web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gerakan Kritis Alumni

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Salah satu fenomena baru saat kontenstasi elektoral 2019 adalah munculnya gerakan politik para alumni. Gerakan politik mereka dikemas dengan cara unik, inovatif, kreatif dan atraktif. Hal-hal seperti ini turut mempengaruhi persepsi publik terhadap tokoh politik yang mereka dukung. Apalagi latar belakang mereka yang berasal dari kampus ataupun lembaga pendidikan ternama, tentu saja mendatangkan efek domino dan resonansi positif di ruang publik.

Selain itu, pengalaman sosial kemasyarakatan telah menjadikan gerakan mereka memiliki efek signifikan. Ya, para alumni bukan saja memiliki aspek akademik, tetapi telah melewati proses konfrontasi dengan realitas sosial. Mereka bukan saja dibekali elemen epistemis, tetapi juga telah mengalami dinamika dalam ranah publik. Dialektika antara aspek epsitemis dan realitas sosial kemasyarakatan, membuat eksistensi mereka memiliki pengaruh besar.

Gerakan Kritis
Tak tersangkalkan lagi bahwa dukungan rakyat saat kontestasi elektoral seringkali mengabaikan aspek rasional. Para elite berhasil mendoktrin rakyat dengan diksi-diksi menarik, tetapi mengabaikan aspek moral dan mendelegitimasi esensi politik. Bahkan para elite menjadi dalang masifnya perdebatan-perdebatan provokatif kontaminatif dan viralisasi kebohongan di ruang publik. Efeknya, rakyat kehilangan nalar kritis, gampang terjebak dalam framing politik tertentu. Pilihan politik rakyat lahir dari jebakan manipulatif elite politik. Inilah salah satu alasan yang menyebabkan sengkarut pasca-elektoral belum berakhir.

Ditengah keprihatinan tersebut, para alumni mesti hadir sebagai figur-figur solutif. Para alumni harus merevitalisai paradigma publik yang dikendalikan “doping” politik para elite. Tentang hal ini, pemikiran Herbert Marcuse (1968) cukup relevan. Menurutnya, manusia dikendalikan agenda berdimensi satu sebagai akibat kemajuan teknologi yang dikuasai korporasi kapitalis. Masyarakat dikerahkan untuk mewujudkan tujuan tunggal satu dimensi. Alhasil, kekritisan hilang sebab ekspansi nalar dibatasi kepentingan politik kapitalis. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan cara berpikir kritis yaitu metode intelektual yang melampaui realitas. Artinya, tidak hanya berusaha membebaskan diri dari cengkeraman kapitalis tersebut, tetapi juga melakukan analisis tentang kehidupan kolektif sembari memberi ruang bagi individu untuk melibatkan diri dalam proses pembaharuan sosial.

Para alumni mesti mengembalikan semuanya itu dengan membranding gerakan kritis. Caranya adalah mengemukakan tesistesis substantif yang dapat dijadikan sebagai prereferensi tindakan politik. Mereka mesti mendiagnosa problem-problem sosial lalu mengkreasi strategi-strategi restoratif. Mereka juga mesti memberikan kritik jika praksis dan branding politik pemimpin meng-kolonisasi ruang publik. Mereka harus mencegah agar politik tidak dikontrol seturut selera kekuasaan. Di atas semua itu, keadilan dan kebaikan bersamalah yang mesti menjadi “detak nadi” dan landas pijak gerakan mereka. Gerakan politik para alumni harus merupakan kristalisasi dari citacita publik akan kehidupan yang lebih baik. Untuk maksud ini, para alumni mesti membuka diskursus agar melahirkan konsensus kerakyatan.

Di samping itu, mereka mesti bebas dari negosiasi politik pragmatis. Mereka tidak boleh menjadi pelaku politik antagonis yang berusaha memenangkan “tender” mega proyek politik parsial yang melegitimasi praksis oligarki sambil mengorbankan karakter akademik. Mereka harus tetap menjadi entitas kritis agar bisa menjaga kewarasan yang terancam karam karena dikelola seturut paradigma elitis. Mereka harus tetap kritis agar keadilan dan kebaikan bersama tetap menjadi landas pijak refleksi dan praksis demokrasi. Mereka harus tetap kritis agar menetralisir diskusi-diskusi nir-substantif. Para alumni mesti membebaskan demokrasi dari cara berpolitik yang menghalalkan segala cara. Para alumni tidak boleh diperalat untuk kepentingan politik jangka pendek.

Inosentius Mansur

HIDUP NO.24 2019, 16 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles