web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gerbang Menuju Realitas Rohani

3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ikon adalah ajakan untuk masuk ke dalam sebuah doa yang hening. Di situlah letak kekuatan ikon.

Penggunaan ikon begitu kental dalam liturgi Gereja-Gereja Timur. Umat Gereja Timur berdoa di depan ikon, bahkan mencium dan bersujud sebagai bentuk penghormatan terhadap benda kudus ini. Dalam Gereja Katolik Roma, ikon jarang ditemui. Meski demikian ada juga ikon yang ditemukan dalam gereja-gereja Katolik Roma. Umat juga ada yang menyimpan ikon di rumah. Sebenarnya seperti apa perspektif Gereja Katolik Roma memandang ikon? Berikut petikan wawancara dengan Pastor Robertus Pius Manik, OCarm via telefon, Kamis, 7/3.

Apakah Gereja Katolik Roma juga memandang ikon sebagai benda yang dikuduskan?

Tradisi Gereja Katolik Roma memang tidak begitu akrab dengan ikonografi. Namun, ikon tidak bertentangan dengan Gereja Katolik. Kita tetap sangat menghargai kekayaan rohani di balik ikonografi. Gereja- Gereja Katolik Roma di Eropa banyak yang memakai ikon. Tetapi pemakaiannya memang tidak sekuat di Gereja-Gereja Timur, seperti Orthodox. Penggunaan gambar atau lukisan rohani dalam Gereja Katolik Roma lebih Fariatif dibandingkan Gereja Orthodox yang praktis menggunakan ikon, bukan patung atau gambar lain. Bahkan boleh dibilang Gereja Orthodox tidak mungkin lepas dari ikon. Gereja Katolik Roma, terutama yang modern saat ini, banyak menggunakan gambar yang sangat modern.

Ikon sama seperti gambar dan patung orang kudus, mempunyai posisi yang sama dan sama-sama dikuduskan dalam Gereja Katolik Roma. Dalam beberapa Gereja Katolik Roma, ikon mendapatkan tempat yang istimewa karena mungkin pengaruh tradisi Gereja dulu, tradisi ritus Timur yang cukup kuat.

Apakah ada satu dokumen dalam Gereja Katolik yang bisa menjadi pegangan umat untuk memahami ikon ini?

Konsili Vatikan II menegaskan dalam Sacrosanctum Concilium: “Kebiasaan menempatkan gambar-gambar atau patung-patung kudus dalam gereja untuk di hormati oleh kaum beriman hendaknya dilestarikan. Tetapi jumlahnya jangan berlebih-lebihan, dan hendaknya disusun dengan wajar dan pantas, supaya jangan terasa janggal bagi Umat kristiani, dan tidak berpotensi menimbulkan devosi yang tidak sehat.” (Sacrosanctum Concilium 125).

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Gambar-gambar suci cukup membantu dalam mengondisikan suasana sakral baik itu tempat ibadat maupun perayaan itu sendiri. Bahkan di rumah-rumah umat juga gambar-gambar suci (baik itu ikon, lukisan, gambar, patung) bisa membantu umat untuk mengarahkan hati mereka kepada Kristus, Bunda Maria dan para Kudus. Media visual bisa menjadi sangat berguna membantu mengarahkan hati kita kepada yang Ilahi.

Lantas, apakah ada perbedaan ikon dengan patung?

Ikon bukan lukisan biasa dalam sejarah Gereja. Dalam ikon ada pesan iman. Dalam Gereja Timur, ikon dianggap sebagai gerbang atau pintu masuk ke dalam realitas rohani. Karenanya, Gereja Timur tidak pernah mengatakan melukis atau menggambar ikon, tetapi menulis ikon.

Ikon itu semacam visualisasi Injil. Pada zaman kuno, tidak semua orang bisa membaca dan menulis. Sehingga, cara mengkomunikasikan Injil dan pesan iman kepada umat adalah secara visual menggunakan ikon. Ketika melihat ikon, mereka bisa merefleksikan imannya. Perlu ditekankan bahwa ikon adalah murni refleksi iman. Karenanya, ikon tidak pernah bisa dipakai sebagai data sejarah, seperti halnya teks Kitab Suci.

Misalnya dalam ikon digambarkan Yesus berbicara degan Paus, maka tidak bisa dijadikan data sejarah bahwa Yesus berbicara dengan Paus. Atau ada figur malaikat dalam ikon seorang santo, maka jangan diartikan bahwa benar malaikat pernah menampakkan diri pada santo ini. Itu murni refleksi iman.

