HIDUPKATOLIK.com – Persaudaran senantiasa perlu dipupuk terus-menerus dengan kobaran semangat saling mengasihi dan menghormati keberagaman oleh anak muda tunas harapan Gereja.
Baik dalam tradisi Katolik maupun Ortodoks, para kudus cenderung memainkan peran utama dalam kehidupan spiritual sehari-hari. Hal ini semakin nampak ketika Paus Fransiskus mengunjungi Bulgaria dan Makedonia dan berbagi pengabdian dari beberapa tokoh terkemuka di Eropa Timur.
Di kedua negara, orang kudus seperti Cyril, Methodius, Bunda Teresa, dan Paus Yohanes XXIII telah lama melayani sebagai titik persatuan bagi populasi Katolik kecil dan komunitas Ortodoks yang luas. Juru Bicara Sementara Vatikan, Alessandro Gisotti mengatakan, dalam percakapakan dengan Paus Fransiskus secara khusus menyebutkan Yohanes XXIII dan Bunda Teresa sebagai pionir penting untuk memahami kebaikan di Bulgaria dan Makedonia.
Sebelumnya dalam rilisan video yang diunggah pada Jumat, 3/5, untuk umat Bulgaria, Paus memuji akar Kekristenan mendalam yang berasal dari masa Santo Bruder Cyril dan Methodius. Paus melihat karya mereka telah menjadi benih yang berbuah dan menghasilkan buah berlimpah terutama di masa sulit pada abad yang lalu. Cyril dan Methodius adalah dua saudara lelaki yang lahir di Yunani pada pertengahan 800-an. Setelah menjadi rahib, keduanya diminta oleh Kaisar Michael melayani sebagai misionaris untuk membantu memperluas agama Kristen di Slavia.
Kedua saudara ini juga menciptakan alfabet dan menerjemahkan Injil, Mazmur, dan Surat-Surat St Paulus. Selain itu, mereka juga menerjemahkan buku-buku liturgi lainnya ke dalam Bahasa Slavia. Mereka juga menyusun liturgi Slavia. Liturgi baru tersebut mendapat perlawanan, namun disetujui oleh Paus Adrianus II sesaat sebelum kematian Cyril pada tahun 869. Lalu Methodius melanjutkan pekerjaan misionarisnya selama 16 tahun dan akhirnya ditunjuk sebagai uskup sebelum kematiannya pada tahun 884. Setelah kematian mereka, seluruh karyanya menyebar ke seluruh Bulgaria, Bohemia, dan Polandia Selatan. Pada tahun 1985, mereka dihormati oleh St Yohanes Paulus II dalam Ensinklik Slavorum Apostoli (Rasul Slavia).
Hubungan antara umat Katolik dan Ortodoks di Bulgaria kadang-kadang ditandai oleh ketegangan, sebagian besar di antara hierarki masing-masing, namun pengaruh duo kudus di kedua komunitas gerejawi masih terasa jelas. Umat Katolik menghormati mereka pada 14 Februari, sementara komunitas Ortodoks merayakan pesta mereka pada 11 Mei.
Pada hari pertama perjalan Paus Fransikus, segera setelah bertemu dengan Presiden Bulgaria Rumen Radev dan berbicara dengan korps diplomatik negara itu, Paus melakukan kunjungan ke Sinode Suci di Bulgaria, di mana, ia bertemu dengan Patriark Ortodoks Bulgaria Neophyte. Kemudian Paus mengunjungi Katedral Ortodoks dan berdoa di depan takhta St Cyril dan Methodius.
Meskipun lebih dihormati dalam tradisi Katolik, seorang kudus lain yang berpengaruh pada kunjungan Paus ke Bulgaria sudah cukup untuk menetapkan moto perjalanan ini. Ia adalah Paus Yohanes XXIII yang dikanonisasi oleh Paus Fransiskus pada tahun 2014. Ia melayani sebagai pejabat dalam struktur kedutaan kepausan dan sebagai delegasi kerasulan Vatikan di Bulgaria (1925-1934). Sebelumnya, St Yohanes XXIII lahir dengan nama Angelo Giuseppe Roncalli. Pada masanya, ia memfasilitasi perjanjian pernikahan antara Raja Boris III dan Putri Giovanna seorang Katolik Roma. Roncalli menghabiskan sebagian besar Perang Dunia II di perwakilan kepausan di Turki dan Yunani, tetapi masih menggunakan pengaruhnya untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi Bulgaria dari Holocaust.
