembali kepada martabat alam dan menjawab keresahan kualitas lingkungan hidup di area ibukota. Gerakan kembali menghijaukan gereja ini pertama-tama ingin membangun kebiasaan peduli dan cinta kehidupan.
Langkah konkret mewujudkan visi tersebut dimulai dengan mengupayakan gerakan Bank Sampah. Gerakan ini bertujuan mengajak umat untuk mengolah sampah hasil konsumsi rumah tangga untuk dimanfaatkan sehingga tidak sekadar menjadi sampah tetapi berkat. Untuk mewujudkannya semakin nyata, paroki berkejasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur mengelola Bank Sampah Bakti Semesta.
Setiap dua bulan sekali pada pagi hari, truk Dinas Lingkungan Hidup akan mengangkut hasil kumpulan sampah umat. Sampah yang dikumpulkan dan ditimbang untuk mengetahui nilai dari setiap jenisnya akan dicatatkan dalam buku tabungan sebagai bukti. Umat yang berpartisipasi tidak hanya terbatas pada individu, tetapi kelompok seperti wilayah atau lingkungan. “Gerakan Bank Sampah ini bukan untuk mengejar motif ekonomi tetapi membangun kebiasaan peduli lingkungan,” tegas Pastor yang ditahbiskan pada tahun 2016 ini.
Meskipun gerakan ini tidak berorientasi pada profit, namun memiliki efek domino untuk menyejahterahkan orang lain. Sebagai contoh, beberapa umat paroki yang memiliki asisten rumah tangga mengikutsertakan mereka sebagai anggota Bank Sampah agar memiliki penghasilan tambahan.
Gerakan cinta lingkungan ini juga diikuti oleh kaum muda. Pada tingkat misdinar, pengumpulan dana retret dan kegiatan lainnya dilakukan melalui kolektif sampah. Meminta umat paroki untuk memberikan sampahnya kepada misdinar untuk dimanfaatkan kembali. Selain itu, OMK paroki juga meminta segala macam jenis sampah untuk didaur ulang menjadi benda kreatif seperti gua natal dan photobooth. Di luar paroki, OMK Rawamangun juga mengadakan “Aksi Bersih Gunung Gede” yakni mendaki gunung sembari memungut sampah. Sebagai hasil dari komitmen paroki untuk peduli terhadap lingkungan, pemerintah Jakarta Timur menominasikan Paroki Rawamangun sebagai salah satu dari tiga tempat ibadah yang masuk dalam penilaian Adipura di tahun 2018. Pencalonan ini menjadi bukti keseriusan paroki mencintai lingkungan hidup.
Gerakan besar ini tidak mungkin terjadi jika tidak diupayakan dalam skala kecil yakni melalui keluarga. Semua kebiasaan membawa botol minum sendiri dan kantong belanja, serta pantang membuang makanan dimulai dari rumah. “Jadi apapun gerakannya di mana kita ingin mengubah dunia, ingin membuat indonesia bersih, harus mulai dari rumah,” tandas Pastor Trisno.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.24 2019, 16 Juni 2019