web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Literasi Kabar Gembira

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Doa Angelus menjadi permata Gereja sebab Misteri Kristus telah dirangkum dalam satu rumusan doa yang indah.

Empat ratus uskup dan uskup agung bersama kepala biarawan dan pejabat Gereja lainnya bertemu atas undangan Paus Innosensius III pada tahun 1214. Saat itu, tengah berlangsung Konsili Lateran keempat. Konsili ini menelurkan perintah utama, untuk melancarkan Perang Salib Kelima.

Di tengah kecamuk perang, Fransiskus Asisi bertemu dengan Sultan Mesir pada akhir musim panas tahun 1219. Ia meminta diri kepada pemimpin Pasukan Kristen, Kardinal Pelagius, untuk menemui Sultan Malik al-Kamil. Meski, ia telah diperingatkan bahwa tindakannya akan membawa resiko kematian. Namun, ia tetap pada niatnya.

“Semoga Tuhan menganugerahi Anda kedamaian,” ucap Fransiskus kepada Sultan Malik. Perkataan yang keluar dari mulut sang biarawan tanpa alas kaki dan berjubah cokelat kasar dengan penuh tambalan ini merenyuhkan hati sultan.

Inspirasi Perjumpaan
Megister Novisiat Transitus Depok, Pastor Fransiskus Asisi Oki Dwihatmanto OFM menuturkan, bahwa kerangka perjumpaan Fransiskus dengan sang sultan membuka kebuntuan dialog antara dunia Kristen dan Islam. Salah satu dokumen yang dimiliki oleh Fransiskan, “Kronik Ernoul”, menceritakan bahwa Sultan Malik begitu mengapresiasi

Fransiskus sehingga ketika ia pulang, ia ditawari bermacam cinderemata berharga dan Fransiskus menolak tawaran itu. Fransiskus hanya membawa pulang sebuah terompet gading yang sekarang masih tersimpan di Basilika St Fransiskus di Asisi. Terompet ini diyakini merupakan cinderamata dari Sultan Malik.

Perjumpaan Fransiskus dan Sultan Malik tidak hanya berbuah terompet. Dalam lawatannya ini, Fransiskus terkesan dengan para prajurit Muslim yang selalu memberi tanda saat waktu doa tiba. Kebiasaan umat Muslim untuk memberi tanda pada saat akan berdoa berkesan di hati Fransiskus.

Pastor Oki menuturkan, dalam dokumen itu diceritakan juga bahwa Fransiskus sangat terkesan dengan tanda itu. Dalam dokumen yang ditulis Kardinal Jacques de Vitry itu, jelas diceritakan bagaimana Fransiskus memberi perhatian khusus pada cara tentara Muslim akan segera mempersiapkan diri untuk berdoa sesaat setelah tanda dibunyikan. Kardinal de Vitry sendiri menulis dokumen ini dalam penjelajahannya ke berbagai tempat. “Jadi memang ini bukan legenda tetapi juga berdasarkan dokumen Kardinal Jacques de Vitry,” ujar Pastor Oki.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Pemberian tanda doa kemudian dibawa dan diadopsi Fransiskus untuk saudara-saudaranya. Fransiskus menggunakan lonceng untuk menandai jam doa tiga Salam Maria. Tradisi mendoakan tiga Salam Maria ini kemudian berubah menjadi Doa Angelus dan didoakan tiga kali sehari.

Dalam perkembangannya, doa tiga salam maria diiringi dengan lonceng. Secara definitif, kebiasaan ini telah menjadi tradisi Ordo Fransiskan ketika ditetapkan oleh Pemimpin Umum Ketujuh Ordo Fransiskan, St Bonaventura, pada Kapitel Umum Saudara Dina tahun 1269.

Doa Angelus
Mendaraskan doa tiga kali Salam Maria telah menjadi kebiasaan di biara. Seorang Imam Serikat Yesus, Pastor Herbert Thurston SJ menyatakan, bahwa memang tidak mudah untuk melacak asal mula Doa Angelus. Ia menuturkan, doa ini sudah termaktub selama 700 tahun.

Dalam kebiasaan monastik pada abad ke-11, Gereja telah mengucapkan doa tiga Salam Maria selama lonceng berbunyi pada sore hari. Koran Mingguan Katolik L’Osservatore Romano tertanggal 4 September 2002 memberikan keterangan lain, bahwa praktik membaca Salam Maria tiga kali berturut-turut paling tidak berasal dari abad ke-12. Di tulisan yang sama, diungkapkan bahwa St Antonius dari Padua sangat merekomendasikan kebiasaan ini.

Terlepas dari itu, ada sebuah pembuktian dari dokumen tertulis yang berasal dari seorang biarawan Fransiskan bernama Sinigardi di Arezzo. Dalam dokumen itu ditulis bahwa saudara-saudara Fransiskan di Italia telah memulai mendokumentasikannya pada tahun 1263. Pastor Oki menuturkan, bahwa kesaksian Sinigardi merupakan kesaksian tertua dalam tradisi Fransiskan. “Ia memberi kesaksian bahwa di biara Fransiskan sudah ada tradisi untuk mendaraskan tiga salam maria dalam ibadat sore.”

Kemudian tahun 1269, St Bonaventura memutuskan untuk menggabungkan antara pendarasan tiga Salam Maria dengan membunyikan lonceng. St Bonaventura mendesak selalu didahului dentang lonceng agar saudara-saudara dan semua umat beriman di dekatnya tahu bahwa sudah waktunya untuk berdoa Salam Maria.