Berkaitan dengan perjalanan Paus Fransiskus, kontribusi spesifik Roncalli adalah keterpesonaannya dengan lingkungan budaya di Bulgaria termasuk identitas Kristen Ortodoks yang kuat. Ia berteman dengan banyak umat Ortodoks. Pengalaman inilah yang membawanya sebagai Paus untuk menjadi pendukung kuat terdorongnya persatuan umat Kristen yang diungkapkan dalam dokumen Konsili Vatikan II Unintilis Redintegratio. Selain itu, ia juga mengambil peran pastoralnnya, yang serius terlihat dari frekuensi berpergian selama berjam-jam dengan kereta api atau menunggang kuda demi bersama-sama kawanan kecil umat Katolik Bulgaria.
Dalam homili perpisahannya ketika meninggalkan Bulgaria, St Yohanes XXIII berujar, “Ke mana pun saya pergi, jika seorang Bulgaria melewati pintu saya, apakah itu malam hari atau apakah ia miskin, ia akan menemukan lilin menyala di jendela saya. Anda tidak akan ditanya apakah Anda seorang Katolik atau bukan; gelar saudara Bulgaria sudah cukup. Masuklah. Dua tangan persaudaraan akan menyambut Anda, dan hati seorang teman yang hangat akan menjadikannya hari raya. Demikianlah kasih amal Tuhan yang rahmatnya telah membuat hidup terasa manis selama sepuluh tahun saya tinggal di Bulgaria.”
Dalam kunjungannya di Bulgaria, Paus Fransiskus selalu menyebutkan nama St Yohanes XXIII pada setiap kesempatan, termasuk dalam kunjungannya dengan komunitas Katolik di Rakovski, Senin, 6/5. Paus Fransiskus ingin melanjutkan realisasi Konsili Vatikan II yang belum selesai. “Pengalaman dalam membangun persahabatan dengan kaum Ortodoks akan menempatkan saya di jalan yang membantu menumbuhkan rasa persaudaraan yang telah lama ditunggu, namun selalu rapuh antara individu dan komunitas,” ujarnya seperti dilansir www.cruxnow.com, 4/5.
Harapan Makedonia Utara
Perhentian kedua dalam perjalanan Apostolik tiga hari Paus adalah ke Makedonia Utara. Paus menyatakan kehadiran spiritual Bunda Teresa dari Kalkuta amat kuat menemaninya. Bunda Teresa lahir di Ibu Kota Makedonia Utara, Skopje, pada tahun 1910. “Dalam sosok perempuan mungil nan kuat ini, kita bisa melihat gambaran Gereja Makedonia,” ujar Paus seraya membeberkan bahwa ia telah berdoa di Memorial Bunda Teresa dan memberkati batu pertama dari sebuah gereja yang didedikasikan untuknya seperti dilansir www.vaticannews.va, 8/5.
Paus Fransiskus menjelaskan, niat kunjungannya adalah untuk mendorong, “kapasitas tradisional” Makedonia Utara untuk menjadi tuan rumah berbagai afiliasi etnis dan agama. Paus juga mengapresiasi komitmen negara tersebut untuk menyambut dan membantu sejumlah besar migran dan pengungsi. Dalam pidato pertamanya, kepada para pemimpin masyarakat sipil, Paus mencatat posisi Makedonia Utara sebagai tempat pertemuan untuk berbagai budaya dan agama. Secara khusus, ia memuji negara itu karena telah menemukan cara hidup berdampingan secara damai dan abadi yang berakar pada wajah multi-etnis dan multi-agama dari masyarakat, yang ia sebut sebagai warisan bangsa paling berharga.
Berbicara terutama kepada minoritas Katolik Makedonia Utara, Paus Fransiskus menekankan perlunya menyebarkan pesan cinta, harapan, dan persatuan dalam keanekaragaman. Dalam pidatonya kepada para imam Katolik – termasuk para imam Katolik Timur yang sudah menikah dengan keluarga mereka – dan para religius, Paus Fransiskus menggunakan contoh tulisan suci tentang Maria Magdalena yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu. Tindakan ini menunjukkan bagaimana sedikit aroma dapat memenuhi seluruh rumah. Paus mengilustrasikan, komunitas Katolik yang kecil namun bersemangat dapat menginspirasi kehidupan seluruh bangsa.
Bagi Paus, Makedonia utara adalah negara muda dari sudut pandang kelembagaan. Untuk itu, pertemuan dengan orang muda sangat penting. Paus Fransiskus mengundang mereka untuk bermimpi besar dan terlibat seperti Bunda Teresa dengan mendengarkan suara Tuhan yang berbicara di dalam doa. “Suara ini harus ditanggapi secara konkret terutama kepada mereka yang membutuhkan,” tandas Paus.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019