HIDUPKATOLIK.com – Umat Paroki Paskalis dan para Fransiskan dipanggil untuk “mencari raga” dalam misi kedinaan. Ini sebagai usaha evangelisasi di dunia zaman ini.
Meski telah memasuki usia senja 82 tahun, Uskup Emeritus Bogor Mgr Cosmas Michael Angkur OFM masih bisa mengingat jelas perjuangannya hingga berdirinya Paroki St Paskalis Cempaka Putih, Jakarta Timur, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Saat itu tahun 1979, Mgr Angkur menjadi Provinsial Ordo Fransiskan yang baru.
Mgr Angkur bercerita, dulu paroki ini adalah bekas pabrik es. Sehingga ketika hendak membeli pabrik itu, banyak silang pendapat. “Tetapi Tuhan yang berkehendak sehingga terjadilan seperti saat ini,” ujarnya dalam acara Talkshow HUT ke-67 Gereja St Paskalis dan 90 tahun OFM Indonesia di Aula Gereja Paskalis, Jakarta Pusat, Sabtu, 18/5.
Mgr Angkur melanjutkan, tahun 1975, dirinya pernah membuat renungan berjudul, “Datang sebagai pembantu, pulang sebagai tuan”. Renungan ini hendak menunjuk peran para Fransiskan Belanda dalam pembentukan OFM Provinsi Indonesia. Ia bercerita, bahwa tidak mudah menjadi Provinsial Pertama OFM Indonesia. Butuh kerja keras memajukan karya-karya Fransiskan, termasuk memajukan Paroki Paskalis. “Mgr Leo Soekoto SJ suatu ketika dalam Misa Krisma mengatakan agar Fransiskan mengembangkan Paroki Paskalis, dan Fransiskan menyanggupi permintaan Uskup,”cerita Mgr Angkur.
Spritualitas Kedinaan
Acara Talkshow ini selain menghadirkan Mgr Angkur, juga pembicara lain yaitu Pastor Eddy Krisiyanto OFM dan Provinsial OFM Indonesia Pastor Mikhael Peruhe OFM. Pastor Eddy dalam materinya menggarisbawahi sisi semangat umat dalam “mencari raga” sebagaimana judul buku miliknya, Kresna Mencari Raga.
Pastor Eddy melanjutkan, ada perbedaan antara Kresna versi Jawa dan Kresna yang dimaksud tetua Pasundan. Kresna adalah tokoh Mahabarata yang menyukai perdamaian. Para petinggi Pasundan melihat para Fransiskan, meski berjubah hitam, tetapi berhati mulia. “Saat kehadiran di daratan Pasundan, para Fransiskan senantiasa memperjuangkan perdamaian. Maka semangat ‘meragakan’ perdamaian adalah roh keindahan, perdamaian bagi anggota Fransiskan,” ungkapnya.
Sementara itu, di hadapan kurang lebih 200 orang di Aula Paroki Paskalis, Pastor Mikhael menjelaskan, Fransiskan hadir dengan karisma terlibat aktif. Di KAJ, Fransiskan hadir terlibat dalam situasi terkini, seperti krisis kebangsaan yang digaungkan Gereja lokal. Di STF Driyakara, Fransiskan hadir membentuk para mahasiswa yang mencintai bangsa ini, sekaligus sumbangan untuk keadaban bangsa.
Hal lain juga, tambahnya, Paroki Paskalis menjadi medan pastoral untuk mewujudkan spiritualitas Fransiskan, peduli terhadap berbagai isu dan keprihatinan. Pastor Mikhael mengatakan, ada tiga hal yang perlu dibuat umat Paroki Paskalis dalam rangka merayakan HUT ke 67 tahun. “Kita harus fokus pada tiga identitas Fransiskan. Pertama, keberpihakan kepada mereka yang terpinggirkan. Kedua, mengembangkan dialog kebudayaan dan agama. Ketiga, perhatian dan fokus pada isu ekologi,” jelasnya.
Talkshow kali ini merupakan salah satu rangkaian HUT Paroki Paskalis. Kepala Paroki Paskalis Pastor Agung Suharyanto OFM mengatakan, para narasumber dalam acara ini adalah saksi sejarah Fransiskan di Indonesia. Mereka juga sekaligus saksi berdirinya Gereja Paskalis. “Perayaan HUT ini harusnya menjadi kesempatan umat untuk menghidupi semangat St Fransiskus Assisi, yang rendah hati dan sederhana, sekaligus mengikuti teladan St Paskalis, seorang pendoa sejati.”
Fransiskan selalu tampil dengan identitas kedinaan Fransiskan. Masyarakat sederhana dan marginal menjadi fokus pelayanan mereka. “Fransiskan tampil menyuarakan pesan kepada seluruh umat bahwa kendati kita minoritas di negeri ini, tetapi kualitas kita tidak bisa diukur. Karena jumlah kita kecil, maka cara terbaik untuk menyelamatkan keberadaan kita adalah kerja sama. Kekristenan akan bertahan bila kita berani melawan arus,” pesan Pastor Eddy.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.24 2019, 16 Juni 2019