HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh terkasih, bagaimana jika anak sulung saya yang usianya sudah 12,5 tahun masih kekanak-kanakan? Ia tak mau menjadi teladan untuk adik-adiknya. Apa-apa harus diingatkan, misal ke gereja, belajar, makan, dan sebagainya. Ia juga sering tak mau mengalah dengan adik-adiknya. Jarak usia si sulung dengan adik-adiknya terpaut lima dan tujuh tahun. Mohon saran dari pengasuh.
Theresia Rindu, Bogor.
Ibu Theresia yang baik, saya sungguh memahami betapa besar harapan Ibu kepada si sulung. Menurut seorang ahli, Erikson, ada delapan tahap perkembangan psikososial, yaitu trust vs mistrust (0-18 bulan), autonomy vs shame and doubt (18 bulan – 3 tahun), initiative vs guilt (3-6 tahun), industry vs inferiority (6-12 tahun), identity vs role confusion (12-18 tahun), intimacy vs isolation (18-35 tahun), generativity vs stagnation (35-64 tahun), integrity vs despair (65 ke atas).
Itu berarti, seorang anak mestinya belajar mandiri dan mempelajari apa yang diharapkan darinya serta kewajiban dan hak pada usia 18 bulan-3 tahun. Ketika tahapan perkembangan tersebut kurang dapat dikuasai secara optimal dapat menumbuhkan ciri pribadi yang pemalu atau ragu-ragu pada kemudian hari.
Sebelum menuntut anak, sebaiknya kita merefleksikan pada masa pertumbuhan anak, sejauh mana kita telah berperan menyediakan suasana dan dukungan tersebut? Kadang, tanpa kita sadari sikap orangtua sungguh over protective memperlakukan anak pertama secara sangat istimewa dan berhati-hati. Namun di sisi lain justru dapat mengakibatkan terbentuk pribadi anak yang kurang berani melakukan tugas-tugas perkembangan, seperti belajar mengadakan hubungan emosional dengan orangtua, saudara, dan orang lain, mengembangkan kata hati, serta memperoleh kebebasan secara pribadi.
Sikap over protective itu mungkin disebabkan karena riwayat kelahiran anak yang tergolong sulit. Atau begitu besar pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak masa tersebut menyebabkan terbentuk sikap manja dan mempelajari sikap senang diperhatikan orang lain. Di sisi lain dapat juga muncul sikap dan perasaan kurang terpuaskan akan perhatian dan kasih sayang orangtua, terlebih dengan kehadiran adik-adiknya ditambah dengan salah satu atau kedua orangtua yang bekerja. Situasi ini menimbulkan sikap anak menjadi lebih egosentris atau berpikir untuk dirinya
sendiri.
Masa kanak-kanak merupakan periode yang penuh keceriaan dan kebahagiaan. Seorang anak yang merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya akan lebih mudah membagikan momen yang sama kepada anak lain atau orangorang di sekitarnya. Namun, bila terjadi sebaliknya, akan lebih mudah membuat anak menjadi pemurung, pribadi sensitif, sulit berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Pada kondisi ini, saya sungguh percaya, keluarga yang penuh kasih sayang akan mampu mengembalikan kepercayaan diri anak, perasaan dikasihi secara tulus akan menjadi energi kuat untuk menyingkirkan keraguan dalam diri anak.
Tiap anak memiliki kelebihan masing-masing, namun ada juga kelemahan yang dimiliki. Alangkah baik bagi orangtua lebih memperhatikan kelebihan anak. Memberikan perhatian khusus pada keinginannya dan membantunya berjuang untuk menguasai tugas-tugas atau pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Berikanlah waktu untuk lebih dekat dengan ide-ide, suara kegembiraan, maupun kesedihan yang dialaminya, terlebih jika Ibu melihat kedua anak lain tampak slebih mandiri.
Perbaiki kepercayaan Anda bahwa putra sulung dapat menyelesaikan tugas-tugas secara baik dengan cara komunikasi yang lebih positif. Bantu anak membuat jadwal tugas dan mengerjakan secara konsisten. Atau menggunakan teknik berbeda agar anak mengerjakan tugasnya secara kreatif dan mandiri. Marilah menjadi pribadi terbuka dan berbesar hati ketika anak memberikan pesan kepada kita.
Jangan lelah untuk mengajak anak bersama-sama lebih mau mendengarkan dan mempertimbangkan harapan orangtua, harapan yang menginginkan anak berjuang lebih mandiri untuk mendukung keberhasilan dan kebahagian mereka. Sebab keberhasilan dan kebahagiaan buah hati menjadi harta berharga orangtua.
Anastasia Ursila Nilamsari, M.Si., Psi.
HIDUP NO.14 2019, 7 April 2019