Ikon juga dihargai dalam Gereja Katolik Roma meskipun dalam sejarah Gereja pernah terjadi insiden ikonoklasme, namun itu tidak berarti Gereja meniadakan atau tidak menghargai ikon. Sebelum ikonoklasme, Gereja Katolik Roma juga menggunakan ikon. Meski demikian, pengaruh budaya dalam Gereja Katolik Roma sangat kuat.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Gereja Timur menghormati ikon dengan cara mencium dan bersujud. Adakah anjuran terkait bagaimana seharusnya menghormati ikon?

Seperti patung, kita juga menghormati ikon dan bukan menyembahnya. Umat Gereja Katolik Roma pun boleh mencium dan bersujud depan ikon. Tidak masalah, itu bukan menyembah berhala. Sama seperti imam yang mencium Kitab Suci, kita mencium salib. Dengan ikon umat merefleksikan iman. Ada pesan iman yang ditangkap. Kita tidak menyembah ikon, tapi kita melihat di balik itu ada pesan iman. Maka kita melakukannya sebagai ekspresi rasa hormat kita kepada Tuhan sendiri. Tetapi, secara lahiriah kita melakukannya terhadap ikon atau patung.

Sekali lagi ikon adalah sarana. Jangan sampai salah paham. Ikon juga patung adalah sarana yang membantu mengondisikan batin kita untuk berdoa. Yang menjadi tidak sehat adalah ketika orang terjebak pada sarana. Misalnya, ketika seseorang merasa tidak bisa lagi berdoa bila tidak ada ikon atau patung. Ini menandakan imannya melekat pada sarana. Itu yang menjadi salah. Kalau orang yang cukup dewasa dalam iman, dengan atau tanpa sarana pun dia tetap bisa berdoa dengan khusyuk.

Penempatan ikon dalam gereja jangan sampai menggeser posisi Kristus. Ini juga berlaku untuk patung. Tempatkanlah benda-benda kudus ini di tempat yang wajar dan pantas, asal tidak dengan mudah mengalihkan perhatian umat dari Sakramen Ekaristi, dari altar yang merupakan pusat gereja.

Bagaimana seharusnya umat menggunakan ikon dalam doa?

Melihat label sejarah ikon yang sangat kaya dan mendalam, ada pesan dari tradisi Gereja yang bisa diambil: ikon adalah ajakan untuk masuk ke dalam sebuah doa yang hening. Di situlah letak kekuatan ikon.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Orang tidak akan penah bisa berdoa dengan ikon tanpa keheningan. Itu penting sekali. Ketika berinteraksi dengan ikon untuk berdoa, maka langkah pertama adalah masuk dalam keheningan. Dan jangan buru- buru lari atau keluar dari keheningan itu. Orang yang terlalu sibuk dengan diri, pikiran, dan dunianya sendiri akan sulit berdoa dengan ikon. Bagi dia ikon hanya sekadar lukisan.

Tapi orang yang tahu tradisi Gereja dan mengerti ikon, ketika melihat ikon langkah pertama yang ia ambil adalah masuk dalam keheningan. Selanjutnya, biarkan ikon, dalam arti tertentu, berbicara menyampaikan pesan iman.

Apa pesan Pastor bagi umat Gereja Katolik Roma yang hendak mengakrabi diri dengan ikon?

Memang perlu ada sedikit pengetahuan tentang label ikon. Misal simbol, warna, dll. Sehingga doa ikon tadi bisa mengena. Ikon mengingatkan kita akan kekayaan doa batin, doa hening. Jangan terjebak membuat kompetisi antara patung dengan ikon. Dalam arti tertentu, akan terjebak juga dalam berhala patung dan ikon karena ini bersifat devosional.

Maka, si A mungkin lebih relevan baginya untuk berdoa menggunakan ikon, atau si B lebih mengena bila berdoa di hadapan patung. Ingat, pusat doa kita adalah Tuhan. Patung, ikon, dll adalah sarana yang mebantu mengarahakan kita kepada Tuhan.

Kalau sudah yakin ikon tidak bisa lagi difungsikan, maka tempatkan ikon, juga benda suci lainnya, pada sakrarium yang biasanya terdapat di gereja. Jangan di buang di tempat sampah. Benda-benda ini kudus dan sacral, terutama bila sudah diberkati. Bisa juga dengan menguburnya tapi jangan membuat tempat itu menjadi tempat ziarah karena di situ dikubur barang kudus.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.11 2019, 17 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles