HIDUPKATOLIK.com – Keberagaman menjadi aset terbesar paroki ini untuk maju berkembang menuju persaudaraan sejati.
Saat ini, umat Paroki St. Gregorius Agung, Kutabumi, Tangerang sedang membangun gereja baru. Gereja yang ada, ternyata sudah tidak mampu lagi menampung umat yang kian bertambah. Statistik terbaru mencatat, jumlah umat di paroki ini sudah mencapai sekitar 8000 jiwa dan dari waktu ke waktu terus bertambah.
Sejak tahun 2012, paroki ini menjadi sebuah paroki mandiri sejak diresmikan Uskup Agung Jakarta, Mgr Igantius Suharyo pada tahun 2012. Tercatat sebagai kepala paroki pertama adalah Pastor Andrianus Gunardi. Pada mulanya, paroki ini dijuluki “paroki buruh”. Hal ini tentu mengingat cukup banyak umat di paroki ini yang bekerja sebagai buruh-buruh pabrik di sekitar Tangerang.
Namun, seiring waktu, Paroki Kutabumi juga mengembangkan kehidupan menggereja umat. Dengan umat yang semakin bertambah, kebutuhan untuk memiliki sebuah gereja baru yang lebih besar dirasa mendesak. Kali ini, seluruh umat juga Dewan Paroki setempat memikirkan upaya membangun gereja untuk menggantikan gereja lama.
Impian untuk memiliki gedung baru itu tampaknya juga harus menunggu waktu lagi. Kendati sudah mengantongi izin pembangunan yang diberikan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, tidak serta merta gereja langsung dibangun. Pastor Yustinus Sulistiadi menyatakan, membangun gereja membutuhkan perencanaan matang karena untuk jangka waktu lama, tidak asal-asal. “Saya mengharapkan seluruh umat terlibat,” ungkap Kepala Paroki Kutabumi ini.
Salah satu cara umat berpartisipasi terlihat pada Ikatan Keluarga Sumatera Utara (IKSU). Mereka telah beberapa kali mengadakan Misa yang diikuti umat yang tergabung dalam IKSU dari seluruh wilayah Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya. Tujuannya selain merekatkan kesatuan umat, juga menghimpun dana sukarela untuk pembangunan gereja.
Pastor Yustinus melihat, area sekitar gereja sangatlah luas dan memungkinkan paroki mengembangkan sebuah “paroki ziarah”. Ia mengungkapkan, tanah seluas 2,5 hektar dapat dikembangkankan sebagai tempat ziarah. “Dengan begitu, umat bisa berziarah ke sini, bahkan dari paroki lain,” ujar kelahiran Solo ini.
Untuk rencana ini Pastor Yustinus mengajak tim Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Kutabumi melakukan pewartaan lewat media cetak dan elektronik. Salah satu yang diwartakan adalah tradisi paroki yang setiap Bulan Maria mengadakan prosesi atau perarakan arca Bunda Maria.
Setelah diadakan selama beberapa tahun, prosesi ini diikuti ribuan umat dari Paroki Kutabumi dan paroki lain. Pastor Yustinus menceritakan, kegiatan ini dijalankan dengan memasukkan unsur-unsur budaya di Indonesia. “Umat paroki ini berasal dari banyak suku. Mereka secara bergantian menampilkan kekayaan budaya mereka dalam prosesi,” ujarnya.
Pastor Yustinus menjelaskan, sebagai “paroki perantau” umat Katolik di parokinya berasal dari berbagai daerah. Maka, semangat yang diusung paroki ini selalu ingin menjalin persaudaraan internal maupun eksternal. Ia mencontohkan, usaha lain untuk membangun persaudaraan ini terwujud dalam kegiatan “blusukkan” yang dilakukan sejak tahun 2016. “Blusukkan” ini berupa kunjungan pastor paroki dan anggota komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Paroki Kutabumi ke sejumlah pondok pesantren yang ada di wilayah sekitar paroki. “Semoga umat tergerak hatinya membangun persaudaraan dengan tetangga berbeda agama, ” tuturnya.
Konradus R. Mangu /Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO.15 2019, 14 April 2019