Pastor yang tergabung dalam Definitorium Dewan Pimpinan OFM Indonesia 2017-2019 ini menyatakan, bahwa tradisi Doa Angelus dikatakan berasal dari Tradisi Fransiskan sebab paling tidak secara dokumen memperlihatkan tindakan Fransiskan memberi tempat kepada Doa Angelus di dalam hidup sehari-harinya di biara. Khususnya pada doa Brevir saat ibadat sore ada tradisi untuk mendoakan tiga Salam Maria. “Dari situlah berkembang tradisi Doa Angelus yang sekarang,” ujarnya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Evolusi
Seiring berjalannya waktu, di negara-negara penganut Katolik, latihan doa Salam Maria juga diulangi di pagi hari kemudian tengah hari. Bukti tersebut dicatat L’Osservatore Romano di mana sekitar tahun 1413 ditemukan praktik pendarasan doa pada siang hari di Cekoslowakia dan pada tahun 1423 di Cologne.

Pada tanggal 13 Oktober 1318, Paus Yohanes XXII menyetujui kebiasaan mendaraskan Salam Maria pada ibadat sore. Ia juga memerintahkan untuk membunyikan lonceng sore bagi doa tiga Salam Maria di Kota Roma pada 7 Mei 1327. Selama abad ke-15, kebiasaan mengingat duka cita Maria dikaitkan dengan doa Salam Maria terjadi di sore hari. Sedangkan di tahun 1456, Paus Callistus III meminta agar setiap tengah hari lonceng dibunyikan untuk mendoakan tiga Salam Maria bagi keberhasilan perang salib.

Pada tahun 1475, Paus Sixtus IV menjadi Paus pertama yang memberkati pendarasan Angelus pada siang hari dengan memberikan indulgensi bagi yang melaksanakannya. Kemudian indulgensi ini dikukuhkan dan diperluas oleh Paus Leo X kepada siapapun yang mendaraskan doa ini pada pagi, siang, dan sore hari di tahun 1517. Paus Pius XI tampaknya menjadi orang terakhir yang memberikan indulgensi ini.

Doa Angelus telah menjadi momen untuk menyucikan permulaan hari selama berabad-abad. Doa ini bahkan digunakan untuk menyelamatkan agama Kristen di saat sulit, seperti peristiwa di Beogard pada tahun 1456. Saat itu orang Turki berhasil menyerang Serbia.

Bentuk rumusan Angelus yang dipakai sekarang oleh kebanyakan umat berdasarkan tulisan J. Fournée dalam bukunya The History of Angelus. The Angel’s Message to Mary. Bentuk baku doa ini dicetak di Roma pada masa Paus Pius V dan juga dalam Manuale Catholicorum, buku pedoman bagi umat Katolik yang ditulis St Petrus Canisius. Buku ini diterbitkan di Antwerpen pada 1588.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dalam buku pedoman pengabdian yang lebih tua, sesuai dengan tanggal publikasi mereka, disebutkan bahwa Paus Benediktus XIV dan Paus Leo XIII didaulat sebagai promotor doa. Bentuk Angelus saat ini, seperti yang direkomendasikan oleh Paus Paulus VI dalam Marialis Cultus, adalah hasil dari perkembangan selama satu abad dan secara definitif disetujui oleh Paus Benediktus XIV pada tahun 1742.

Pembabakan Waktu
Doa Angelus adalah sebuah doa yang hendak menggambarkan tentang misteri Kristus dimulai dari peristiwa inkarnasi, sengsara, wafat, hingga pada kebangkitan-Nya. Pastor Oki menjelaskan, bahwa latar belakang permenungan Tradisi Fransiskan dalam ibadat sore sejak zaman St Bonaventura ditetapkan sebagai kesempatan untuk merenungkan misteri Kristus. “Maka dapat dikatakan cocok jika tradisi Angelus lahir dari Tradisi Fransiskan yang mendaraskan tiga Salam Maria setiap ibadat sore untuk mengenang sengsara Kristus,” ucapnya.

Saat ini, Doa Angelus diatur dalam pembabakan tiga waktu. Hal ini berdasar pada kisah dalam Kitab Suci. Dikatakan “wanita itu pergi pagi-pagi buta ke kubur Yesus”, namun Yesus tidak ada di situ. Sehingga waktu pagi melambangkan tentang peristiwa kebangkitan. Sementara siang hari (pukul 12.00) dalam Kitab Suci dikisahkan Yesus disalib. Ia lalu wafat pada sore hari (pukul 15.00). Sehingga, waktu tengah hari digunakan untuk merenungkan sengsara Kristus.

Namun, tutur Pastor Oki, waktu sore hari tidak terdapat dalam Kitab Suci. Sore hari ingin merenungkan peristiwa inkarnasi. Hal ini berdasar kisah Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel yang itu terjadi pada sore hari.

Maka, pembabakan tiga waktu ini untuk merenungkan tiga peristiwa penting yang berbeda. Ketiganya merangkum rencana besar keselamatan Allah kepada manusia secara keseluruhan. “Doa Angelus sendiri sudah merangkum misteri Kristus, tetapi dengan memberi permenungan khusus di tiap waktu akan membantu umat memaknai kerahiman Allah lebih dalam,” pungkas Pastor Oki.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.12 2019, 24 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles