HIDUPKATOLIK.com – Johan Leonardo Sibarani masih ingat pengalaman setahun lalu, saat pertama kali memainkan “sape” di lingkungan Gereja. Meski bukan berasal dari Suku Dayak, Johan piawai memainkan alat musik dari Kalimantan itu.
Cerita mula sentuhannya dengan sape bermula saat Johan bertemu dengan seseorang yang baru saja pulang dari Kalimantan. Ia terkesan dengan lantunan sape yang diputar dari handphone orang itu. dari situ ia tertarik belajar memainkan sape. “Musik tradisional itu telah merasuki saya. Maunya mendengar lantunan sape terus, apalagi sebelum tidur,” katanya.
Untuk belajar sape, selama ini, Johan hanya mempelajarinya secara otodidak. Panduannya adalah video tutorial dari internet. Karena ketekunannya, kini ia sering memainkan sape baik di kegiatan kampus maupun dalam beberapa acara di gereja.
Kini, berkat talentanya, musik berdawai ini tidak hanya dinikmati di tanah Kalimantan, tetapi juga di tanah Batak. Ia memiliki kebanggan saat memainkan musik tradisional di gereja. Inkulturasi itu sangat terasa ketika dirinya membawa sape dari Suku Dayak dan dipadukan dengan musik Suku Batak dalam Misa. “Tuhan benar-benar hadir di dalam kekayaan budaya ini. Aku petik sape untuk Tuhan membuat aku berdoa dua kali,” tutur kelahiran 2 Juni 1997 ini.
Willy Matrona
HIDUP NO.10 2019, 10 Maret 2019