HIDUPKATOLIK.com – Ketika edisi Paskah ini sampai di tangan Pembaca, kita baru saja merayakan pesta demokrasi, yakni Pemilihan Umum (Pilpres dan Pileg), Rabu, 17 April 2019. Kita tengah menunggu hasilnya. Kita berharap, terutama terkait dengan Pilpres, pasangan mana pun yang akan dinyatakan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), semua pihak dapat menerima dengan legowo.
Dengan selesainya pencoblosan, tugas kita bukan berarti telah selesai. Belum. Kita masih dipanggil bersama-sama mengawal jalannya pesta demokrasi ini sampai pada tujuan sejatinya, untuk kepentingan semua (bonum commune), demi kemajuan bangsa dan negara kita di masa yang akan datang (Lihat Pembukaan UUD 1945). Kendati kita tidak bisa menutup mata pada terkurasnya energi kita dari pertengahan tahun 2018 hingga masa kampanye. Polarisasi yang demikian tajam antara dua kubu pendukung kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, penyebaran berita bohong (hoax), ujaran kebencian, fitnah, dan lain-lain. Pemilu yang sejak Orde Baru disebut sebagai pesta demokrasi menjadi momok bagi cukup banyak orang. Menurut sebuah lembaga survei ternama, jutaan orang (Kristiani) memilih berlibur pada hari Pemilu.
Oleh karena itu, tantangan bangsa ini ke depan tidaklah ringan. Bagaimana menyatukan kembali, merajut kembali, membuka ruang-ruang dialog atau persaudaraan sejati sebagai sesama anak bangsa yang berkontestasi? Dengan kata lain, bagaimana mengadakan rekonsiliasi antarsesama anak-anak Ibu Pertiwi ini? Ini pekerjaan rumah semua pihak di semua level. Banyak tokoh agama dan masyarakat berkali-kali menyerukan agar Pemilu ini jangan sampai mencerai-beraikan kita sebagai bangsa; jangan sampai Pemilu ini makin memperuncing segregasi sosial dalam masyarakat kita yang heterogen.
Sebagai pilar integral bangsa dan negara ini, saatnya umat Katolik mengambil inisiatif alias proaktif dalam menyemaikan semangat rekonsiliasi tersebut. Umat Katolik harus menjadi komunitas minoritas yang kreatif, mengajak semua anak bangsa meneguhkan kembali semangat persaudaraan dan persatuan kita dalam kebhinnekaan; menggandeng semua pihak yang berkamauan baik tanpa melihat suku, agama, ras, dan golongan etnis, dan lain-lain. Katong samua orang basudara, kata orang Maluku.
Pemilu kali ini memang secara kebetulan digelar pada Pekan Suci. Pekan di mana kita, umat Kristiani, mengenang kisah sengsara/pengorbanan Kristus (Minggu Palma, Kamis Putih, dan Jumat Agung) dan merayakan sukacita iman kita, kebangkitan-Nya dari kematian (Malam Paskah). Hubungan kita dengan Allah dipulihkan-Nya kembali.
Paskah tahun ini mengutus kita menyalakan lilin-lilin kecil (baca: rekonsiliasi-rekonsiliasi ruang lingkup kecil) di lingkungan tempat tinggal dan kerja masing-masing. Paus Fransiskus pernah mengatakan, “Kita bertumbuh dalam kesucian yang merupakan panggilan kita semua melalui hal-hal kecil sehari-hari.” Dengan demikian, perayaan Paskah kita tahun ini akan jauh lebih bermakna, tidak hanya untuk diri sendiri (pertobatan pribadi), keluarga (pertobatan keluarga), tapi juga untuk bangsa dan negara kita.
HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019