HIDUPKATOLIK.com – Pertumpahan darah tidak seharusnya terjadi di tempat ibadah. Namun hal ini sudah kerap terjadi. Melihat kembali pada bulan Maret (15/3), telah terjadi penembakan saat sholat Jumat di Christchurch, New Zealand. Sebulan kemudian terjadi ledakan bom bunuh diri di Sri Lanka, salah satunya di Gereja St. Sebastian. Dimana umat sedang menghadiri Minggu Palma (21/4).
Seperti dilansir dari Vatican News, Uskup Agung Bernardito Cleopas Auza, Utusan Takhta Suci untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat (24/6), menganggap bahwa adanya tren rumah ibadah menjadi “kamar eksekusi”. Ia mengatakan bahwa hanya mengutuk perbuatan seperti ini tidak cukup. “Adanya kebutuhan bahwa tanggung jawab dan tindakan negara-negara untuk melindungi semua warga negaranya secara setara serta mengatasi dengan kuat faktor-faktor budaya yang diperlukan untuk mendorong toleransi dan inklusivitas.”
Uskup Auza juga mendesak negara untuk menjamin kesetaraan semua warga di hadapan hukum, terlepas dari identitas agama atau suku bangsa, sebagai tuntutan dasar keadilan.
Tidak hanya itu, Takhta Suci mendorong komitmen nyata untuk berdialog antarbudaya dan antaragama. Kegiatan ini dapat menjadi pendidikan yang efektif untuk “pikiran dan hati”, terutama pada orang muda. Juga, memastikan bahwa sekolah, tempat ibadah dan internet tidak memicu kekejaman dan radikalisasi ekstrim.
Karina Chrisyantia