web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Misa Fajar Minggu Paskah

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Misa Fajar dimaknai sebagai Pembuka Puasa, akhir dari Puasa selama 40 Hari. Dalam Misa Fajar Paskah, kita merayakan Kebangkitan Kristus yang adalah “Terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain”.

Mengapa cukup banyak umat menghadiri hanya Misa Malam Paskah, Sabtu Suci, dan tidak lagi merayakan Misa Kebangkitan Kristus, Minggu Paskah? Agaknya kita perlu memahami sejarah “Masa Puasa” dan “Masa Prapaskah”. Dikatakan masa Prapaskah berlangsung dari Rabu-Abu sampai Kamis dalam Pekan Suci, sebelum Misa Sore (Puji Syukur: hal. 447). Lalu kita sibuk dan tenggelam dalam perayaan Tri Hari Suci, sekarang disebut juga: Tri Hari Paskah. Ada sementara orang menyatakan “bukan jumlah harinya”, tetapi “jumlah tiga waktunya”. Boleh jadi itulah sebabnya kita cenderung mengabaikan “Hari Minggu Paskah”, Hari Kebangkitan Tuhan.

Di lain pihak masa Puasa yang dulu (sebelum Konsili Vatikan II) dikenal berlaku sejak Rabu-abu sampai hari Sabtu menjelang Minggu Paskah. Dengan tidak menghitung Hari Minggu, maka terdapat tepat 40 hari masa puasa. Kita diwajibkan berpantang pada hari Rabu-Abu dan Jumat Agung. Hari Sabtu Suci adalah hari Vigili Paskah, saat kita mempersiapkan diri menjelang Hari Minggu, Hari Kebangkitan Tuhan (Hari Raya Paskah).

Selanjutnya di dalam sejarah, setiap hari Sabtu dimaknai sebagai Hari Vigilia, persiapan menjelang setiap Hari Minggu (Dies Dominica). Tema Hari Minggu sebagai “hari yang disinari kejayaan Kristus yang bangkit terdapat juga dalam Liturgi (Ibadat) Harian dan ditekankan secara khas dalam Pannichida, malam menjelang keesokan hari, vigilia, yang dalam liturgi-liturgi menyiapkan Hari Minggu” (Dies Domini, No. 27).

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Gereja Perdana berkumpul pada Sabtu malam dengan berdoa, bernyanyi, bersukacita, membaca dan merenungkan Kitab Suci, selama semalam suntuk, sambil menantikan dan merindukan Kristus, memandang pada-Nya bagaikan fajar yang memberi “Surya pagi dari tempat yang tinggi untuk menyinari mereka yang tinggal dalam kegelapan dan dalam naungan maut” (Luk 1:78-79). Fajar adalah cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur pada waktu matahari akan terbit.

Untuk membedakan hari Sabat Yahudi dengan Paskah Kristiani, maka kebangkitan Kristus dirayakan umat perdana pada hari Minggu pagi saat fajar menyingsing. Mengapa? Setelah lewat Sabat, “Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Pagi-pagi benar, pada hari pertama minggu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur … kamu mencari Yesus Orang Nazaret yang disalibkan itu. Ia telah bangkit” (Luk 16:1-8). Maka selayaknya Misa pagi Hari Minggu Paskah disebut Misa Fajar.

Memang, Hari Sabat Orang Yahudi adalah hari peringatan keluarnya dan pembebasan orang Yahudi dari Mesir, akan tetapi Hari Minggu adalah Hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dari antara orang mati. Sebab, “jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dengan hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan” (Rom. 10:9).

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Kata “Minggu” diambil dari bahasa Portugis “Dominggo” yang diturunkan dari bahasa Latin “Dominicus” yang berarti milik Tuhan. Maka Hari Minggu adalah “Dies Dominica”, hari milik Tuhan. Tidak lagi disebut Hari Ahad, yang artinya: Hari Pertama, bukan juga “Sunday” (hari Dewa Matahari Orang Romawi), akan tetapi “Hari Tuhan”, dan setiap Hari Minggu adalah Hari Kenangan akan Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Misa Fajar Hari Minggu Paskah dan setiap Hari Minggu adalah perayaan Hari Kristus Terang. Dalam Kristus, “ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh. 1:4-5,9; juga 9:5).

Tidak seperti orang Romawi menyembah Dewa Matahari tetapi umat Kristiani memaknai Sang Surya sebagai simbol Kristus sendiri. Bahkan Hari Minggu Paskah dan minggu-minggu lainnya oleh umat kristiani dimaknai sebagai “Hari Cahaya”, atau hari api yang mengacu pada Roh Kudus. Jadi Paskah Mingguan, “dalam arti tertentu menjadi Pentakosta Mingguan, bila umat Kristiani menghidupkan perjumpaan para Rasul penuh kegembiraan dengan Tuhan yang bangkit, dan menerima nafas Roh-Nya, yang memberi hidup” (Dies Domini, No. 28).

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Nah, Paskah adalah perayaan tertua dalam Gereja Katolik. Menurut Paus Leo Agung (440-461), Paskah adalah “festum festorum”, perayaan dari semua perayaan, bahkan natal dirayakan hanya untuk mempersiapkan perayaan Paskah. Pada awalnya umat Perdana merayakan Paskah dengan perjamuan sederhana dan berdoa. Namun mereka menyongsong Minggu Paskah, Minggu Fajar didahului dengan tuguran semalam suntuk.

Misa Fajar dimaknai sebagai Pembuka Puasa, akhir dari Puasa selama 40 Hari. Dalam Misa Fajar Paskah, kita merayakan Kebangkitan Kristus yang adalah “Terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain” (Luk 2:32). Dengan lain kata, “Terang para bangsalah Kristus itu … yang cahaya-Nya menerangi semua orang, yang bersinar pada wajah Gereja” (Lumen Gentium, 1). Tugas kita adalah “hidup sebagai anak-anak terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran” (Ef. 5:9).

Dengan merayakan Misa Fajar Hari Minggu Paskah, maka kita merayakan iman akan kebangkitan Tuhan yang diucapkan dalam Syahadat “Pada Hari Ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci”. Dengan demikian semua Hari Minggu setiap tahun merupakan hari iman.

Pastor Jacobus Tarigan, Dosen Liturgika STF Driyarkara Jakarta

HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles