web page hit counter
Selasa, 5 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Berkat yang Diabaikan

5/5 - (1 vote)

Sejak tahun 2014, Pastor Kir meneliti budaya air hujan selama lima tahun. Ia mengatakan di beberapa daerah di Kalimantan, Flores, Yogyakarta, Papua dan beberapa daerah lain di Indonesia masih menggunakan air hujan untuk minum dan kebutuhan harian. Air hujan memenuhi standar sumber air bersih dan air minum, relatif sehat. Air hujan lebih baik daripada air tanah.

Kesehatan nomor satu diukur dari kualitas air. Masalahnya, banyak bilang air hujan tak layak, apalagi buat konsumsi. Disebut-sebut asam, tak mengandung mineral, dan polusi. Penilaian negatif ini menjadi tantangan. Karenanya, Pastor Kir ingin membantah lewat bukti ilmiah dan praktik langsung. Ilmu pengetahuan itu dari percobaan katanya. Logikanya, jika air hujan buruk pasti alam rusak, tanaman mati ketika terkena air hujan. Namun faktanya tanaman tumbuh.

Hasil penelitiannya, seperti diungkap di Mongabay.co.id, di daerah pengguna air hujan, ternyata kecerdasan anak-anak di atas rata-rata. Penelitian intensnya memperlihatkan, air hujan terbukti memiliki tingkat kepadatan mineral dalam air relatif rendah bahkan bisa dikategorikan air murni. Sementara untuk kadar pH-nya relatif aman untuk dikonsumsi.

Kesempatan Emas
Saat hujan turun cukup lebat, air tumpah dalam jumlah banyak, serentak, dan cuma-cuma. Namun, meski kenyataannya pada saat-saat tertentu air datang melimpah bahkan di beberapa daerah mengakibatkan banjir, masyarakat masih enggan menampung dan memanfaatkan air hujan.

Lagi, masyarakat masih sering mengeluh kekurangan air untuk keperluan sehari-hari. Ahli teknologi pangan yang juga penulis buku Memanen Air Hujan, Florentinus Gregorius Winarno, mengatakan, kondisi ini disebabkan karena hujan tak dipandang sebagai kesempatan emas.

“Air hujan yang jatuh melimpah secara cuma-cuma dibiarkan berlalu, bahkan menjadi banjir. Padahal, ini merupakan kesempatan emas untuk dipanen,” ujarnya saat ditemui, Minggu, 26/5. Bagi kebanyakan masyarakat, air hujan dianggap tidak baik bagi kesehatan. Padahal, menurut Winarno, pandangan itu hanyalah mitos.

Air hujan adalah air bersih dan ia membersihkan kota dari polusi udara. Winarno menjelaskan, air hujan memiliki kelebihan, dibandingkan air tanah atau dari perusahaan air minum (PAM). “Air PAM pasti mengandung klorin untuk membersihkan bakterinya. Tetapi tidak dengan air hujan; aman untuk kulit, diminum pun tidak ada racunnya.”

Bila dibandingkan dengan air tanah, Winarno mengatakan, air hujan juga lebih baik. Air tanah biasanya diambil atau disedot dari kedalaman 10-20 meter dan biasanya memiliki zat padat terlarut (TDS) minimal 50 ppm. Sementara, WHO menganjurkan standar air yang bisa dikonsumsi memiliki kandungan TDS di bawah 50 ppm. “Air hujan hanya memiliki TDS 20-30 ppm,” kata mantan rektor Unika Atma Jaya ini. Meski demikian, ia menganjurkan untuk tidak memanfaatkan air hujan saat turun 15 menit pertama. Ini dikarenakan, air hujan akan membersihkan udara dan kotoran yang melekat pada genteng.

Berbagai keperluan
Air hujan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga. Selain mengandung nitrogen yang baik untuk kesuburan tanah, air hujan juga dapat dimanfaatkan untuk penunjang kakus, mencuci piring hingga mobil, dan dengan
pemanenan yang tepat, air hujan juga dapat diminum.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles