HIDUPKATOLIK.com – Paus Fransiskus: ‘Keluarga adalah tempat di mana kita dibentuk sebagai pribadi’.
Konferensi Uskup Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kebijakan imigrasi baru yang dikeluarkan Presiden Donald Trump. Para uskup menekankan, keluarga harus diperkuat dan diutamakan dalam sistem imigrasi. “Kami menentang rencana yang berupaya untuk membatasi imigrasi berbasis keluarga, dan menciptakan sistem imigrasi yang lebih berdasar pada keahlian,” kata Ketua Konferensi Waligereja AS, Kardinal Daniel DiNardo dan Ketua Komisi Migrasi, Mgr. Joe S. Vásquez, 17/1.
Kedua uskup mengatakan, keluarga adalah dasar iman, masyarakat, sejarah, dan sistem imigrasi. Mereka menyerukan juga Paus Fransiskus yang mengatakan keluarga adalah tempat di mana manusia dibentuk sebagai pribadi, demikian seperti dilaporkan Catholic News Agency.
Kardinal DiNardo dan Mgr Vásquez mengatakan, meskipun mereka menghargai upaya untuk mengatasi masalah dalam sistem imigrasi saat ini, namun rencana baru ini gagal di beberapa daerah. Trump menyebut, rencana imigrasinya lebih mengutamakan nilai dan pekerja Amerika, sambil menarik “yang terbaik dan paling cerdas dari seluruh dunia”. Rencana kebijakan ini dinilai tidak akan mengurangi jumlah total imigrasi legal tahunan, tetapi malah mengurangi imigrasi berbasis keluarga secara signifikan. Rencana ini justru lebih berfokus pada pelamar dengan tingkat pendidikan dan keterampilan tinggi.
Sistem imigrasi AS saat ini memberikan mayoritas visa imigrasi berdasarkan koneksi keluarga di AS dan sekitar 12 persen disetujui berdasarkan ting kat keterampilannya. Jumlah ini, oleh Trump, rencananya akan ditingkatkan menjadi lebih dari 50 persen.
Menurut New York Times, para pejabat menyebut rencana ini akan menyebabkan sekitar 75 persen imigran yang masuk ke AS adalah yang mengantongi gelar sarjana atau pendidikan lain yang lebih tinggi. Kebijakan ini akan meningkatkan rata-rata gaji imigran dari USD 43000 menjadi USD 96000 per tahun. Kebijakan ini akan menyulitkan keluarga besar untuk berimigrasi berdasarkan hubungan keluarga.
Rencana ini juga terkait penyelesaian tembok perbatasan serta teknologi baru yang digunakan untuk memantau perbatasan AS-Meksiko di selatan. Para kritikus berpendapat rencana Trump ini gagal mengatasi akar penye bab krisis migrasi di perbatasan selatan dan secara tidak manusiawi menolak mereka yang membutuhkan.
Dalam pernyataan Konferensi Waligereja AS, Kardinal DiNardo dan Mgr. Vásquez juga menyebut kelalaian ini sangat meresahkan. “Mengamankan perbatasan kita dan memastikan keselamatan kita adalah yang paling penting. Namun, ini tidak akan tercapai dengan meningkatkan kesengsaraan manusia dan membatasi akses perlindungan yang sah, dalam upaya untuk mencegah keluarga dan anak-anak pencari suaka yang rentan.”
Rencana kebijakan imigrasi Trump tidak memberikan status hukum bagi mereka yang dibawa ke Amerika Serikat secara ilegal sebagai anak-anak. Selain itu, rencana ini juga tidak memberikan kejelasan bagi pemegang Status Perlindungan Sementara ke depan. “Kita seharusnya menghadapi akar penyebab migrasi dan mencari solusi yang manusiawi. Kami mendesak para pembuat undang-undang untuk mengesampingkan perbedaan dan terlibat dalam tindakan yang berarti pada reformasi imigrasi yang manusiawi dan adil.”
Hermina Wulohering
HIDUP NO.23 2019, 9 Juni 2019